Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
“Dengan terjadinya oversupply, kenaikan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) semen juga akan terhambat, sehingga perbaikan margin keuntungan juga masih akan minim pada 2020,” terang Nugroho.
Lebih lanjut, Meilki menilai kondisi oversupply semen masih akan berlanjut hingga 2024. Dengan asumsi, industri properti mulai kembali atraktif dari tahun 2020 yang akan mempunyai dampak pada pertumbuhan konsumsi semen domestik di level 5%-7%. Dengan estimasi tersebut, maka oversupply sekitar 30 juta ton-40 juta ton semen masih akan terjadi hingga 2024.
Baca Juga: Efisiensi jadi strategi penting INTP di 2020
Dalam riset yang dirilis 18 Desember, Analis Mirae Asset Sekuritas Mimi Halimin mengatakan proyek infrastruktur akan tetap menjadi pendorong pertumbuhan tahun depan. Namun, perbaikan di sektor properti sejauh ini belum cukup kuat untuk mendorong permintaan semen.
Mimi merekomendasikan buy saham SMGR dengan target harga Rp 14.500 per saham. Sementara Meilki merekomendasikan hold semua saham emiten semen dengan target harga SMGR di Rp 14.300 per saham dan INTP di Rp 21.000 per saham.
Baca Juga: Begini strategi Semen Indonesia (SMGR) hadapi oversupply di tahun depan
Pada penutupan perdagangan hari ini, keempat emiten semen kompak ditutup di zona merah. SMGR ditutup melemah 1,84% ke level Rp 12.000 per saham, INTP ditutup koreksi ke level Rp 19.025 per saham, SMBR melemah 0,90% ke level Rp 440 per saham, dan SMCB ditutup di zona merah pada di level Rp 1.180 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News