Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat investor pada lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Selasa (21/2) terpantau tinggi. Penawaran masuk di lelang kali ini menembus Rp 30 triliun dari enam seri yang ditawarkan.
Mengutip keterangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, jumlah penawaran masuk pada lelang tanggal 21 Februari 2023 tepatnya sebesar Rp 30,45 triliun. Pemerintah hanya memenangkan Rp 12 triliun, atau lebih rendah di bawah target indikatif pemerintah sebesar Rp 14 triliun.
Total penawaran masuk pada lelang sukuk pekan ini lebih tinggi dibandingkan angka penawaran pada lelang SBSN dua pekan lalu yang sebesar Rp 26,26 triliun. Sementara nominal yang dimenangkan di lelang SBSN dua pekan lalu lebih tinggi senilai Rp 14 triliun.
Senior Vice President Head of Retail Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi menilai bahwa jumlah permintaan yang tinggi pada lelang SBSN kali ini menandakan likuiditas pasar obligasi tanah air yang masih positif. Investor masih mencari imbal hasil yang menarik dengan tingkat keamanan yang tinggi.
"Pada lelang kali ini, tingkat imbal hasil mengalami kenaikan dari lelang SBSN sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kenaikan imbal hasil obligasi konvensional dalam dua minggu terakhir," kata Reza kepada kontan.co.id, Selasa (21/2).
Baca Juga: Penawaran Masuk Lelang Sukuk Negara Tembus Rp 30 Triliun pada Selasa (21/2)
Reza mencermati bahwa perilaku investor masih waspada akan kenaikan tingkat suku bunga The Fed. Bank sentral Amerika Serikat (AS) itu berpotensi menaikkan suku bunga sebesar 50 bps lagi. Di sisi lain, Rupiah juga mengalami sedikit tekanan setelah melemah ke level Rp. 15.195 per dolar AS-Rp 15.200 per dolar AS.
Kondisi ini selaras dengan jumlah penawaran masuk tertinggi ke seri PBS036 yang sebesar Rp 8,10 triliun. PBS036 merupakan SBSN tenor pendek yang akan jatuh tempo pada 15 Agustus 2025.
Reza menilai alasan investor masih mencari tenor pendek karena untuk menurunkan tingkat risiko pada portofolio. Selain itu, investor ingin menyamakan tenor pada liabilitas (matching liabilities).
Baca Juga: Pasar Obligasi Positif, Penjualan Sukuk Negara Capai Target
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto turut melihat adanya potensi kenaikan suku bunga. Tekanan suku bunga global dapat memicu ketidakstabilan di pasar.
"Jadinya investor meminimalisir risiko dengan memilih tenor pendek," ungkap Ramdhan kepada Kontan.co.id, Selasa (21/2).
Ramdhan menuturkan, memang sebenarnya minat terhadap surat utang tenor pendek kembali lagi ke karakteristik investor. Tetapi, guna meredam risiko maka investor pada umumnya masuk ke instrumen-instrumen jangka menengah dan pendek.
Sementara, Reza menyoroti nominal yang dimenangkan pemerintah lebih rendah di bawah target indikatif. Reza menilai pertimbangan pemerintah dalam memenangkan penawaran yakni melihat level imbal hasil yang masuk dan disesuaikan dengan tingkat pasar saat ini.
Apabila investor memasukkan penawaran dengan level yang terlalu tinggi, maka pemerintah tidak perlu mengambil nominal seluruhnya. Hal ini bertujuan untuk menjaga biaya penerbitan obligasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News