Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten petrokimia milik taipan Prajogo Pangestu, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), melaporkan perkembangan pembangunan pabrik chlor alkali dan ethylene dichloride (CA-EDC) mencapai 33%.
Pabrik bahan kimia yang terletak di Cilegon, Banten, ini dibangun melalui anak usaha TPIA, yakni PT Chandra Asri Alkali.
Presiden Direktur sekaligus CEO Chandra Asri Group Erwin Ciputra menjelaskan, pembangunan pabrik ini meliputi perataan lahan, pemadatan tanah, dan persiapan konstruksi fasilitas jetty. Upaya ini menurutnya menegaskan komitmen TPIA untuk mendukung program hilirisasi nasional.
"Dengan hadirnya pabrik CA-EDC ini, kami berharap dapat memperkuat posisi Indonesia di pasar Asia Tenggara serta menciptakan nilai tambah ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia,” ujar Erwin dalam keterangan resmi, Senin (8/9/2025).
Lebih lanjut Erwin menjelaskan, proyek ini memasuki fase pertama yang mencakup pembangunan pabrik dengan kapasitas produksi 400.000 ton soda kaustik padat per tahun. Jumlah itu setara dengan 827.000 ton dalam bentuk cair.
Selain itu, pabrik ini juga memiliki kapasitas produksi 500.000 ton ethylene dichloride.
Baca Juga: Chandra Asri (TPIA) Beberkan Progres Pembangunan Pabrik CA-EDC
Fase kedua, lanjut Erwin, akan berfokus pada peningkatan kapasitas produksi klor alkali serta pengembangan produk turunan berbasis klorin.
“Saat ini, studi kelayakan sedang dilakukan untuk mengevaluasi potensi hilirisasi yang dapat menciptakan nilai tambah lebih besar, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat rantai nilai industri kimia di dalam negeri,” urai Erwin.
Adapun, produksi ethylene dichloride ditargetkan untuk pasar ekspor dengan potensi devisa hingga Rp 5 triliun per tahun. Selain itu, Erwin bilang, substitusi impor soda kaustik diproyeksikan mampu memberikan penghematan hingga Rp 4,9 triliun per tahun.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi menilai, upaya ekspansi ini dapat berbuah positif bagi fundamental perusahaan sang induk, yakni TPIA. Sebab, pabrik ini mampu menambah kapasitas dan mendiversifikasi produk TPIA.
“Target ekspor bikin ada tambahan devisa sekitar Rp 5 triliun juga bisa berkontribusi pada kestabilan revenue, tidak cuma bergantung pada produk petrokimia,” jelas Wafi saat dihubungi Kontan, Kamis (11/9/2025).
Melongok posisi keuangan di semester I-2025, TPIA mampu membalik kerugian US$ 46,62 juta yang dicetak pada semester I-2024 menjadi laba bersih US$ 1,61 miliar.
Pendapatan TPIA juga naik signifikan dari US$ 866,49 juta menjadi US$ 2,92 miliar di semester I-2025, berkat akuisisi Aster Chemicals and Energy Pte. Ltd (Aster) dari Shell pada 1 April 2025.
Namun, aksi korporasi tersebut juga meningkatkan beban pokok pendapatan secara signifikan, dari US$ 853,64 juta menjadi US$ 3,02 miliar.
Lonjakan tersebut dipicu integrasi nilai barang jadi milik Aster sebesar US$ 455,25 juta, kenaikan biaya bahan baku dari US$ 610,63 juta menjadi US$ 2,09 miliar, serta biaya pabrikasi yang meningkat dari US$ 104,54 juta menjadi US$ 207,96 juta.
Akibatnya, TPIA mencatat rugi kotor US$ 99,51 juta, berbalik dari laba kotor US$ 12,84 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Meski demikian, Wafi melihat prospek TPIA masih cerah, didukung oleh upaya ekspansi ini dan permintaan petrokimia global yang berangsur pulih. Dengan catatan, TPIA mesti berhati-hati menghadapi tantangan volatilitas harga bahan baku naphta dan potensi pelemahan permintaan global akibat ekonomi dunia yang melemah.
Baca Juga: Beban Operasional Chandra Asri Pacific (TPIA) Membengkak, Cek Rekomendasi Sahamnya
“Jadi secara jangka pendek bisa fluktuatif, tapi secara jangka panjang tetap punya growth story,” kata Wafi.
Dengan berbagai sentimen itu, Wafi merekomendasikan hold saham TPIA dengan target harga Rp 7.600 per saham.
Selanjutnya: Per Juli 2025, Pertamina Sudah Setor Kontribusi Rp 225 Triliun ke Negara
Menarik Dibaca: 8 Cara Mendapatkan Glass Skin ala Korea, Kulit Jadi Sebening Kaca!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News