Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Arus dana keluar (outflow) investor asing telah melemahkan pasar keuangan domestik. Imbasnya, tekanan jual sudah menyeret jatuhnya Harga saham dan obligasi ke level terendah.
Dalam kondisi koreksi pasar ini, banyak investor mengeluh karena investasi yang terus merugi. Sehingga, investor mungkin semestinya menyesuaikan strategi baru untuk memaksimalkan potensi keuntungan saat keadaan pasar tidak baik-baik saja.
Institutional Research PT Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy, mengatakan bahwa capital outflow memang telah memberatkan pasar keuangan domestik. Hal itu tercermin dari tekanan jual di pasar saham dan obligasi, serta pelemahan nilai tukar rupiah secara drastis.
Baca Juga: Spread Dengan US Treasury Makin Tipis, Masih Ada Outlflow Investor Asing di Pasar SUN
Keluarnya dana asing ini hampir terjadi setiap hari yang menjadi momok menakutkan bagi rupiah. Sehingga, wajar apabila rupiah sebelumnya sempat berada di posisi 5 terbawah mata uang terburuk di kawasan regional.
Adapun selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 16 Mei 2024, investor asing atau non residen jual neto sebesar Rp 42,27 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 2,05 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 53,18 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Pelemahan rupiah benar-benar disetir oleh capital outflow yang keluar setiap hari,” kata Isfhan dalam webinar yang diselenggarakan, Rabu (22/5).
Seperti diketahui, rupiah sempat berada di atas Rp 16.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Kurs rupiah menyentuh level paling lemah sejak 7 April 2020 atau dalam lebih dari empat tahun terakhir.
Baca Juga: BI: Risiko turun, capital inflow lebih tinggi
Isfhan melihat, outflow asing ini kemungkinan juga masih akan berkepanjangan. Hal tersebut karena menilai proyeksi US Treasury akan tetap tinggi setidaknya sampai bulan September 2024 mendatang.
Apalagi, Jepang dan China sudah tidak lagi menjadi pembeli surat utang Amerika Serikat (AS), sehingga banyak negara-negara Eropa mulai beralih dari emerging market menuju beli US Treasury dengan yield kisaran 4,7% - 5%.
“Artinya sampai bulan segitu masih begitu riskan untuk Indonesia terjadi capital outflow, baik bond (surat utang) ataupun equity (saham),” ujar Isfhan.
Baca Juga: BI Diperkirakan Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6,25% pada Mei 2024
Isfhan menyoroti bahwa tren saat ini sudah berbalik khususnya di Surat Berharga Negara (SBN). Seperti diketahui, outflow SBN dari awal tahun hingga pertengahan Mei 2024 ini sekitar Rp 40 triliun, berbanding terbalik dengan kondisi inflow SBN sebesar Rp 80 triliun di sepanjang tahun 2023.
Sedangkan, pasar saham cukup menarik dengan outflow sebesar Rp 2,05 triliun dari awal tahun hingga 16 Mei 2024. Tahun 2023 lalu, outflow di pasar saham total sekitar Rp 10,74 triliun.
Isfan bilang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah terkoreksi cukup dalam selama adanya tekanan jual dari asing. Walau demikian, sebenarnya beberapa saham masih menawarkan pengembalian positif.
“Kita lihat pasar saham sudah berada di bawah banget, jadi kami lebih memilih equity ketimbang bond,” jelasnya.
Ishfan berujar, investor bisa memanfaatkan posisi pasar saham yang tengah berada di level terendahnya untuk mengoleksi saham berkualitas. Dalam kondisi tekanan jual saham seperti saat ini, Sinarmas Sekuritas setidaknya melihat ada 6 saham yang bisa dicermati sebagai favorit investor asing.
Baca Juga: Investor Asing Banyak di Industri Perbankan Tanah Air, Siapa Paling Cuan?
Investor bisa memanfaatkan BBRI dan BBCA sebagai safe haven karena aksi jual (net sell) diperkirakan terbatas seiring lebih rendahnya kepemilikan asing. Kemudian, investor bisa mencermati saham defensif seperti ICBP dan AMRT karena tidak ada outflow asing saat harga jatuh, melainkan penjualan dari investor domestik.
Lalu, ada BFIN dan CTRA yang sebenarnya asing memiliki sekitar Rp 1 triliun kepemilikan di masing-asing saham tersebut. Harga saham keduanya sempat koreksi dalam ternyata tekanan jual bukan dari asing. Ini artinya investor asing masih optimistis dengan potensi BFIN dan CTRA.
Isfhan menjelaskan, bisa menerapkan strategi Dollar Cost Averaging (DCA) untuk membeli saham saat di posisi bawah. Dengan demikian, investor bisa mendapatkan keuntungan setengah harga saat harga sahamnya mulai pulih lagi. Adapun Sinarmas Sekuritas memproyeksi IHSG bisa menuju kembali level 7.600 di akhir 2024.
Baca Juga: Bunga Acuan Bisa Bertahan Hingga Akhir Tahun 2024
Sementara, fair yield SBN dipandang sudah mencapai puncak (peak) di 7,3% yang terjadi pada April lalu. Saat ini, yield sudah kembali menguat dalam artian bergerak turun ke level 6,9%.
Ishfan menyebut, kemungkinan yield SBN 10 tahun akan berada di kisaran 6,9% - 6,7%. Sehingga, bagi investor disarankan untuk trading saja ketika yield SBN di posisi 6,8% - 6,7% untuk beli, lalu di atas 7% jual kembali untuk mencari spread.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News