kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

TPP batal, potensi laju emiten tekstil terganjal


Selasa, 22 November 2016 / 22:20 WIB
TPP batal, potensi laju emiten tekstil terganjal


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Muncul sinyal mitra dagang Trans-Pasifik atau Trans Pasific Partnership (TPP) akan dibubarkan karena kebijakan Donald Trump nanti yang protektif. Akibatnya, potensi Indonesia batal masuk ke dalam kemitraan tersebut pun menguat. Lalu bagaimana efeknya terhadap kinerja emiten tekstil yang selama ini menyasar bisnis ke AS?

Sejatinya, tidak ada pengaruh signifikan terhadap sektor industri dalam negeri jika Indonesia tidak ikut TPP. Sentimen negatif terkuat akibat hal ini hanyalah soal terbatasnya potensi upside atau kenaikan pendapatan dari penjualan ekspor.

Sebab, kebijakan Trump yang membuat AS menarik diri dari perdagangan internasional akan membuat impor AS menurun. "Potensi upside penjualan ekspor, khususnya ekspor tekstil ke AS," kata Franky Rivan, analis KDB Daewoo Securities.

Asumsinya seperti ini, anggaplah penjualan ekspor PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX) ke AS konstan setiap tahunnya. Sementara, rata-rata laba bersih marjin dalam 5 tahun terakhir adalah sebesar 7,69% untuk SRIL serta 2,82% untuk PBRX.

Lalu, skenario terburuknya adalah, penjualan ekspor tekstil tahun depan turun setengahnya karena permintaan impor AS yang menurun. Dengan gambaran seperti ini, Franky memprediksi laba bersih SRIL dan PBRX tahun depan turun masing-masing US$ 1,7 juta dan US$ 2,6 juta.

"Justru yang fatal adalah, jika Indonesia sudah terlanjur ikut TPP lalu dibatalkan di tengah jalan," kata Corporate Secretary SRIL Welly Salam kepada KONTAN, Selasa (22/11).

Sementara, untuk saat ini, manajemen melihat batalnya Indonesia masuk ke TPP bukanlah sebuah ancaman. Disisi lain, tambah Welly, ekspor SRIL ke AS kecil, hanya sekitar 6% dari seluruh total penjualan ekspor. Sehingga, eksposur sentimen negatif yang muncul dari AS kecil.

Catatan saja, penjualan ekspor SRIL terbesar justru menyasar pasar ASIA. Kuartal III lalu, penjualannya mencapai US$ 161,73 juta. Sementara, total pendapatan SRIL pada periode tersebut sebesar US$ 498,69 juta.

"Kami justru melihat, Indoensia masih tetap akan menjadi eksportir tekstil dan produk tekstil (TPT) ke AS), kata Welly

Franky menambahkan, selain sektor tekstil, kebijakan perdagangan AS yan akan lebih protektif juga akan membatasi potensi upside penjualan ekspor dari sektor manufaktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×