kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Tembaga jangka pendek diselimuti sentimen negatif


Rabu, 22 Maret 2017 / 19:24 WIB
Tembaga jangka pendek diselimuti sentimen negatif


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Harga tembaga kembali pudar seiring dengan meredanya kekhawatiran produksi. Ancaman banjir pasokan disertai turunnya permintaan kini siap menghadang laju tembaga.

Mengutip Bloomberg, Rabu (22/3) pukul 10.32 waktu Shanghai, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange melemah 0,6% ke level US$ 5.740 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Sedangkan dalam sepekan terakhir, tembaga tergerus 2,1%.

Harga tembaga sudah melemah dalam tiga hari beruntun. Pada Selasa (21/3) tembaga bahkan jatuh hingga 1,8%.

Andri Hardianto, Analis PT Asia Tradepoint Futures mengatakan, ada tiga faktor yang membuat harga tembaga tertekan. Pertama, tambang Freeport McMoran di Grasberg, Papua telah kembali melakukan produksi tembaga setelah sempat dilarang selama sebulan.

Freeport kembali mendapat izin untuk mengekspor konsentrat tembaga sehingga dikhawatirkan semakin menambah pasokan global.

Kedua, masalah mogok kerja yang mengganggu produksi tambang tembaga BHP Billiton Ltd di Escondida, Chili mulai mendapat titik terang. Perwakilan pekerja bersedia bertemu dengan perusahaan pada pekan ini untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Dengan demikian, terbuka peluang produksi tembaga dari tambang Escondida kembali naik. Lalu yang ketiga yakni adanya tambahan produksi dari tambang tembaga di Peru. Produksi tembaga Peru tercatat naik 24,8% di bulan Januari lalu dibanding periode sama tahun sebelumnya.

Kekhawatiran produksi baik di Indonesia, Chili maupun Peru disertai dengan harapan kenaikan permintaan China dan Amerika Serikat (AS) menjadi pendorong laju harga tembaga hingga ke level tertinggi sejak 2015 pada bulan Februari lalu lalu. "Tetapi untuk sekarang, pergerakan tembaga dalam jangka pendek masih akan diselimuti sentimen negatif," kata Andri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×