Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan harga batubara yang terjadi pada tahun ini turut menyeret harga saham-saham produsen batubara, termasuk PT Indika Energy Tbk (INDY). Sejak awal tahun sampai dengan Senin (5/6), saham INDY merosot 34,80% ke level Rp 1.780 per saham.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, penurunan harga batubara terjadi karena adanya kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi global hingga resesi. Hal ini memengaruhi permintaan di sektor komoditas.
Terlebih lagi, gangguan suplai energi global sudah mereda sehingga memang batubara saat ini berada dalam kondisi oversupply. Menurut Nafan, kini investor menanti realisasi diversifikasi bisnis INDY, terutama terkait energi alternatif maupun energi baru terbarukan (EBT).
"Diversifikasi ke EBT dapat mendukung ekosistem untuk mewujudkan industri kendaraan listrik secara komprehensif. Hal ini sifatnya long term serta sangat esensial dan berkelanjutan," kata Nafan saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (5/6).
Baca Juga: Kementerian Investasi: Sejumlah Investor Global Siap Masuk ke Industri Baterai EV
Dalam riset tanggal 3 April 2023, Analis Sinarmas Sekuritas Axel Leonardo memperkirakan, laba bersih INDY di tahun 2023 dapat merosot 36% year on year (YoY) dari perolehan 2022 yang sebesar US$ 569 juta. Prediksi ini sejalan dengan adanya asumsi penurunan harga batubara sebesar 30% YoY menjadi rata-rata di US$ 250 per ton.
INDY pun menargetkan produksi batubara pada 2023 hanya sebesar 32,8 juta ton atau turun 10% YoY. "Target ini sejalan dengan ambisi perusahaan untuk secara bertahap mengurangi paparan batubara dengan target jangka menengah sebesar 50% pendapatan dari batubara di 2025, dibanding 88% pada tahun 2022," tutur Axel.
Seiring dengan penurunan produksi batubara, Axel memprediksi volume penjualan batubara INDY bakal turun 8% YoY menjadi 40,1 juta ton, dari 43,6 juta ton. Perkiraan ini dengan asumsi rasio penjualan terhadap produksi 100% dan volume perdagangan batubara sebesar 7,3 juta ton.
Pada kuartal I-2023, mengingat cuaca kurang bagus yang terus berlanjut, produksi batubara INDY turun 6% YoY menjadi 7,9 juta ton. Penurunan ini menjadikan volume penjualan relatif datar sebesar 8,8 juta ton.
Baca Juga: Perusahaan Batubara Tertekan Beban Royalti
Lebih lanjut, saat ini, INDY tengah bertransisi ke bisnis non-batubara. Salah satunya melalui sepeda motor listrik kelas premium dengan merek ALVA ONE yang dijual dengan harga Rp 36,5 juta per unit.
Perusahaan mengirimkan 10 unit pertamanya ke konsumen pada November 2022. Untukt tahun ini, perusahaan menargetkan produksi 10-20 ribu unit dan secara bertahap meningkatkannya ke kapasitas penuh sebesar 100 ribu unit per tahun pada 2026.
Menurut Axel, transisi ke kendaraan listrik memang sangat menantang. Oleh karena itu, pemerintah akan memegang peran kunci, baik dalam memberikan insentif kendaraan listrik atau membatasi penggunaan sepeda motor dengan mesin pembakaran dalam.
Yang terbaru, pemerintah memberikan subsidi untuk kendaraan listrik tertentu. Sayangnya, ALVA ONE tidak masuk dalam daftar tersebut tapi pemerintah menyatakan bahwa semua produsen kendaraan listrik secara bertahap akan menerima insentif.
"Kami pikir untuk 2-3 tahun ke depan akan sulit bagi INDY karena bisnis baru tentu membutuhkan waktu untuk bisa menguntungkan," ucap Axel.
Baca Juga: Ini Strategi Indika Energy (INDY) Mencuil Peluang dari Perdagangan Karbon
Dalam riset tanggal 5 April 2023, Analis Henan Putihrai Sekuritas Ezaridho Ibnutama mengatakan, INDY menjalankan strategi akuisisi yang agresif untuk mengurangi paparan pada bisnis batubara. Pertama, PT Indika Multi Properti membeli 46% saham di PT Natura Aromatik Nusantara untuk memasuki bisnis minyak atsiri.
Kedua, anak perusahaan INDY lainnya, yakni PT Indika Medika Nusantara membentuk perusahaan joint venture (JV) dengan PT Bioneer Indika Group. JV ini akan fokus pada bidang kesehatan.
"Perusahaan juga telah menandatangani MoU dengan perusahaan kendaraan listrik Korea Selatan Daeyoung Chaevi untuk pendistribusian SPBU Chaevi di Indonesia," ucap Eza.
Baca Juga: Saham Emiten Bisnis Kendaraan Listrik Melesat Sesaat, Ini Rekomendasi dari Analis
Henan Putihrai Sekuritas merekomendasikan buy INDY dengan target harga Rp 2.910 per saham. Sementara itu, Sinarmas Sekuritas merekomendasikan netral INDY dengan target harga Rp 2.500 per saham.
Dari segi teknikal, Analis MNC Sekuritas merekomendasikan speculative buy dengan support di Rp 1.710 dan resistance Rp 1.805. Herditya memperkirakan penguatan INDY sedang berada di awal fase uptrend.
Selama tidak terkoreksi ke bawah support, INDY masih berpeluang melanjutkan penguatan. Hal ini dikonfirmasi dari MACD yang berpeluang goldencross dengan Stochastic yang sedang mengarah ke area netral.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News