Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana campuran masih belum menunjukkan tajinya sepanjang tahun ini. Meski begitu, produk investasi ini dinilai masih memiliki prospek yang cukup baik.
Berdasarkan data Infovesta, secara industri kinerja reksadana campuran mencatatkan return negatif 1,99% MoM di April 2024. Sementara sejak awal tahun kinerjanya juga mencetak return negatif 1,12% YtD.
Investment Analyst Sucorinvest Asset Management (Sucorinvest AM) Bryan Soetopo menyebutkan, secara keseluruhan market masih mengalami volatilitas karena oleh suku bunga Amerika Serikat (AS). Narasinya 'higher for longer' dan ketidakpastian kondisi geopolitik Timur Tengah.
Di bulan April, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk meningkatkan acuan suku bunga dari 6% ke 6,25%. Keputusan ini dipicu atas kurs rupiah yang melemah sampai mencapai level Rp 16.200 per dolar AS.
"Oleh karena ini, kedua pasar saham dan pasar obligasi terkena dampak dari kenaikan yield obligasi 10-tahun dari 6,65% dan sempat menyentuh level 7,3%. Di sisi lain, JCI juga turun 0,75% di bulan April yang menyebabkan penurunan kinerja reksadana campuran secara keseluruhan," kata dia kepada Kontan.co.id, Selasa (14/5).
Baca Juga: Meski Tertekan, Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik
Meski begitu, Sucorinvest mampu mencetak kinerja yang positif untuk produk reksadana campuran. Lihat saja, Sucorinvest Flexi Fund yang tumbuh 0,97% MoM dan 0,15% Ytd, Sucorinvest Sharia Balanced Fund (SSBF) tumbuh 0,31% MoM dan 2,08% Ytd, dan Sucorinvest Premium Fund (SPF) tumbuh 0,11% MoM dan 1,69% Ytd.
Karenanya, ia optimis kinerja reksadana campuran masih menarik sebagai salah satu pilihan instrumen investasi. Terlebih, dengan potensi the Fed memangkas suku bunga jika data inflasi dan data pekerjaan mendukung keputusan tersebut.
Guna memaksimalkan return, Sucorinvest AM menerapkan beberapa strategi menyesuaikan masing-masing produk. Bryan mencontohkan, SPF & SSBF merupakan produk reksadana dengan risiko moderat. Ia menyebut, dalam fund tersebut itu alokasi aset lebih ke obligasi/sukuk (lower duration).
"SPF dan SSBF penempatan pada efek-efek dengan volatilitas yang lebih rendah dibandingkan tolok ukurnya," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News