Reporter: Dimas Andi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah sukuk korporasi yang beredar di pasar keuangan dalam negeri masih rendah. Namun instrumen ini tetap menarik bagi investor yang memiliki kebutuhan aset investasi berbasis syariah.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Juni, ada 89 sukuk korporasi yang beredar di pasar sekunder, dengan nilai outstanding sebesar Rp 16,34 triliun. Nilai outstanding tersebut naik 3,7% secara year to date.
Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, nilai outstanding sukuk korporasi bahkan tidak sampai seperempat dari total outstanding obligasi korporasi secara keseluruhan. Seperti yang diketahui, BEI mencatat total outstanding obligasi korporasi di bulan Juni lalu mencapai Rp 402,54 triliun.
Maklum saja, tidak sembarangan perusahaan bisa menerbitkan sukuk korporasi. Perusahaan yang menjalankan bisnisnya tanpa prinsip syariah, seperti produsen rokok atau perbankan umum, tidak dapat menerbitkan instrumen tersebut.
Akibatnya, pangsa pasar sukuk korporasi juga mini. "Perusahaan jasa keuangan non syariah tidak bisa menerbitkan sukuk, padahal perusahaan seperti ini paling berkontribusi terhadap jumlah outstanding obligasi korporasi konvensional," jelas Desmon, Rabu (18/7).
Untuk saat ini, perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan konstruksi jadi yang paling rajin menerbitkan sukuk korporasi.
Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menambahkan, sukuk korporasi pada dasarnya ditujukan untuk mengakomodasi investor yang memiliki kebutuhan khusus terhadap instrumen berbasis syariah. Contohnya, manajer investasi yang mengelola reksadana syariah, perusahaan asuransi syariah dan dana pensiun syariah.
Investor seperti itu dinilai tidak banyak dijumpai di Indonesia. Akibatnya, permintaan terhadap sukuk korporasi tidak begitu besar, sejalan dengan jumlah penawarannya yang tergolong rendah.
Kebal sentimen negatif
Selain itu, likuiditas sukuk korporasi di pasar sekunder tidak sebaik sukuk pemerintah. "Penerbit sukuk korporasi akhirnya mesti bersaing juga dengan pemerintah untuk mendapatkan investor," jelas Anil.
Untuk saat ini, sukuk korporasi tetap layak dikoleksi. Pasalnya, di luar unsur syariah, instrumen ini memiliki karakteristik yang sama dengan obligasi korporasi pada umumnya.
Selain tawaran imbal hasil yang relatif lebih tinggi dari obligasi pemerintah, harga sukuk korporasi juga cenderung aman dari sentimen negatif eksternal yang melanda pasar obligasi domestik. "Sukuk korporasi umumnya bertenor 3 tahun-5 tahun, maka investor kerap berinvestasi di instrumen ini hingga jatuh tempo," terang Desmon.
Meski sentimen negatif yang berhembus di pasar global tak berdampak ke imbal hasil sukuk korporasi, hal ini mempengaruhi minat perusahaan selaku penerbit sukuk korporasi. Alhasil, pertumbuhan emisi dan outstanding instrumen ini jadi stagnan.
Penerbitan sukuk antara lain bisa berkurang bila bunga tinggi. Maklum saja, agar sukuknya menarik, penerbit terpaksa harus memberi bagi hasil tinggi, sehingga cost of fund perusahaan naik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News