Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar aset kripto masih melanjutkan tren penguatan setelah tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mulai mereda. Kedua negara menyepakati penurunan tarif sementara selama 90 hari, dengan total pemangkasan sebesar 115%.
AS memangkas tarif dari 145% menjadi 30%, sementara China menurunkan bea masuk dari 125% menjadi 10%. Kesepakatan ini diumumkan dalam pernyataan bersama usai perundingan di Swiss.
Financial Expert Ajaib, Panji Yudha mengatakan bahwa sentimen positif menyebar ke pasar kripto dengan sebagian besar altcoin mengalami kenaikan impulsif. Bitcoin bahkan sempat naik dikisaran US$ 105.800 sebelum terkoreksi tipis ke sekitar US$ 102.792 per Selasa (13/5) pukul 14.32 WIB, berdasarkan coinmarketcap.
Panji menuturkan, ketegangan global yang mereda telah memberi ruang bagi aset kripto untuk reli dalam beberapa hari terakhir. Meski demikian, investor perlu tetap waspada aksi profit taking jangka pendek.
"Dari analisa teknikal, momentum bullish berpotensi berlanjut apabila Bitcoin mampu bertahan diatas MA-20 (US$ 97.645) dan support psikologis US$ 100.000," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (13/5).
Baca Juga: Bitcoin Turun Jauhi Level US$106.000, Intip Tips Investasi Aset Kripto untuk Pemula
Di sisi lain, akumulasi produk ETF spot Bitcoin masih terus berlangsung. Sepanjang pekan lalu (5–9 Mei), total dana masuk ke ETF Bitcoin AS tercatat sebesar US$ 599 juta.
Memang, ada penurunan dibanding pekan sebelumnya yakni US$ 1,81 miliar, tetapi masih mencerminkan permintaan institusional yang stabil, terutama di tengah harga BTC yang tetap tinggi. Pada akhir April, aliran dana sempat melonjak hingga US$ 3 miliar, menandakan potensi akumulasi belum sepenuhnya mereda.
"Pelemahan inflow saat ini berpotensi menjadi fase konsolidasi sebelum masuknya gelombang akumulasi berikutnya dari pelaku institusi," ujar Panji.
Fokus investor kini beralih ke rilis data inflasi AS, khususnya Indeks Harga Konsumen (CPI) untuk bulan April. Proyeksi saat ini menunjukkan penurunan tahunan ke 2,3%.
Menurutnya, jika sesuai ekspektasi hal tersebut dapat memperkuat pandangan bahwa inflasi AS tengah melandai, membuka peluang kebijakan suku bunga yang lebih longgar ke depan. Sebelumnya, CPI Maret yang dirilis pada 10 April menunjukkan penurunan ke 2,4% dari 2,8% di Februari, lebih rendah dari ekspektasi 2,5%.
"Penurunan inflasi berpotensi menjadi katalis bagi Bitcoin untuk melanjutkan tren naik, terutama jika tidak ada gangguan baru dari sisi geopolitik atau kebijakan dagang," sambungnya.
Meskipun sentimen pasar membaik, Federal Reserve tetap berhati-hati. Dalam pernyataan terakhirnya, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa penurunan suku bunga belum dapat dipastikan dan diperlukan waktu untuk mengevaluasi dampak ekonomi dari kebijakan tarif.
Hanya saja faktor likuiditas tetap mendukung pasar. Departemen Keuangan AS terus menyuntikkan dolar ke dalam sistem keuangan, sementara cadangan Bitcoin di bursa tercatat menyentuh level terendah dalam tujuh tahun terakhir.
Jumlah pasokan BTC kian terbatas didukung mekanisme halving, di tengah likuiditas yang tinggi berpotensi mendukung kelanjutan tren naik Bitcoin dalam beberapa pekan ke depan. "Selain itu, potensi pemotongan suku bunga akan menjadi katalis yang dapat mendorong BTC mencetak harga tertinggi baru melampaui US$ 109.000," tutup Panji.
Baca Juga: Orang Kaya Beralih ke USDT, Ini Cara Berinvestasi Aset Kripto dengan Mudah
Selanjutnya: OJK: IASC Terima 105.202 Laporan Kasus Penipuan hingga April 2025
Menarik Dibaca: Ancam Posisi KKN di Desa Penari, Jumlah Penonton Film Jumbo Tembus 9,47 Juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News