Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bayangan ketidakpastian dari global maupun domestik masih menyelimuti kinerja pasar modal dan keuangan Indonesia. Tercatat aset kripto dan emas telah mencetak kinerja tertinggi sepanjang bulan April 2025.
Melansir Bloomberg, Harga bitcoin (BTC) meningkat signifikan 16,97% secara bulanan atau month of month (MoM). Namun, jika ditelaah sejak awal tahun, BTC masih konsisten berada di zona koreksi minus 9,25% secara year to date (YTD).
Adapun harga emas spot telah naik 5,15% MoM dan menguat 17,08% YTD.
Sementara pairing mata uang CHF/IDR masih memegang posisi utama diantara sejumlah valuta asing lainnya dengan presetase kenaikan 6,73% MoM dan lebih dari 12% YTD. Lalu kinerja pasar ekuitas yang ditandai dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat naik 3,93% MoM dan 4,82% YTD.
Baca Juga: Obligasi Dinilai Lebih Menarik di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Lalu, kinerja surat berharga negara (SBN) unggul dibandingkan surat utang korporasi sepanjang bulan April 2025 dengan presentase 1,63% MoM dan 1,38% MoM, berdasar pergerakan Indobex.
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy menyoroti, umumnya kenaikan harga pada aset-aset safe haven seperti emas kerap terjadi seiring dengan tingginya tensi ketidakpastian, dan kenaikan yang begitu signifikan mencerminkan seberapa dalam genangan ketidakpastian ekonomi itu sendiri.
Kendati begitu, harga emas sangat mungkin untuk terkoreksi, mengingat kenaikannya yang terbilang cukup tinggi, jadi tidak sedikit investor yang memanfaatkan momentum ini untuk profit taking.
Apalagi dengan munculnya sinyal de-eskalasi perang dagang antara AS – China, membuat aset-aset berisiko kembali dilirik.
Baca Juga: Simak Tips Perencana Keuangan Mengelola Portofolio di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
"Koreksi besar bisa juga terjadi ketika investor besar seperti pemerintah China berhenti melakukan aksi borong emas," tambah Budi kepada Kontan.co.id, Jumat (02/5).
Budi menilai, aset lainnya seperti mata uang asing diluar dolar AS yang meningkat signifikan salah satunya disebabkan oleh tekanan indeks dolar (DXY) AS. Ditambah dengan rupiah yang tidak mampu memanfaatkan momentum tersebut untuk melampaui dolar AS dan mata uang utama lainnya.
"Dari domestik sendiri, fundamental ekonomi Indonesia memang cenderung lemah dan beberapa data ekonomi lebih rendah dibandingkan tahun lalu," ujar Budi.
Menurut Budi, rebound pada aset kripto dan pasar ekuitas telah mencuri perhatian sepanjang bulan April lalu. Tetapi, pergerakan kedua aset berisiko ini masih akan sangat fluktuatif melebihi SBN. Sehingga, Budi menjagokan instrumen surat utang pemerintah, karena dinilai dinilai lebih aman dan tetap memberikan imbal hasil yang menarik.
"Karena itu wajar sekali jika kinerja SBN lebih rendah dari alternatif investasi lainnya, karena hampir ekuivalen dengan aset safe heaven," terang Budi.
Baca Juga: Ada Eskalasi Perang Dagang, Begini Tips Mengatur Portofolio Investasi
CEO and Founder Finansialku Melvin Mumpuni juga menyoroti, kenaikan IHSG disokong oleh beberapa perusahaan yang mulai rilis laporan keuangan, ditambah bulan ini merupakan musim pembagian dividen. Sehingga banyak investor ataupun analis yang semula pesimis terhadap ekonomi, kini justru berbanding terbalik.
"Investor mulai kembali melirik pasar modal Indonesia, meskipun belum begitu signifikan," terang Melvin kepada Kontan.co.id, Sabtu (03/5).
Sementara rebound pada aset kripto didorong oleh beberapa hal seperti adopsi Exchange Trade Fund (ETF) dalam dunia kripto yang mulai diterima dan kebijakan pemerintah AS yang menjadikan BTC sebagai cadangan kripto AS.
Chartered Financial Analyst (CFA) dalam temuan risetnya menyarankan untuk menggunakan BTC sebagai salah satu alokasi aset.
"Pada akhirnya semua kembali lagi pada urgensi masing-masing investor, jadi tidak serta merta investor harus merubah portofolio investasinya," ujar Melvin.
Head of Business Development Division Henan Putihrai AM Reza Fahmi Riawan juga berpandangan serupa. Keputusan investasi investor harus mempertimbangkan tujuan investasi dan profil risiko masing-masing investor.
Jika investor memiliki eksposur tinggi terhadap aset berisiko, maka bisa mempertimbangkan diversifikasi dengan menambah alokasi ke reksadana pasar uang.
Baca Juga: Kocok Ulang Portofolio Investasi di Tengah Tren Pelemahan IHSG dan Harga Emas
Reza menilai, untuk investor dengan tujuan investasi jangka pendek atau dibawah dan sama dengan satu tahun, maka bisa mengalokasikan dananya ke aset likuid seperti saham blue-chip dan bitcoin untuk memanfaatkan momentum pasar.