Reporter: Dityasa H Forddanta |
JAKARTA. Biaya operasional perusahaan tambang batubara diperkirakan akan naik. Ini dipicu wacana pemerintah yang akan mengenakan royalti sebesar 10% terhadap izin usaha pertambangan (IUP) batubara.
Namun, Hendra Surya, Direktur Utama PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) mengatakan, pihaknya akan mematuhi semua peraturan pemerintah, khususnya kebijakan royalti tersebut yang kabarnya diputuskan hari ini.
"Akan kami jalankan jika itu menyangkut kepentingan nasional," imbuhnya.
Dirinya menambahkan, SMMT telah mengantisipasi skenario terburuk jika nantinya kebijakan royalti tersebut benar- benar diberlakukan. Efisiensi operasional, khususnya untuk operasional komponen dan logistik bakal terus digenjot.
"Jika efisiensi ini berhasil, maka kenaikan royalti pasti bisa kami hadapi," tukas Hendra.
Pada kesempatan yang sama, Abed Nego, Direktur Keuangan SMMT, memastikan, kebijakan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan SMMT.
"Soalnya, GAR batubara kami berada di level 4.800 - an, sehingga tidak terpengaruh kenaikan royalti," imbuhnya.
Pendapat itu mengacu pada pemecahan kebijakan royalti IUP yang diberlakukan. Rinciannya, besaran royalti 3% dikenakan untuk produksi batubara dengan kualitas di bawah 5.100 kcal/kg. lalu, untuk kualitas batubara antara 5.100 kcal/kg hingga 6.100 kcal/kg dikenakan 5%, dan batubara dengan kualitas di atas 6.100 kcal dikenakan royalti 7%.
Sementara, untuk perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) juga dikenakan tarif royalti. Namun, tarif royaltinya tidak dihitung dari kualitas batubara melainkan penyetaraan sebesar 13,5% dari hasil penjualan.
"Tapi, guna menyiasati kebijakan tersebut, untuk sementara kami kurangi rasio stripping (pengupasan tanah). Soalnya, kegiatan stripping operasionalnya paling besar," pungkas Abed.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News