Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten berada dalam status dimohonkan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Hal ini diketahui dari daftar efek bersifat ekuitas dalam pemantauan khusus yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI), dimana terdapat enam emiten yang sedang dalam status dimohonkan PKPU.
Lebih lanjut, sebanyak dua emiten berada dalam kriteria memiliki anak perusahaan dengan kontribusi pendapatannya material bagi emiten, namun anak perusahaan tersebut dalam kondisi dimohonkan PKPU atau dimohonkan pailit.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, selama kondisi pendemi masih berlanjut yang menyebabkan arus kas (cash flow) menjadi negatif, kemungkinan besar tren permohonan PKPU terhadap emiten bisa berlanjut. “Terutama perusahaan yang memiliki utang jangka pendek yang besar,” terang Sukarno, Minggu (18/7).
Baca Juga: Masuki pekan RDG BI, begini arah IHSG sepekan
Ada beberapa penyebab banyak emiten yang dimohonkan PKPU, seperti misal aspek manajemen yang kurang baik. Namun untuk saat ini, memang secara mayoritas Sukarno permohonan PKPU disebabkan karena faktor pendemi yang membuat perputaran uang menjadi sulit, terutama karena pelanggan yang kesulitan untuk membayar. Sehingga, secara langsung menyebabkan cash flow perusahaan kurang baik.
Sukarno mengatakan, agar terhindar dari perusahaan yang terkena masalah PKPU, investor bisa memperhatikan posisi utang jangka pendek atau jangka panjang yang akan jatuh tempo, kemudian dibandingkan dengan posisi kasnya. “Atau bisa dibilang melihat rasio likuiditasnya seperti apa,” pungkas dia.
Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang mengatakan, terdapat sejumlah faktor yang perlu dicermati oleh pelaku pasar di tengah potensi maraknya permohonan PKPU terhadap emiten.
Pertama, dari sisi likuiditas, misal dari sisi debt to equity ratio (DER) yang dijaga agar tidak melebihi dari dua kali. Kemudian, pelaku pasar juga harus mencermati berapa besaran suku bunga yang dikenakan terhadap pinjaman.
Baca Juga: Dibayangi kasus Covid-19, IHSG diproyeksikan melemah pada Senin (19/7)
Kedua adalah aspek pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA. Dari EBITDA, pelaku pasar bisa melihat bagaimana interest coverage rate, apakah nantinya EBBITDA (laba sebelum pajak) dapat menutupi kewajiban-kewajiban seperti cicilan pokok hingga bunga yang ditanggung.
“Jika (EBITDA) sudah minus, apalagi minusnya besar, itu sudah bahaya dan lampu merah walaupun dalam kondisi normal. Apalagi saat ini di kondisi tidak normal seperti pandemi Covid -19, yang makin memperberat emiten,” terang Edwin.
Ketiga, aspek revenue (pendapatan). Jika pendapatan terus menurun dan tidak dapat beroperasi, pastinya akan memperberat interest coverage rate dan juga DER.
Selanjutnya: Sebanyak 17 emiten masuk dalam daftar pemantauan khusus, ini daftar lengkapnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News