Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak ditutup turun sekitar 1% pada perdagangan hari akhir pekan. Ini membuat minyak membukukan penurunan mingguan paling tajam dalam beberapa bulan.
Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran bahwa pembatasan perjalanan untuk mengekang penyebaran Covid-19 varian Delta yang akan menggagalkan pemulihan permintaan energi secara global. Tak pelak, dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat membuat minyak yang diperdagangkan dalam mata uang the greenback lebih mahal bagi pembeli dalam mata uang lain.
Alhasil, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman September 2021 ditutup melemah 1,2% menjadi US$ 68,28 per barel pada penutupan Jumat (6/8). Artinya, dalam sepekan ini, harga WTI sudah jatuh hampir 7% dan merupakan penurunan mingguan terbesar dalam sembilan bulan terakhir.
Fluktuasi harga minyak cukup tajam sepanjang tahun ini. Harga minyak WTI berada dalam tren kenaikan hingga US$ 75 per barel. Belakangan, harganya baru berada dalam tren bearish hingga menyentuh US$ 68,28 per barel.
Baca Juga: Harga minyak jatuh dalam penurunan mingguan terbesar dalam beberapa bulan
Research & Development Indonesia Commodity & Derivative Exchange (ICDX) Girta Yoga mengungkapkan, tren harga minyak mentah saat ini memang menjadi daya tarik bagi para trader untuk melakukan trading dan mengambil keuntungan di tengah fluktuasi harganya. Hal tersebut tercermin dari kenaikan transaksi pada komoditas minyak di ICDX.
“Berdasarkan catatan kami, sepanjang paruh pertama tahun ini, transaksi minyak mentah mencapai 27.998 lot atau naik sebesar 1.155% secara year on year,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Jumat (6/8).
Yoga menambahkan, penyebaran Covid-19 varian Delta saat ini memberikan katalis negatif bagi permintaan minyak. Tapi dia memproyeksikan, harga minyak mentah masih berpotensi melanjutkan tren penguatan.
Baca Juga: Menguat 2,20% pekan ini, IHSG masih punya peluang menguat pekan depan
Menurut dia, hal tersebut akan didukung oleh semakin gencarnya program vaksinasi yang dilakukan secara global. Selain itu, proyeksi positif dari OPEC serta IEA yang masing-masing optimistis akan terjadi peningkatan permintaan minyak mentah dunia pada 2021, yang tentunya mengimbangi kebijakan pelonggaran pemangkasan produksi OPEC+.
“Selain itu, potensi kembalinya minyak Iran ke pasar minyak global juga semakin kecil dengan dilantiknya Ebrahim Raisi sebagai presiden Iran yang baru, yang terkenal anti-barat,” imbuh Yoga.
Sementara Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menyebutkan, secara teknikal, harga minyak akan cenderung sulit untuk naik di akhir tahun. Doa memproyeksikan, harga minyak tidak akan jauh dari harga saat ini, yakni di kisaran US$ 67 per barel-US$ 68 per barel.
Selanjutnya: IHSG diperkirakan menguat terbatas pekan depan, ini sentimen yang mempengaruhi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News