Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komoditas perak tengah bersinar. Bahkan diprediksi, tren kenaikan harga perak masih akan berlanjut untuk jangka waktu panjang. Meskipun begitu, risiko koreksi harga perak tetap ada seiring dengan perkembangan kasus pandemi Covid-19.
Mengutip Bloomberg, Kamis (13/8), harga perak spot tercatat berada di level US$ 26,24 per ons troi, naik 2,86% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Alhasil, secara year to date (ytd) harga perak sudah naik 47%, mengingat di akhir 2019 lalu, harga perak ada di level US$ 17,85 per ons troi.
Sementara itu, harga perak untuk kontrak pengiriman September 2020 naik 15 sen atau 0,58% menjadi US$ 26,13 per ons troi.
Baca Juga: Jelang sore, harga emas spot berada di US$ 1.934,15 per ons troi
Menurut, Research & Development ICDX Nikolas Prasetia, sentimen positif bagi harga perak masih datang dari kenaikan kasus Covid-19 di sejumlah negara serta isu stimulus dari Amerika Serikat.
Sebagai salah satu komoditas yang masuk kategori logam mulia, pergerakan harga perak dari awal tahun cenderung fluktuatif. Hal itu sebenarnya berbeda dari harga emas yang terus menguat di tahun ini.
"Fluktuasi harga perak yang telat ini disebabkan oleh aktivitas industri yang kembali berjalan meski pertambahan kasus Covid-19 masih tinggi," kata Nikolas kepada Kontan.co.id, Kamis (13/8).
Selain itu, Nikolas bilang, emas umumnya digunakan sebagai aset investasi dan perhiasan, sementara perak hampir sebagian besar digunakan untuk industri. Dengan kebijakan seperti new-normal, serta beberapa negara yang melonggarkan lockdown secara agresif seperti China dan Italia, permintaan perak pun ikut terdorong dan menjaga stabilitas harga perak pada kuartal II-2020.
"Ada sedikit restart industri dari kebijakan lockdown sejak awal tahun, jadi permintaan perak perlahan mulai kembali. Ditambah lagi sentimen kenaikan emas sebagai logam mulia acuan membuat harga perak terus menanjak," tambahnya.
Hingga Maret 2020, Nikolas menyebut, kebutuhan perak untuk industri elektronik di dunia sudah mencapai 88% dari total kebutuhan untuk industri elektronik di 2019. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa permintaan perak untuk industri bisa saja melampaui capaian 2019.
Baca Juga: Harga emas spot naik ke US$ 1.930,78 per ons troi, Kamis (13/8) pagi
Sudah masuk tren bullish
Namun, dia juga mengingatkan bahwa beberapa hal tetap harus diwaspadai, seperti harga perak yang sudah naik cukup tinggi. Hal tersebut bisa menjadi penghalang bagi industri untuk melakukan pembelian perak, apalagi selama masa pandemi kekuatan konsumen sedikit mengalami pelemahan.
Nikolas menambahkan bahwa di kuartal I-2020, permintaan perak dalam bentuk koin dan batangan sudah melampaui permintaan yang tercatat di 2019. Bahkan, harga perak sudah masuk dalam tren bullish sejak harga berhasil tembus US$ 21,2 per ons troi.
"Untuk jangka pendek menengah, harga perak bisa saja mengalami riak-riak (terkoreksi) mengikuti harga emas dan pergerakan dollar AS terhadap aset investasi," ungkapnya.
Adapun ketahanan bullish sangat bergantung pada dua skenario yang terjadi ke depan. Pertama, akibat kenaikan sentimen lindung nilai atau safe haven, tren harga perak bisa terus mengikuti harga emas. Bahkan ada ruang kenaikan selama pandemi atau paling tidak hingga anti-virus ditemukan.
Untuk saat ini ada berita bahwa pihak Rusia telah menemukan vaksin, sehingga perlu diwaspadai pergerakannya bisa memicu koreksi sewaktu-waktu.
Kedua adalah ketika industri mulai kesulitan melakukan pembelian perak di tengah masih rendahnya kemampuan konsumen untuk menyerap barang jadi. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat membuat harga perak perlahan-lahan terkoreksi.
Baca Juga: Ekonom Bank Permata memprediksi neraca dagang Juli 2020 surplus US$ 1,24 miliar
Ke depan, Nikolas memandang baik emas dan perak sama menariknya. Untuk emas, karena harga sudah sempat menembus level tertinggi tapi sentimen global yang disuntikkan ke harga emas belum selesai. Alhasil, peluang terjadi koreksi cukup dominan pada harga emas dan mungkin bisa dimanfaatkan, terutama karena nilai emas sendiri yang tidak terkikis setiap tahunnya.
Sedangkan untuk perak, kenaikan yang terjadi baru dan menembus level penting sejak 2017, tengah mengarahkan harga perak menuju level resistannya di kisaran US$ 35 per ons troi. "Tren harga perak terlihat masih memiliki ruang yang cukup untuk berkembang meski masih perlu diwaspadai koreksi-koreksi yang bisa terjadi," jelasnya.
Hingga akhir tahun, harga perak diprediksi menuju kisaran US$ 34 per ons troi hingga US$ 36 per ons troi, syaratnya selama dalam tren bullish atau pandemi masih berlanjut. Sebaliknya, jika tidak ada sentimen tambahan harga perak bisa saja konsolidasi di kisaran US$ 21 per ons troi hingga US$ 22 per ons troi.
Cenderung volatil
Hal senada diungkapkan oleh Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono. Menurutnya, kenaikan harga perak masih berpotensi lanjut saat ini. "Tinggal menunggu waktu," tambahnya.
Adapun sentimen penguatan perak ke depan yakni, untuk mengejar kenaikan harga emas yang ditopang sentimen kebijakan moneter dari bank sentral dunia, sekaligus disertai spekulasi pasar. Di samping itu, perak merupakan bagian dari komoditas industri yang saat ini tengah rebound seiring dengan membaiknya ekonomi dan gencarnya gelontoran paket stimulus di beberapa negara.
Untuk itu, Wahyu memprediksi hingga akhir tahun harga perak berpeluang menuju level resistance di kisaran US$ 35 per ons troi.
Namun, lanjut Wahyu, ada sejumlah sentimen negatif yang bisa menahan laju harga perak. Dia menilai, pergerakan harga perak cenderung lebih volatil di antara komoditas lainnya, bahkan jika dibandingkan dengan harga emas.
"Sentimen negatif jelas terkait virus corona dan imbasnya terhadap ancaman pertumbuhan ekonomi global. Ditambah lagi, pasar haus akan likuiditas terhadap dolar AS yang membuat banyak aset bahkan emas ikut dijual," kata Wahyu kepada Kontan, Kamis (13/8).
Jika tidak ada isu pandemi Covid-19 bisa dipastikan pergerakan perak akan mengikuti tren pergerakan harga emas yang mampu tembus ke level tertingginya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News