Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya masih diselimuti awan mendung hingga pengujung tahun 2024.
Tengok saja, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) masih berupaya melakukan restrukturisasi utang hingga bulan ke 12 di tahun 2024.
WIKA melakukan pelunasan awal sebagian dari Obligasi Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A senilai Rp 50 miliar melalui opsi beli (call option) pada 18 Desember 2024. Pelunasan itu dilakukan bersamaan dengan pembayaran kupon Obligasi I Tahap I ke-16.
Sebelumnya, WIKA juga telah melakukan call option pada 18 Juni 2024 sebesar Rp 50 miliar.
Dengan telah dilakukannya call option tersebut, maka sepanjang tahun 2024 ini WIKA telah berhasil melakukan pelunasan pokok Obligasi sebesar Rp 1,18 triliun.
Rinciannya terdiri dari pelunasan seluruh Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A sebesar Rp 184 miliar, Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap I Tahun 2021 Seri A sebesar Rp 571 miliar, Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap I Tahun 2021 Seri A sebesar Rp 325 miliar, dan pelunasan sebagian Obligasi Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A sebesar Rp 100 miliar.
Baca Juga: Antisipasi Nataru, Hutama Karya Fungsionalkan Tol Sigli - Banda Aceh Seksi 1
Sebelumnya, WIKA juga mengumumkan hasil Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) untuk Obligasi Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 dan Obligasi Berkelanjutan III Wijaya Karya Tahap I Tahun 2022. Melansir keterbukaan informasi, RUPO digelar WIKA pada tanggal 16 Desember 2024.
Dalam kedua rapat tersebut, WIKA meminta persetujuan para pemegang Obligasi untuk pengesampingan pemenuhan kewajiban keuangan. Para pemegang obligasi pun menyetujui permintaan WIKA.
Di hari yang sama dengan penyelenggaraan RUPO, WIKA juga melaksanakan Rapat Umum Pemegang Sukuk (RUPSU) atas Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap I Tahun 2021.
Sayangnya, pemegang sukuk hadir yang menyetujui permintaan WIKA tidak mencapai 75% dari jumlah pemegang sukuk hadir. Alhasil, RUPSU atas atas Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap I Tahun 2021 itu tidak mengambil suatu keputusan.
Senasib, WSKT tengah melakukan dua jenis restrukturisasi. Yaitu, restrukturisasi utang perbankan dan restrukturisasi utang obligasi.
Untuk restrukturisasi utang perbankan, WSKT menargetkan prosesnya selesai pada bulan Oktober 2024. Saat ini, persentase progres restrukturisasi utang perbankan WSKT sudah 100%.
Dalam keterbukaan informasi tertanggal 27 Desember, perseroan bersama kreditur perbankan telah menyepakati Perubahan Perjanjian MRA dan Perubahan Perjanjian KMKP yang telah berlaku efektif sejak 17 Oktober 2024,
Untuk restrukturisasi utang obligasi, WSKT menargetkan prosesnya selesai pada bulan Mei 2025. Saat ini, persentase progres restrukturisasi utang obligasi sudah mencapai 75%.
Baca Juga: WSKT Garap Kawasan Pusat Pemerintahan Baru Papua Selatan Senilai Rp 109,6 Milliar
“Perseroan dalam proses perolehan persetujuan restrukturisasi atas 1 seri utang obligasi (non-penjaminan), yaitu PUB III Tahap IV 2019, melalui mekanisme RUPO,” paparnya.
Masalah tata kelola dan pembiayaan juga melanda PT PP Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi di salah satu proyek PTPP.
Dalam keterangan resmi tertanggal 20 Desember, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1637 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap dua orang Warga Negara Indonesia (WNI) dengan inisial DM dan HNN.
Larangan bepergian ke luar negeri ini terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan penyidikan dugaan TPK pada proyek-proyek di divisi EPC PTPP tahun 2022-2023 yang diduga merugikan keuangan negara.
Hasil perhitungan sementara kerugian negara sementara yang pada perkara tersebut kurang lebih sebesar Rp 80 miliar.
Sementara, dalam keterbukaan informasi tertanggal 11 Desember 2024, ADHI memberikan penjelasan terkait masalah keterlambatan pembayaran kewajiban kontrak yang dilayangkan oleh PT Tensindo Kreasi Nusantara (TKN) kepada KSO Jaya Konstruksi-ADHI.
