kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga sektor saham masih tertinggal


Senin, 15 Mei 2017 / 10:30 WIB
Tiga sektor saham masih tertinggal


Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah naik cukup tinggi tahun ini. Di pekan terakhir April lalu, IHSG mencetak rekor penutupan tertinggi di 5.726,53. Tapi, ada tiga sektor saham yang kinerjanya negatif, bila dihitung sejak awal tahun, yakni perkebunan, pertambangan, serta properti dan konstruksi.

Menilik data Bursa Efek Indonesia, sejak awal tahun hingga akhir pekan lalu, indeks sektor pertambangan turun 2,46% dan indeks perkebunan turun 2,77%. Sementara indeks properti dan konstruksi turun 5,9%.

Padahal di periode itu IHSG naik 7,15%. Beberapa sektor saham bahkan mencetak pertumbuhan melebihi kenaikan IHSG. Misalnya saja, indeks sektor finansial naik 12,3% sejak awal tahun ini. Lalu indeks sektor aneka industri tumbuh sekitar 12,27%.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, mengatakan, ada beberapa hal yang membuat sektor pertambangan agak tertekan, misalnya perlambatan pertumbuhan ekonomi China dan ekspor impor yang melorot. Sementara itu, sektor perkebunan tercekik harga jual karena ada kelebihan pasokan di pasar.

Sedang sektor properti melambat sejalan dengan daya beli masyarakat yang belum pulih. Pasar juga masih menantikan realisasi berbagai insentif untuk sektor properti yang dicanangkan pemerintah.

Pilih profit taking

Namun, ada satu sektor yang menurut Hans bergerak anomali. Yakni, sub-sektor konstruksi. Sektor saham konstruksi yang harusnya menguat malah melemah lantaran pelaku pasar masih mencemaskan kepastian dan kelangsungan proyek-proyek infrastruktur. "Sektor konstruksi masih prospektif karena belanja pemerintah masih bagus," ujar Hans pada KONTAN, Minggu (14/5).

Di sisi lain, sudah tak banyak lagi ruang gerak untuk saham-saham properti, pertambangan, dan perkebunan. Karena masih minim sentimen, saham-saham ketiga sektor ini hanya cocok untuk trading jangka pendek.

Reza Priyambada, Analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan, harga saham pertambangan dan perkebunan terkena dampak pelemahan harga komoditas. Jadi, walaupun kinerja keuangan emiten-emiten sektor komoditas lebih baik daripada tahun lalu, investor lebih memilih mengambil posisi profit taking dari saham-saham tersebut.

Tapi perlu diingat, saham-saham yang turun sepanjang tahun ini belum tentu memiliki valuasi murah dan layak beli. Menurut Reza, hanya saham sektor konstruksi yang terlihat sudah undervalue. "Ini karena kondisi fundamentalnya bagus, tetapi harga sahamnya jeblok," ujar dia.

Jadi, ada ketidaksesuaian antara kinerja keuangan dan kinerja saham emiten konstruksi. Dengan kata lain, harga saham-saham konstruksi sudah tak sesuai nilai wajarnya.

Karena itulah, baik Reza dan Hans menyarankan akumulasi beli untuk saham-saham konstruksi. Saham sektor perbankan dan infrastruktur juga bisa menjadi pilihan.

Untuk sektor perbankan, Hans merekomendasikan BBNI, BBRI dan BMRI. Sementara itu, di sektor konstruksi, saham pilihannya adalah PTPP, WSKT, WIKA, dan ADHI. Hans juga menyarankan beli saham TLKM dan JSMR.

Menurut Reza, dengan peluang pertumbuhan kinerja yang masih besar, saham sektor konstruksi seperti WIKA dan WSKT bisa dikoleksi untuk investasi jangka panjang. "Bisa dimulai dengan mengakumulasi secara bertahap," kata dia.

Sementara itu, bagi investor yang memiliki orientasi jangka pendek, lebih baik melirik saham-saham lapis dua atau lapis tiga yang memiliki tingkat volatilitas tinggi. Misalnya saja saham NIKL, BRPT dan KBLI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×