Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memiliki pandangan yang konstruktif bagi pasar obligasi dan saham Indonesia ke depannya. Perusahaan manajer investasi (MI) ini memberikan strategi berinvestasi yang bisa diterapkan sesuai dengan profil risiko investor.
Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia mengatakan, pasar obligasi dapat menjadi pertimbangan bagi investor dengan profil risiko yang lebih konservatif. Sebab, kondisi makroekonomi yang kondusif dengan inflasi terus melandai dan kebijakan suku bunga sudah di puncak merupakan iklim yang suportif bagi kinerja pasar obligasi.
“Kondisi fiskal pemerintah yang sehat dengan kemungkinan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dikurangi juga menjadi faktor positif bagi pasar obligasi,” ungkap Katarina dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Rabu (13/7).
Menurut Katarina, kondisi makroekonomi Indonesia dalam posisi yang baik dan berpotensi untuk lebih baik lagi di paruh kedua tahun ini. Di paruh pertama tahun ini, narasi terkait pembukaan ekonomi dan turunnya inflasi domestik menjadi sorotan utama yang menjadi katalis bagi Indonesia.
Ke depannya, Manulife melihat adanya potensi katalis bagi ekonomi dari belanja pemerintah yang dapat dimaksimalkan, serta dampak positif dari periode menjelang periode pemilu 2024.
Pemerintah mencatat surplus APBN Rp 153 triliun per Juni 2023, di mana pendapatan mencapai 57% dari target, sementara belanja negara baru mencapai 41% dari target. Dengan demikian, masih ada potensi belanja negara yang bisa dimaksimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di paruh kedua.
Baca Juga: Simak Jurus MI Kelola Reksadana Pendapatan Tetap saat Penerbitan SUN Terbatas
Selain itu, periode kampanye pemilu diperkirakan dapat berdampak positif bagi konsumsi masyarakat. Anggaran pelaksanaan pemilu serentak 2024 mencapai Rp 76 triliun, belum termasuk dana yang akan digelontorkan oleh partai politik.
“Besarnya perputaran dana dalam pesta politik ini dapat berdampak positif bagi konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi,” jelas Katarina.
Sementara, Katarina menilai kelas aset saham dapat dipertimbangkan untuk investor dengan profil yang lebih agresif atau sebagai booster bagi portofolio investor. Saham dianggap sebagai kelas aset yang undervalued sepanjang tahun ini karena secara fundamental kinerja emiten dalam pasar saham mencatat kinerja yang positif di kuartal pertama.
Investor asing juga memiliki pandangan positif terhadap pasar saham Indonesia, tercermin dari pembelian bersih asing mencapai US$ 1.1 miliar per Juni 2023. Namun sayangnya faktor-faktor tersebut belum diapresiasi oleh pasar. Valuasi pasar saham telah turun ke level yang atraktif dengan forward PE ratio di kisaran 12 kali, di bawah rata-rata jangka panjang di kisaran 15 kali yang memberikan entry point menarik bagi investor.
“Pertumbuhan konsumsi domestik di semester kedua, serta sinyal The Fed sudah mencapai puncak kebijakan suku bunga berpotensi menjadi katalis yang dapat menggerakkan kinerja pasar saham,” imbuhnya.
Baca Juga: Penerbitan Obligasi Korporasi Akan Marak di Semester II 2023
Bank Indonesia (BI) sendiri masih memiliki ruang untuk mempertahankan suku bunga, sehingga tidak perlu ikut bergerak naik mengikuti The Fed. Kondisi makroekonomi domestik yang suportif akan memberi ruang fleksibilitas bagi BI.
Tingkat inflasi terus melandai, nilai tukar Rupiah tetap pada level yang terjaga, serta surplus neraca perdagangan dan arus dana asing ke pasar finansial Indonesia merupakan faktor pendukung bagi BI untuk mempertahankan suku bunga.
Walaupun demikian, BI menegaskan bahwa fokus kebijakan saat ini adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, risiko terhadap stabilitas Rupiah seperti pelemahan kinerja perdagangan Indonesia, ataupun perubahan selera investasi asing ke pasar finansial Indonesia dapat menjadi faktor yang mendorong postur kebijakan BI bisa berubah.
Katarina menyarankan investor dengan horizon investasi jangka panjang untuk melihat potensi hasil investasi di pasar saham saat ini yang terlihat menarik. Bagi investor jangka panjang yang ingin berinvestasi di pasar saham dapat juga melakukannya melalui investasi di reksadana saham.
Investor diharapkan untuk memilah investasi di reksadana saham dengan strategi high conviction yakni pemilihan sahamnya lebih fleksibel, dengan deviasi lebih besar terhadap indeks acuan. Serta, menerapkan strategi core yang pemilihan sahamnya tidak berdeviasi jauh dari indeks acuan.
Baca Juga: Diproyeksi Positif, Simak Pandangan Manulife Terhadap Pasar Saham di Semeter II/2023
Katarina berujar, masing-masing strategi memiliki karakteristiknya. Strategi high conviction berpotensi mencatat hasil lebih tinggi ketika pemilihan saham diapresiasi pasar, namun strategi ini juga cenderung menunjukkan volatilitas lebih tinggi dibandingkan strategi core.
Strategi high conviction lebih cocok bagi investor dengan profil risiko agresif dan telah memiliki pengetahuan cukup terkait investasi di pasar saham. Terlepas dari itu, perlu diingat bahwa investor sebaiknya melakukan pemilihan investasi sesuai dengan profil risiko, tujuan investasi, serta horizon investasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News