KSO tersebut merupakan kerja sama antara PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (JKON) dengan komposisi 65% dan ADHI 35%. Nilai tagihan tersebut sebesar Rp 6,02 miliar untuk proyek pembangunan 6 ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta Tahap I Ruas Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gebang Seksi A Kelapa Gading - Pulo Gebang.
Baca Juga: Peleburan BUMN Karya Jadi 3 Ditargetkan Rampung Maret 2025
“KSO Jaya Konstruksi-ADHI tetap memiliki itikad baik dan komitmen penuh untuk menyelesaikan seluruh kewajiban. Namun, saat ini KSO memiliki kendala finansial untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga dikarenakan belum terealisasi pembayaran Pekerjaan Tambah dari Pemilik Proyek,” kata Sekretaris Perusahaan ADHI, Rozi Sparta, dalam keterbukaan informasi itu.
Di sisi lain, kinerja saham emiten BUMN Karya masih belum kuat di sepanjang tahun 2024.
Melansir RTI, saham PTPP turun 21,5% sejak awal tahun alias year to date (YTD) dan saham ADHI turun 32,05% YTD. Sementara, WIKA sahamnya berhasil naik 19,66% YTD.
Saham WSKT pun masih disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 8 Mei 2023 lantaran masih belum mampu menuntaskan restrukturisasi utang untuk Obligasi PUB III Tahap IV 2019.
Dari sisi kebijakan pemerintah, anggaran infrastruktur untuk pagu 2025 masih belum bisa dipastikan jumlahnya. Emiten BUMN Karya juga masih menunggu kelanjutan progres merger menjadi tiga subholding.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan melihat, BUMN Karya di tahun 2024 menghadapi tantangan berat, terutama terkait masalah utang, korupsi, dan likuiditas.
Meskipun beberapa proyek strategis tetap berjalan, kontribusinya belum cukup signifikan untuk mengangkat kinerja keuangan secara keseluruhan.
“Tidak ada BUMN Karya yang secara konsisten menjadi jawara di tahun ini,” ujarnya kepada Kontan, Senin (30/12).
Di tahun 2025, sektor konstruksi diproyeksikan masih akan menghadapi tekanan. Turunnya anggaran infrastruktur untuk tahun 2025 dan pagu tahun depan yang belum sesuai ekspektasi akan menjadi tantangan besar bagi emiten BUMN Karya.
Kondisi itu pun ditambah dengan dukungan pemerintah baru yang kurang maksimal untuk mendukung kebangkitan harga saham BUMN Karya.
“Fokus utama BUMN Karya di tahun depan seharusnya adalah memperbaiki struktur keuangan dengan menyelesaikan restrukturisasi utang, sehingga kepercayaan pasar dapat pulih,” ungkapnya.
Meskipun begitu, Ekky melihat WIKA berpotensi berkinerja baik di tahun 2025. Sebab, proses restrukturisasi utangnya lebih maju dibandingkan yang lain.
“Ditambah dengan prospek merger dengan PTPP, yang jika berhasil, dapat menciptakan sinergi dan meningkatkan efisiensi operasional dan seharusnya bisa meningkatkan kinerja harga saham,” tuturnya.
Head of Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas melihat, kinerja emiten BUMN karya secara YTD masih negatif.
Emiten dengan urutan terkoreksi paling dalam yaitu PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) yang anjlok 68% YTD. Lalu, ADHI ambles 32,05% YTD, PT PP Presisi Tbk (PPRE) turun 30,38% YTD, PT Wika Jaya Beton Tbk (WTON) turun 28,7% YTD, PTPP turun 21,5% YTD, PT Wijaya Karya Gedung Tbk (WEGE) turun 20% YTD, PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP) stagnan YTD.
Sentimen positif terkait perbaikan kinerja dan dampak positif atas restrukturisasi di beberapa emiten sempat membuat harga saham positif, tapi tidak bertahan lama. Sebab, tingkat kepercayaan pelaku pasar belum sepenuhnya pada emiten BUMN karya ini.
“Sehingga tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir berlanjut. Apalagi, anggaran infrastruktur untuk tahun 2025 mengalami penurunan, terkhusus di sektor konstruksi yang tercatat turun signifikan anggarannya,” ujarnya kepada Kontan, Senin (30/12).
Jika melihat sentimen penurunan anggaran pemerintah pada 2025, pelaku pasar dilihat masih akan cenderung wait and see pada saham-saham BUMN Karya. Investor juga kemungkinan masih akan melihat perkembangan terbaru di sektor infrastruktur, seperti kelanjutan pembangunan IKN.