Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Yudho Winarto
Di tahun 2025, emiten properti pun dinilai belum bisa mengandalkan aset recurring incomen untuk menopang kinerja. Mereka pun masih akan sangat mengandalkan pertumbuhan raihan marketing sales untuk aset hunian dalam mengerek kinerja di sepanjang tahun ini.
“Daya beli kelas menengah atas ini tampaknya masih kuat dan bisa menjadi penopang marketing sales di tahun ini,” tuturnya.
Baca Juga: Masih Diselimuti Awan Mendung, Simak Prospek Kinerja Emiten BUMN Karya di Tahun 2025
Nafan pun merekomendasikan akumulasi beli untuk BSDE dengan target harga Rp 1.135 per saham.
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi melihat, kebijakan moneter diperkirakan akan lebih lambat di tahun 2025, khususnya pasca hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) periode Desember 2024 keluar.
Hal tersebut akan berdampak negatif untuk emiten properti yang cenderung sensitif terhadap suku bunga. Sebab, tingginya suku bunga akan menekan pertumbuhan konsumsi dan daya beli, khususnya kelas menengah yang masih menjadi kelas mayoritas di dalam negeri.
Beberapa pemain properti besar juga masih cenderung didominasi oleh aset pengembangan properti dibandingkan aset recurring income.
Lihat saja, SMRA mengatongi pendapatan dari aset hunian sebesar Rp 5,2 triliun atau 69% dari total pendapatan usaha per kuartal III 2024.
BSDE mencatatkan kontribusi aset hunian sebesar Rp 8,75 triliun atau 87% dari total pendapatan usaha. PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mencatatkan kontribusi aset hunian mencapai Rp 5,4 triliun atau 76% terhadap total pendapatan.
Baca Juga: IHSG Turun 3,49% Ytd, Ini Sektor dengan Kinerja Terbaik dan Terburuk di 2024
“Sementara, PWON mencatatkan pertumbuhan pendapatan dari aset recurring income sebesar 11,58% secara tahunan year on year (yoy) per kuartal III 2024,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (31/12/2024).
Audi berpandangan, pendapatan dari aset hunian masih akan menjadi mesin penggerak terbesar untuk pendapatan para emiten jika dibandingkan dengan aset recurring income. Setidaknya ada tiga sentimen positif utama untuk aset hunian emiten properti di tahun 2025.
Pertama, insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) juga masih berlanjut hingga tahun 2025. Hal itu pun bisa menjadi pendorong permintaan properti.
Kedua, relaksasi kebijakan suku bunga acuan yang berpotensi dipangkas sebesar 50 basis poin (bps) di tahun 2025.
“Terakhir, dengan backlog hunian nasional yang lebih dari 9 juta unit, maka peluang pasar properti tetap besar terlebih dengan dukungan insentif dari pemerintah,” ungkapnya.
Audi pun menaruh pandangan netral untuk sektor properti di tahun 2025. Investor pun direkomendasikan untuk beli saham PWON, CTRA, dan SMRA dengan target harga masing-masing Rp 570 per saham, Rp 1.435 per saham, dan Rp 640 per saham.
Selanjutnya: Menhub Dudy Tinjau Kelancaran Lalu Lintas Penyeberangan Wisatawan di Pelabuhan Sanur
Menarik Dibaca: Hujan Hanya Turun di Sini, Ini Prediksi Cuaca Besok (2/1) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News