kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Siapa emiten yang resisten kenaikan BI rate?


Kamis, 14 November 2013 / 17:45 WIB
Siapa emiten yang resisten kenaikan BI rate?
Pedagang menata bahan makanan yang dijual di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (7/6/2022). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI rate menjadi 7,50% berpotensi membuat kinerja sejumlah emiten merosot. Hal ini diutarakan oleh Janson Nasrial, salah satu praktisi pasar modal Indonesia di Jakarta, Kamis (14/11).

Janson berpendapat, keputusan BI untuk menaikkan BI rate berpotensi mengerem pertumbuhan ekonomi. Dalam pandangannya, dampak BI rate tersebut membuat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun depan ada di kisaran 5%-5,2%.

Dengan asumsi PDB itu, maka rata-rata pertumbuhan laba emiten juga bakal ikut longsor. "Diperkirakan pertumbuhan profit emiten tahun depan hanya tumbuh 7%-9%," terang Janson.

Sebagai perbandingan, rata-rata pertumbuhan emiten tahun ini ada di kisaran18%. Adapun sektor yang akan terkena dampak signifikan dari kenaikan BI rate itu adalah; perbankan, properti, dan ritel.

Perbankan dan properti merupakan dua sektor yang usahanya berbasis bunga. Kenaikan suku bunga bisa membuat laba bunga bank tersebut menyusut karena naiknya cost of fund.

Di saat yang sama, perusahaan properti pun akan kesulitan menjual proyek-proyek propertinya, karena mahal karena bunga tinggi. Selain itu penyerapan properti berkurang karena turunnya daya beli masyarakat.

Sedangkan di sektor ritel, mayoritas perusahaan di sektor ini mengandalkan utang, terutama utang bank untuk ekspansi. Hal ini membuat beban operasional perusahaan membengkak. Sehingga, profitabilitas bisa tergerus.

Namun, menurut Janson, ada beberapa perusahaan ritel yang kemungkinan bisa bertahan. "Mereka adalah perusahaan-perusahaan yang berbasis basic consumer goods," tuturnya.

Adapun, perusahaan-perusahaan itu antara lain PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Tiga Pilar Sejahera Food Tbk (AISA), dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM).

Sedangkan sektor perbankan, menurut Janson, kemungkinan hanya PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang bisa mempertahankan profitabilitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×