kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga belas emiten mau buyback, kenapa IHSG justru longsor 22,28%?


Kamis, 12 Maret 2020 / 20:23 WIB
Tiga belas emiten mau buyback, kenapa IHSG justru longsor 22,28%?
ILUSTRASI. Warga mengamati layar yang menampilkan infornasi pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (12/3/2020). BEI melakukan pembekuan sementara perdagangan ('trading halt') pada sistem perdagangan di bursa efek pada Kamis (12/3) pukul


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati

Sedangkan buyback hanya mampu membuat pasar menghijau pada saat diumumkan 12 emiten pelat merah bakal buyback, Selasa (10/3), di mana IHSG menguat 1,64% ke level 5.220,83. “Secara fakta, beberapa tahun terakhir, dampak buyback hanya saat pengumuman saja. Setelah itu harga terbentuk kondisi emiten dan market,” imbuh Alfred.

Alfred menyebut, pasar tengah tertekan oleh risiko sistematik (systematic risk), yang akan menghantam seluruh sektor. Dalam kondisi tersebut, IHSG diprediksi berpeluang turun lebih rendah lagi ke level 4.690. Dus, kinerja emiten juga akan mengalami tekanan yang pada akhirnya sulit melihat fundamental emiten yang solid untuk mendukung keputusan berinvestasi.

“Fundamental jangan dipersepsikan bagus itu pertumbuhan. Yang cukup solid itu, kalau pun turun ya tidak terlalu dalam atau masih bisa mencatatkan laba meskipun turun,” jelas Alfred.

Baca Juga: IHSG anjlok 5,01%, pandemi virus corona masih jadi penyebabnya

Senada, Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan buyback masih belum bisa menahan penurunan indeks karena kekhawatiran pasar terus meningkat. Dia juga memprediksi IHSG masih akan menyentuh level 4.690. Sehingga ke depan, mayoritas harga saham akan masih mengalami penurunan. “Investor tetap harus hati-hati karena buyback di saat kondisi masih panic selling harga bisa turun lagi,” jelas Sukarno.

Meski keduanya sepakat semua sektor bakal terhantam, prospek sektor barang konsumsi masih ditetapkan sebagai saham paling defensif. Sukarno berpendapat penurunan saham FAST dan ROTI tidak akan terlalu dalam.

Baca Juga: Pemerintah batalkan lelang debt switch, sinyal pasar SBN juga terganggu

Consumer goods juga berpeluang turun, tetapi cukup solid. Dalam kondisi ekonomi yang berat orang enggan bangun rumah tapi tidak akan enggan mengkonsumsi kebutuhan pokok,” kata Alfred.

Dus, momentum buyback tidak dapat dijadikan satu-satunya pertimbangan investor untuk melepas kepemilikan atau bahkan menambah kepemilikan di saham. Terutama untuk investor jangka panjang. Melepas di saat pasar jatuh terlalu dalam bukan merupakan keputusan yang bijak. Sebaliknya, apabila ingin masuk investor harus memperpanjang holding periods.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×