Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump turut memicu gejolak di pasar keuangan global. Sejumlah bursa saham di berbagai negara pun mengalami tekanan akibat kebijakan tersebut.
Sejumlah indeks saham di Asia misalnya mencatatkan penurunan sejak kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang diumumkan pada 2 April 2025.
Lihat saja, indeks SHCOMP (Shanghai) dan SZCOMP (Shenzhen) masing-masing turun sebesar 0,24% dan 1,1%.
Sementara itu, HSI Index (Hong Kong) terkoreksi 1,52%, KOSPI Index (Korea Selatan) mengalami penurunan 1,61%, dan SENSEX Index (India) merosot 1,64%.
Penurunan indeks di kawasan Asia ini relatif lebih minim dibandingkan dengan bursa saham di Eropa dan AS.
Baca Juga: Presiden Prabowo Dijawalkan Bertemu Investor Saham Pasca Lebaran 2025
Pada kawasan AS, CCMP Index (NASDAQ) mencatatkan pelemahan paling dalam sebesar 11,44%, disusul SPX Index (S&P 500) yang turun 10,53%, dan DJI Index (Dow Jones) yang terkoreksi 9,28% di pekan lalu.
Sementara di Eropa, pelemahan juga terlihat pada DAX Index (Jerman) yang melemah 7,81%, SMI Index (Swiss) turun 7,46%, dan CAC Index (Prancis) mencatat penurunan sebesar 7,43%.
Untuk pasar saham domestik, BEI baru akan kembali dibuka untuk perdagangan pada Selasa, 8 April 2025 mendatang.
Economist PT Panin Sekuritas Tbk Felix Darmawan mengamini anjloknya bursa saham global disebabkan oleh adanya kebijakan tarif impor dari Presiden AS, Donald Trump.
Kondisi ini juga diprediksi akan menekan kinerja pada saham domestik yakni Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah yang mendekati level Rp 17.000 per dolar AS juga menjadi katalis negatif tambahan. Situasi ini membuat investor asing cenderung menarik dana mereka dari pasar domestik.
"Investor kemungkinan akan merespons negatif pada Selasa (8/4) pagi mendatang, karena mereka mulai memprice-in perkembangan global tersebut," ujarnya.
Baca Juga: Pemerintah Harus Dongkrak Daya Beli dan Dengarkan Rakyat, IHSG dan Rupiah Masih Labil
Felix menambahkan, saat ini pasar perlu bersikap wait and see, menunggu respons pemerintah Indonesia dalam menghadapi kebijakan tarif tersebut. Jika kompromi dengan pihak AS berhasil tercapai, peluang pembalikan sentimen ke arah positif masih sangat terbuka.
Untuk sementara, ia memproyeksikan pergerakan IHSG akan berada di kisaran level 6.000 hingga 6.200.
Di sisi lain, ia berpandangan bahwa semua sektor berpotensi tertekan, terutama sektor energi, karena harga minyak dunia juga mengalami penurunan yang cukup tajam.
Sebagai pengingat, pergerakan IHSG pada perdagangan sebelum libur Bursa atau tepatnya Kamis (27/4) berada di level 6.510,62, menguat tipis 0,59% dalam sehari perdagangan. Secara tahun berjalan, pergerakan indeks ini terkoreksi 8,04%.
Selanjutnya: Neraca Dagang AS – Indonesia Defisit Sejak 2020, jadi Faktor RI Kena Tarif 32%?
Menarik Dibaca: Resep Tape Ketan Manis dan Banyak Air, Ini Rahasinya agar Berhasil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News