Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar keuangan global terpukul kondisi Amerika Serikat (AS) yang di ambang resesi. Dalam kondisi penuh kekhawatiran ini, investor sebaiknya mengalokasikan ke aset aman terlebih dahulu sambil menunggu perkembangan pasar selanjutnya.
Sinyal pemangkasan suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) pekan lalu memang membuat pasar saham dunia sumringah, akan tetapi data ekonomi AS yang memburuk telah menyetir anjloknya pasar saham global.
Laporan penggajian nonpertanian (NFP) bulanan AS menunjukkan pertumbuhan pekerjaan turun menjadi 114.000 pada Juli dari 179.000 pada Juni. Sementara, tingkat pengangguran AS naik menjadi 4,3% pada Juli yang menunjukkan kerentanan terhadap resesi.
Akibatnya, bursa saham AS Wall Street ambruk yang turut mengekor bagi pergerakan pasar saham global. Dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 3,40% atau 248,47 poin ke level 7.059,6 pada perdagangan Senin (5/8).
Baca Juga: Dolar AS Melemah Tajam, Ini Mata Uang yang Layak Dipantau
Head of Investment Research Moduit, Manuel Adhy Purwanto mengamati, tekanan di pasar saat ini akibat munculnya kekhawatiran resesi karena bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed yang terlambat menurunkan suku bunga. Asumsi tersebut berdasarkan data ekonomi yang dirilis yakni PMI Manufaktur AS turun ke 46 dan tingkat pengangguran AS naik ke 4,3%.
“Data ini membawa kesimpulan pelaku pasar bahwa ancaman resesi meningkat di AS, yang kemudian memicu kekhawatiran akan terjadinya hard landing,” ungkap Manuel kepada Kontan.co.id, Senin (5/8).
Adapun jika The Fed menaikkan suku bunga dalam jumlah besar, itu dapat menyebabkan resesi yang dikenal sebagai hard landing . Namun, jika The Fed dapat menaikkan suku bunga cukup untuk memperlambat ekonomi dan mengurangi inflasi tanpa menyebabkan resesi, maka telah mencapai apa yang dikenal sebagai soft landing.
Kemudian, lanjut Manuel, tekanan bagi pasar juga diakibatkan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 0,1% - 0,25% dari rentang sebelumnya 0% - 0,1%. BoJ juga akan mengurangi program pembelian obligasi yang menimbulkan aksi jual besar-besaran di pasar saham Jepang (Nikkei) dan juga berpengaruh ke global.
Dengan suku bunga Jepang sebelumnya yang berada di 0% selama 17 tahun, membuat investor global banyak melakukan carry trade dengan mengambil pinjaman dalam Yen dengan bunga rendah dan berinvestasi di negara lain dengan ekspektasi return yang lebih tinggi. Sehingga, terjadi penyesuaian portofolio investor global.
“Risiko geopolitik di Timur Tengah dan Korea Utara yang menimbulkan ekskalasi perang lebih luas turut membuat investor cenderung defensif,” tambah Manuel.
Sementara itu, dari domestik, Manuel melihat adanya tekanan pasar akibat pengaruh rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal kedua 2024 sebesar 5,05%. Namun meskipun hasilnya lebih rendah secara kuartalan ataupun tahunan, tetapi masih di atas ekspektasi pasar.
“Dengan kondisi di atas saat ini, pasar memperkirakan Bank Sentral AS akan mempercepat penurunan suku bunga dengan probabilitas penurunan sebesar 50 bps di bulan September,” jelas dia.
Menurut Manuel, pemangkasan suku bunga AS nantinya akan berdampak positif ke Rupiah dan obligasi. Kondisi penurunan pasar saham saat ini juga menjadi kesempatan menarik untuk masuk, namun tetap perlu mempertahankan alokasi portofolio di aset yang lebih stabil seperti obligasi, pendapatan tetap, atau emas.
Baca Juga: IHSG Ambrol 3,40% Hari Ini (5/8), Net Sell Asing Tak Sederas Itu
“Besarnya alokasi disesuaikan dengan profil resiko dan preferensi dari masing-masing investor. Cuma memang dalam kondisi market panik, ada kesempatan membeli aset beresiko di harga murah,” tambahnya.
Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto menilai, kondisi global yang sedang ambruk salah satunya berkaitan dengan masih memanasnya konflik Timur Tengah. Akibatnya, investor mencari keamanan aset dengan mengakumulasi investasi tunai (cash).
“Untuk sementara, ketakutan perang dan imbas ke ekonomi global bisa memengaruhi suplai dan distribusi komoditas. Jadi sementara investor akan mengamankan aset ke kas sambil menunggu kondisi global akan seperti apa,” jelas Eko saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (5/8).
Dari dalam negeri, sentimen pasar yang selalu akan naik saat pergantian kepemimpinan telah membuat investor melepas investasi mereka yang tidak prospektif. Dimana, ada peralihan untuk bersiap masuk ke investasi yang lebih aman dan yang biasanya akan naik setelah pelantikan presiden.
Sehingga, Eko menyarankan investor saat ini untuk sementara bisa memegang kas dan emas sebagai aset aman (safe haven). Dalam jangka panjang, saham memang masih bagus, namun setidaknya menunggu jelang pelantikan Presiden, khususnya mencermati saham yang terafiliasi dengan pemerintahan baru.
“Saham yang berhubungan dengan rezim baru dan koleganya kemungkinan naik. Misalnya kalau Erick Thohir jadi Menteri lagi, maka saham yang terafiliasi dengan dirinya akan menarik dan potensi meningkatnya tinggi,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News