Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (9/3), relatif sepi. Ini terjadi sehari setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun bebas di hari pertama perdagangan setelah Lebaran 2025.
Kemarin, Selasa (8/4), IHSG anjlok 514,47 poin atau 7,90% ke 5.996,14 pada akhir perdagangan.Sebanyak 30 saham naik, 672 saham turun dan 95 saham stagnan kemarin.
Total volume perdagangan saham di bursa kemarin mencapai 22,18 miliar saham dengan total nilai Rp 20,06 triliun. Sementara, dana asing tercatat keluar sebanyak Rp 3,69 triliun dari pasar reguler.
Rabu (9/4), IHSG masih tercatat turun 28,15 poin atau terkoreksi 0,47% ke level 5.967,98 pada penutupan perdagangan. Total volume perdagangan saham di BEI pada Rabu mencapai 18,16 miliar dengan nilai transaksi Rp 11,77 triliun.
Sebanyak 307 saham turun menekan laju IHSG, sementara 298 saham lainnya menguat dan 188 saham stagnan. Dana asing hari ini tercatat keluar sebanyak Rp 1,05 triliun di pasar reguler hari ini.
Melansir RTI, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi saham yang paling banyak diperdagangkan secara frekuensi hari ini, yaitu 63.596 kali. Lalu, diikuti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebanyak 45.601 kali dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) 45.354 kali.
Secara nilai, BMRI jadi yang paling banyak ditransaksikan, yaitu sebesar Rp 1,5 triliun hari ini. Lalu, diikuti BBRI Rp 1,3 triliun dan BBCA Rp 1,1 triliun.
Baca Juga: Otak-atik Alokasi Portofolio Investasi di Tengah Koreksi IHSG & Penurunan Harga Emas
Secara volume, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) jadi yang paling banyak diperjualbelikan, yaitu sebanyak 4,4 miliar. Lalu, diikuti saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebanyak 622,2 miliar dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BMRS) 454,9 miliar.
Lesunya pasar saham itu terjadi di tengah kinerja keuangan buku tahun 2024 para emiten yang masih cukup baik.
“Dari laporan keuangan 703 emiten yang sudah keluar, posisi lapkeu 2024 dibanding 2023 terjadi pertumbuhan,” kata Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia Jeffrey Hendrik kepada wartawan, Rabu (9/4).
Jeffrey merinci, rerata aset para emiten tahun lalu naik 6,31%, ekuitas naik 7,91%, pendapatan naik 3,24%, dan laba bersih naik 19,32%.
Vitamin ke Bursa
Beberapa cara juga dilakukan untuk memberikan vitamin ke bursa. Salah satunya berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengizinkan emiten untuk melakukan pembelian kembali alias buyback saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai penawar volatilitas pasar ekuitas.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, sudah ada 16 emiten yang menyampaikan akan melakukan buyback saham tanpa RUPS per 8 April 2025.
“Untuk di keterbukaan informasi itu sampai saat ini (ada) 16, ini bergerak terus,” ujarnya di Gedung BEI, Selasa (8/4) malam.
Baca Juga: IHSG Turun ke 5.967 Hari Ini (9/4), Net Sell Asing Rp 1,1 Triliun
Analis IPOT, Angga Septianus melihat, investor masih cenderung wait and see terlebih dahulu sambil memantau perkembangan terkait tarif dagang Amerika Serikat yang diimplementasi tanggal 9 April waktu AS.
Di sisi lain, sudah cukup banyak emiten yang menyelenggarakan buyback seiring relaksasi ketentuan buyback dari OJK.
Meskipun begitu, ketentuan buyback sebenarnya berbenturan soal pajak, karena dapat menurunkan porsi kepemilikan publik.
Sementara, selama ini perusahaan terbuka yang tercatat di BEI dapat memperoleh penurunan tarif PPh badan (corporate income tax) sebesar 3% selama memenuhi persyaratan. Salah satu persyaratannya adalah dengan kepemilikan publik di atas 40% dan dimiliki minimal 300 pemegang saham yang kepemilikannya tidak melebihi 5%.
