Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Indonesia semakin dekat untuk pesta demokrasi di tahun depan. Seperti diketahui, pemilihan umum (pemilu) bakal dilaksanakan pada 14 Februari 2024 untuk Legislatif dan Presiden, serta Pilkada serentak pada 27 November 2024.
Banyak anggapan yang muncul bahwa ketidakpastian politik terkait Pemilu kerap menimbulkan kekhawatiran sebagian investor di pasar modal.
Padahal, kinerja pasar saham dan obligasi di tahun pemilu biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor makroekonomi global dan domestik ketimbang faktor politik.
Baca Juga: Risiko Volatil, Investor Memilih Berinvestasi ke Reksadana yang Minim Risiko
Lantas, seperti apa strategi investasi yang baik jelang tahun politik?
Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan, menyarankan investor sebaiknya mengetahui dulu kondisi pasar di luar dan dalam negeri, serta kelas aset yang berpotensi memberikan kinerja positif.
Kemudian susun portofolio dan sesuaikan komposisi aset di dalam portofolio dengan tujuan keuangan, jangka waktu, dan profil risiko masing-masing investor.
Katarina melihat, kondisi Pasar Asia masih menawarkan iklim investasi yang lebih ideal bagi para investor. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi, dengan angka inflasi yang mulai melandai, dan suku bunga di kawasan ini juga diperkirakan sudah berada di puncaknya.
“Ini sangat bertolak belakang dengan kondisi di negara belahan dunia barat yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan serta inflasi yang tinggi,” jelas Katarina dalam siaran pers, Rabu (4/10).
Dia menilai, pemulihan ekonomi China yang tidak terlalu positif justru membawa potensi keuntungan tersendiri bagi negara-negara lain di kawasan Asia untuk mendapatkan aliran dana investor asing yang mencari peluang di luar China.
Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Ketegangan China - AS Berdampak Besar ke Pasar Dunia
Dari dalam negeri, Indonesia mendapatkan kestabilan dari keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 21 September 2023 untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%.
Keputusan BI telah memperhitungkan potensi kenaikan suku bunga The Fed satu kali lagi hingga akhir tahun 2023.
Faktor lainnya dari domestik adalah perekonomian Indonesia yang dipandang masih tetap bagus. Hal ini didukung oleh angka inflasi bulan Agustus 2023 yang tetap terjaga di kisaran sasaran 3,0±1%.
Selain itu, Katarina menambahkan, stabilnya nilai tukar Rupiah menjadi salah satu penopang utama sentimen terhadap aset investasi Indonesia, baik untuk portofolio investasi maupun penanaman modal.
Dibandingkan mata uang negara lain yang hampir seluruhnya melemah terhadap dolar AS, pelemahan Rupiah masih lebih terjaga.
Katarina menunjukkan bahwa pasar pun sebenarnya tetap positif selama tiga pemilu terakhir. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan pertumbuhan pada tahun 2009, 2014, dan 2019, yakni masing-masing 87,0%, 22,3%, dan 1,7%, sehingga mengindikasikan IHSG masih naik saat pesta demokrasi.
Secara historis, investasi riil juga tetap berjalan walau mengalami sedikit penurunan pertumbuhan di tahun-tahun pemilu yang mencerminkan kecenderungan para pelaku bisnis untuk menunda investasi di tahun politik.
Katarina menilai bahwa pasar obligasi turut menunjukkan potensi pertumbuhan ke arah positif. Optimisme terhadap pasar obligasi terjaga dengan baik karena didukung oleh imbal hasil riil yang menarik dan fundamental makroekonomi yang kuat.
Baca Juga: Pasar Kripto Masih Prospektif, Ini Katalisnya
Apalagi, jeda kenaikan suku bunga dan ekspektasi terbatasnya laju penguatan USD dapat mendorong imbal hasil obligasi semakin turun, sehingga berdampak positif terhadap kinerja pasar obligasi.
Di sisi lain, pasar saham juga menawarkan titik masuk dan potensi kenaikan yang menarik. Emiten masih terus memberikan kinerja yang tumbuh sehat.
Secara agregat, laba korporasi di semester pertama tahun 2023 mencapai 50-51% dari perkiraan konsensus untuk sepanjang tahun 2023. Valuasi saham juga masih relatif murah.
“Dapat disimpulkan bahwa baik pasar obligasi maupun pasar saham memiliki potensi pertumbuhan yang positif di tahun pemilu 2024,” ujar Katarina.
Katarina menilai potensi pasar yang positif karena didukung oleh ekspektasi kebijakan suku bunga yang lebih akomodatif di 2024 dan valuasi pasar yang menarik.
Investor umumnya juga mengantisipasi fenomena window dressing di akhir tahun yang dilanjutkan dengan January effect pada awal tahun berikutnya.
“Sebaiknya para investor tetap berinvestasi secara regular dan melakukan diversifikasi portofolio, disesuaikan dengan tujuan keuangan, jangka waktu dan profil risiko masing- masing. Dengan demikian, diharapkan risiko keseluruhan portofolio terjaga, sementara hasil investasi semakin mendekati tujuan yang dicanangkan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News