Reporter: Yuliana Hema | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) akan bersikap lebih hati-hati dalam menjalankan ekspansi pada tahun 2025. Langkah ini mempertimbangkan kondisi makroekonomi serta dinamika persaingan industri, khususnya setelah terjadinya merger antara XL Axiata dan Smartfren.
Advisor & Group Investor Relations Sarana Menara Nusantara, Adam Gifari, menjelaskan bahwa persaingan di industri menara telekomunikasi berlangsung cukup dinamis. "Tekanan juga berasal dari nilai tukar rupiah dan suku bunga yang belum turun," ujarnya, Rabu (23/4).
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, manajemen TOWR menetapkan target kinerja yang bersifat konservatif. Perusahaan menargetkan pertumbuhan pendapatan secara organik pada kisaran low single digit dibandingkan dengan tahun 2024.
Baca Juga: Simak Prospek ADRO di Tengah Rencana Aksi Korporasi dan Rekomendasi Analis
Sebagai informasi, hingga akhir 2024, TOWR mencatatkan pendapatan sebesar Rp 12,73 triliun, meningkat 8,48% secara tahunan. Laba bersih perusahaan juga tumbuh 2,53%.
Meski bersikap hati-hati, TOWR tetap mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) dalam jumlah besar, yaitu antara Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun untuk tahun 2025. Dana tersebut akan berasal dari kas internal.
Adam menambahkan, TOWR saat ini tengah menjalin komunikasi dengan PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL), entitas hasil penggabungan XL Axiata dan Smartfren, terkait pengelolaan aset menara. Ia menilai, konsolidasi ini turut memengaruhi kebutuhan aset di industri telekomunikasi.
Baca Juga: Kinerja Emiten Bahan Kimia Kurang Menggembirakan, Cek Rekomendasi Analis
Sementara itu, anak usaha TOWR, PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST), masih menunjukkan optimisme terhadap prospek industri infrastruktur digital. IBST telah mengantongi kontrak jangka panjang dengan sejumlah operator telekomunikasi, yang tetap berlaku meskipun terjadi merger.
Pada tahun ini, emiten menara telekomunikasi Grup Djarum tersebut juga fokus untuk melunasi utang. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar baru-baru ini, pemegang saham menyetujui rencana rights issue dengan menerbitkan saham baru sebanyak-banyaknya 15 miliar saham.