Selain emiten, para pemegang saham juga dapat melakukan jual-beli atas sahamnya di BEI dengan tarif pajak hanya 0,1% selama memenuhi ketentuan yang berlaku.
Menurut Angga, emiten terkait tentunya sudah mempertimbangkan hal terkait perpajakan itu dalam rangka melakukan buyback, sehingga tidak sampai mengganggu operasional perusahaan dari sisi beban pajak.
Namun, apakah buyback saham para emiten bisa mengangkat harga saham dan IHSG secara keseluruhan itu lebih dipengaruhi sentimen pasar secara fundamental.
“Sebab, jika net sell, terutama dari investor asing, masih deras, tentunya akan berat untuk mengangkat harga,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (9/4).
Transaksi di bursa akan meningkat nanti seiring dengan pemulihan kondisi global. Angga memproyeksikan, IHSG bakal ada di level 5.700 di akhir April.
“Untuk (target IHSG) akhir tahun belum ada gambaran,” katanya.
Baca Juga: Sentimen Tarif Global Tekan IHSG, Analis Sarankan Tunggu Momentum Masuk
Saran ke Investor
Di tengah kondisi pasar saat ini, investor disarankan wait and see terlebih dulu sampai permasalahan tarif Trump mereda serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai stabil dan kembali menguat.
“Porsi cash diperbesar, karena jaga-jaga kondisi ekonomi masih belum stabil di tahun ini,” ungkapnya.
Namun, jika investor ingin masuk di pasar saham, disarankan untuk memilih sektor perbankan dengan porsi relatif kecil terhadap portofolio investasi secara keseluruhan.
“Bisa masuk BBCA, BMRI, BBNI, dan BBRI. Bisa juga beli Reksa Dana Indeks Premier ETF IDX-PEFINDO Prime Bank (XIPB),” paparnya.
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo Indy Naila melihat, investor sebenarnya terlihat lebih hati-hati saja untuk sekarang.
Terutama, karena pasar masih memantau kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump yang memicu kekhawatiran perang dagang, serta perlambatan ekonomi global akibat prospek suku bunga acuan BI yang belum pasti.
“Investor juga masih memantau kebijakan-kebijakan domestik,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (9/4).
Baca Juga: IHSG Terkoreksi 0,47% ke 5.967, Top Losers di LQ45: MDKA, MAPA dan SMGR, Rabu (9/4)
Terkait buyback saham tanpa RUPS, Indy melihat masih ada emiten yang akan melakukan buyback ke depan. Sebab, untuk jangka panjang, aksi ini cukup menjanjikan terhadap kinerja fundamental saham dan meningkatkan nilai saham mereka sendiri.
Meskipun begitu, masih kurang banyaknya jumlah emiten di Bursa yang melakukan buyback saham disebabkan masih lesunya kondisi pasar saat ini. Selain itu, emiten juga mempertimbangkan apakah kondisi kinerja keuangan mereka kuat untuk buyback.
“Untuk sekarang, resiliensi ekonomi Indonesia perlu terus dijaga dengan stabilisasi rupiah, sehingga perekonomian baik dan bisa meningkatkan arus masuk dana asing ke bursa,” tuturnya.
Indy memproyeksikan, IHSG masih stagnan pergerakannya, sehingga setidaknya bisa ada di level 6.500 di akhir April 2025. Sementara, untuk akhir tahun 2025 masih sulit diproyeksikan, tapi bisa sampai 7.600 jika tidak dibayangi perang dagang.
Dengan kondisi ini, investor bisa masuk lagi ke pasar saham jika sudah ada kejelasan sinyal negosiasi kebijakan Tarif Trump.“Tidak hanya Indonesia, tapi dengan negara-negara berkembang lainnya seperti China,” katanya.
