Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komoditas energi secara umum tengah diselimuti sentimen positif. Tengok saja pergerakan harganya yang mencatatkan tren positif, bahkan beberapa di antaranya merupakan rekor tertingginya.
Batubara misalnya, harga batubara ICE Newcastle kontrak September 2021 pada penutupan Jumat (6/8), berada di level US$ 156,95 per ton atau telah menguat hampir 92% sejak akhit tahun kemarin. Sementara harga gas alam, merujuk di Bloomberg pada akhir penutupan Jumat ada di level US$ 4,14 per mmbtu atau telah menguat 62,99% secara year to date (ytd).
Hanya harga minyak dunia yang justru berada dalam tren koreksi seiring dengan adanya tekanan dari persebaran Covid-19 varian Delta. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) berada di US$ 68,28 per barrel. Namun, sebelum tren pelemahan, harga minyak WTI sempat berada di US$ 75 per barrel.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim secara umum, komoditas energi saat ini dipengaruhi oleh keadaan pasokan dan permintaan yang tidak seimbang, khususnya untuk batubara dan gas alam. Banyak negara produsen komoditas ini yang produksinya terhambat karena faktor cuaca maupun tidak maksimal karena adanya lockdown atau pembatasan kegiatan.
Baca Juga: Harga batubara terus mendaki, China masih jadi faktor utamanya
Di satu sisi, permintaan cenderung terus meningkat seiring dengan pemulihan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia. Menurut Ibrahim, kenaikan harga komoditas ini juga tidak terlepas dari aksi para spekulan yang memanfaatkan tren harganya saat ini.
“Gas alam merupakan salah satu komoditas yang bisa dimanfaatkan para spekulan. Potensi pergerakan harga yang fluktuatif dimanfaatkan untuk melakukan hedging di derivatif yang diharapkan bisa menutupi kerugian para pelaku pasar,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Jumat (6/8).
Senada, Founder Traderindo.com, Wahyu Laksono menjelaskan, Rusia selaku importir gas alam terbesar, saat ini memang tengah kekurangan pasokan. Hal ini disebabkan oleh aliran gas alam melalui pipa Yamal - Eropa secara tiba-tiba mengalami penurunan pasokan. Hal ini membuat Eropa kehabisan waktu untuk mengisi inventori memasuki musim dingin.
Baca Juga: Kembali perketat sanksi DMO batubara, Pengamat: Perlu konsistensi penerapan
Hal ini juga diperparah dengan sikap geopolitik Rusia menekan otoritas Uni Eropa untuk menyetujui proyek Nord Stream 2 pipa ganda melalui Laut Baltik dan Jerman. Menurut Wahyu, hal ini bisa membuat harga gas alam di Eropa terus meningkat.
“Apalagi, gas alam ini punya harga yang sangat volatile, suatu waktu bisa melonjak tinggi seperti saat ini, bisa juga koreksi dalam. Ini menjadikan komoditas yang satu ini sebagai tempat terbaik bagi pelaku pasar untuk melakukan spekulan dan trading, karena semakin tinggi volatilitas harga, semakin tinggi juga kesempatan untuk profit taking,” imbuh Wahyu
Ibrahim meyakini, harga gas alam saat ini cenderung terlalu tinggi dan rawan koreksi. Ia bilang, harga gas alam secara fundamental bisa berada di level US$ 4 per mmbtu ketika sudah memasuki musim dingin ketika permintaan naik. Oleh karena itu, perkiraannya harganya akan mulai kembali melandai pada September dan Oktober. Hitungannya, koreksi akan membawa harga gas alam ke level US$ 3,8-3,9 per mmbtu.
Selain itu, kebijakan lockdown yang dilonggarkan atau dihapus akan berpotensi membuat produksi kembali normal sehingga pasokan tidak lagi menjadi kekurangan. Namun, ia menyebut, harga gas alam akan kembali naik lagi ke area US$ 4 per mmbtu menjelang akhir tahun nanti. Proyeksinya, pada akhir 2021 harga gas alam akan ada di level US$ 4 per mmbtu.
Baca Juga: IHSG diprediksi menguat terbatas pekan depan, berikut sentimen yang membayangi
Sementara menurut Wahyu, selama masalah supply-demand belum teratasi, lalu stimulus masih mengalir, serta cuaca yang mendukung, harga komoditas energi masih bisa akan naik. Proyeksinya, harga gas alam bisa bergerak ke arah US$ 4,5 per mmbtu, walau setelah itu rentan terkoreksi.
Sementara untuk minyak dunia, proyeksinya berada di kisaran US$ 70 per barel- US$ 80 per barel. Lalu untuk harga batubara berpotensi berada di US$ 150 per ton–US$ 160 per ton masih bisa dikejar, tetapi masih rentan koreksi, terutama di akhir kuartal ketiga atau keempat 2021.
Baca Juga: Trader manfaatkan fluktuasi harga minyak untuk meningkatkan transaksi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News