Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di atas kertas, keputusan The Fed dan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan masing-masing negara akan membantu penguatan rupiah.
Namun, mata uang garuda belum tentu menguat secara signifikan lantaran masih ada sejumlah faktor yang menjadi penghalang dalam beberapa waktu ke depan.
Ekonom Bank Central Asia David Sumual menilai, dalam jangka pendek fokus para pelaku pasar akan tertuju pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang berlangsung akhir bulan nanti.
Agenda ini cukup krusial mengingat Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu untuk membahas masalah perang dagang
Jika terjadi kesepakatan dalam pertemuan tersebut, tentu efeknya akan positif bagi rupiah. Jika sebaliknya, tentu potensi perang kebijakan tarif impor antara AS dan China akan berlanjut.
Kondisi bisa saja kian pelik jika China kembali menerapkan kebijakan devaluasi mata uang yuan sebagai upaya menjaga nilai ekspornya di tengah perang dagang.
“Devaluasi yuan jelas akan berdampak negatif bagi rupiah karena korelasi kedua mata uang ini sangat erat,” ujar David, Kamis (20/6).
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menambahkan, ancaman bagi rupiah juga berasal dari harga minyak dunia yang berpotensi kembali memanas.
Apalagi, tensi konflik geopolitik di Timur Tengah kembali meningkat sejak pekan lalu akibat ledakan kapal tanker minyak di Selat Hormuz.
Lonjakan harga minyak tentu dapat menambah beban impor migas Indonesia, sehingga nantinya akan mempengaruhi arah rupiah terlebih jika neraca dagang nasional kembali defisit.
Setali tiga uang, Ekonom Maybank Indonesia Juniman menganggap, masalah neraca dagang Indonesia yang kerap mengalami defisit juga merupakan batu sandungan bagi rupiah yang tidak bisa diremehkan. Terlebih lagi, bulan April lalu defisit neraca dagang Indonesia mencapai US$ 2,5 miliar.
Apabila kembali terjadi pembengkakan defisit neraca dagang, dikhawatirkan data CAD Indonesia juga akan memburuk. Investor asing pun juga berpotensi keluar dari pasar keuangan domestik jika masalah tersebut terus terjadi.