Sektor konsumer dinilai cukup defensif saat ini. Indi pun merekomendasikan trading jangka panjang untuk INDF dan ICBP dengan target harga masing-masing di Rp 7.850 per saham dan Rp 11.500 per saham.
Potensi Penguatan IHSG Terbatas
VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi mengatakan, sepinya volume transaksi hari ini disebabkan oleh sikap investor yang cenderung wait and see di tengah ketidakpastian yang meningkat.
Terlebih, dengan balasan tarif antara China dan AS yang diperkirakan akan semakin memperkeruh kondisi dan akan berdampak terhadap regional, termasuk Indonesia.
“China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia secara value, baik ekspor dan impor, sehingga perlambatan aktivitas ekonomi akan berdampak terhadap Indonesia,” ujarnya kepada Kontan (9/4).
Menurut Audi, tujuan dari buyback adalah untuk menjaga harga di pasar agar sesuai dengan nilai intrinsik emiten, sehingga aksi buyback akan memberikan sentimen dan dukungan meningkatkan kepercayaan pasar.
Memang aksi buyback pun akan terdapat barrier agar tetap memenuhi persyaratan dari regulator, khususnya insentif seperti PPh badan 3%, sehingga lebih rendah dari tarif umum.
Tetapi, buyback juga dapat digunakan untuk menjaga minimum floating. “Sehingga, dengan relaksasi kebijakan buyback tanpa RUPS dapat memberikan fleksibilitas emiten yang disesuaikan dengan kondisi pasar,” ujarnya.
Baca Juga: Periksa Top Gainers LQ45 saat IHSG Turun Hari Selasa (9/4), Ada ESSA, ANTM, dan ISAT
Audi mengatakan, potensi penguatan IHSG dan kenaikan transaksi di bursa saat ini masih akan terbatas. Peningkatan aktivitas pasar nanti akan meningkat jika sudah mulai terjadi beberapa indikator.
Pertama, penguatan rupiah yang dapat terdorong oleh intervensi BI. Kedua, strategi dan implementasi kebijakan pemerintah yang pro dengan pasar.
Ketiga, relaksasi kebijakan suku bunga. Per 8 April, berdasarkan data CME FedWatch, terlihat pasar menginginkan pemangkasan hingga Desember 2025 dapat ke level 3,5%-3,75% dengan probabilitas lebih dari 50%.
Keempat, rilis kinerja yang masih resilien, khususnya dari emiten blue chip yang menjadi bukti kondisi pasar yang solid.
Jika hal itu hanya dilakukan dari sisi regulasi, seperti perubahan peraturan auto rejection bawah (ARB) dan trading halt, dampaknya hanya bersifat jangka pendek. “Sehingga, untuk membangun kepercayaan pasar harus mulai terjadi keadaan yang lebih kondusif,” tuturnya.
Audi melihat, untuk saat ini investor harus tetap fokus pada strategi jangka panjang dengan memerhatikan beberapa hal. Pertama, wait and see hingga menunggu rilis kinerja kuartal I 2025. Jika masih cukup resilien, khususnya emiten blue chip, maka mulai dapat akumulasi dengan harga yang terdiskon.
Kedua, diversifikasi aset ke risiko rendah dan/atau safe haven, seperti government bonds dan emas. Ketiga, jika sudah ada posisi yang bagus, khususnya di saham big caps, maka dapat hold dengan menantikan momentum averaging down.
Terakhir, hindari emiten dengan hutang dalam dolar AS dalam jumlah besar lebih dari 50% total utang, terlebih dengan debt to equity ratio (DER) lebih dari 1x.
Audi pun merekomendasikan beli dengan fokus jangka panjang untuk BBCA, BMRI, SIDO, dan TLKM dengan target harga masing-masing Rp 9.250 per saham, Rp 5.450 per saham, Rp 670 per saham, dan Rp 2.830 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News