kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tony Wenas yang konservatif kala berinvestasi


Sabtu, 21 Februari 2015 / 11:58 WIB
Tony Wenas yang konservatif kala berinvestasi
ILUSTRASI. Ini 5 Daftar Minuman yang Bisa Menurunkan Kolesterol


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pengalaman seseorang menjadi profesional di berbagai industri tidak lantas menjadikan mereka sebagai investor agresif. Tak sedikit di antara profesional kaya pengalaman itu yang memilih mengembang-biakkan penghasilan mereka secara konservatif.

Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp & Paper (PT RAPP) Tony Wenas salah seorang profesional yang bersikap konservatif dalam berinvestasi. Ia mengaku menginvestasikan uang di dua instrumen, yakni properti dan saham.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini bilang, properti menjadi instrumen yang paling disukai sekaligus menjadi prioritas. "Sederhana saja, nilai properti itu lebih sulit turun dibandingkan instrumen lain," katanya.

Keyakinan itu menggiring Tony membeli beragam produk properti, mulai dari tanah, rumah tapak, hingga apartemen. Strateginya, ketika memilih properti agak berbeda dengan kebanyakan investor properti lain.

Pria bernama lengkap Clayton Allen Wenas ini mengaku hanya membeli properti di lokasi yang ia anggap nyaman untuk dihuni sendiri. "Tempatnya tidak terlalu strategis juga tidak apa-apa, yang penting bikin saya nyaman, misalnya lingkungannya atau pemandangannya," tuturnya.

Strategi itu membuat portofolio investasi properti Tony tersebar di beberapa kota seperti Jakarta, Bogor, dan Bandung. Ia juga memiliki properti di daerah asal orangtuanya, Tomohon, Sulawesi Utara.

Saking konservatifnya, ia mengaku belum pernah menjual properti miliknya, meskipun tahu harga sudah melambung tinggi. Tony mencontohkan, harga salah satu area tanahnya ada yang sudah melambung 1.000% dalam jangka waktu 10 tahun. "Saya tahu harga tanah di sana melonjak karena ada yang menawar," katanya.

Toh, Tony tetap pada pendirian, tidak menjual properti selama ia masih menjadi profesional. Tony memang baru berencana menjual sebagian investasi properti jika sudah pensiun. Konservatif di saham Selain properti, Tony memutar uang di saham.

Namun karakter konservatifnya yang kental kembali terlihat ketika ia memutar duitnya di instrumen berisiko tinggi ini. Ia mengaku tidak tertarik melakukan trading saham harian. Maklum, sebagian besar waktunya sudah tersedot untuk mengurusi perusahaan yang dipimpinnya.

Tony lebih memilih mengoleksi saham untuk jangka waktu panjang, minimal setahun. Hingga tahun 2009, Tony banyak mengoleksi saham-saham mineral dan batubara. "Saya paham sektor ini karena sudah banyak bekerja di sektor berbasis sumber daya alam seperti ini," ujar pria yang gemar bermain musik ini.

Tapi, saham-saham energi, terutama batubara anjlok tajam karena krisis finansial di tahun 2009. Alhasil, ia sempat hampir merugi besar akibat berinvestasi di salah satu saham sektor tersebut.

Menurut Tony, ia sempat membeli saham tersebut di harga sekitar Rp 7.000 per saham. Namun, dalam tempo cepat, harga saham itu jatuh hingga Rp 500 per saham.

Untungnya, Tony tidak langsung melakukan cut loss. Ia memilih melakukan average hingga berhasil mencapai titik impas di level Rp 1.100 per saham. Ia bahkan bisa menjual saham itu di harga Rp 1.900 per saham. "Saya lepas dalam kondisi untung, tapi saya kapok beli lagi saham itu," kisah Tony sambil tertawa.

Selain dua instrumen investasi tersebut, Tony juga sebenarnya bisa dibilang berinvestasi di instrumen lain seperti jam tangan dan alat musik. Namun, Tony lebih melihat itu sebagai koleksi, meski nilainya terus naik dari waktu ke waktu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×