Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berinvestasi harus disesuaikan dengan profil dan tujuan investasi masing-masing. Evaluasi semestinya dilakukan secara berkala mengikuti pergerakan pasar.
Presiden dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan, saat ini masih sulit untuk melihat instrumen investasi yang tepat karena kondisi pasar cukup dinamis dan berfluktuasi.
Berinvestasi valuta asing (valas) memang berhasil dapatkan cuan dalam sebulan terakhir seperti USD/IDR yang menguat 2,18% secara bulanan pada Mei 2023. Tetapi, pergerakannya begitu fluktuatif, sehingga penuh risiko.
Guntur bilang, dalam memilih instrumen investasi tentunya harus disesuaikan dengan tujuan investasi, jangka waktu investasi, dan toleransi risiko masing-masing investor yang dapat bervariasi.
Baca Juga: Ini Sektor Pilihan Trimegah AM dalam Mengelola Reksadana Saham Saat Pasar Koreksi
Investor disarankan juga selalu memperhatikan perubahan pasar secara cermat. Seperti saat ini, pasar mulai beralih dari sentimen ketidakpastian yang ditimbulkan persoalan gagal bayar utang AS dan tengah menanti keputusan lebih lanjut mengenai suku bunga The Fed.
Nah dalam perubahan kondisi pasar, salah satu investasi yang bisa dipantau adalah obligasi, terutama obligasi pemerintah. Produk turunannya seperti reksadana obligasi pun juga layak koleksi dalam jangka pendek ini karena potensi kenaikan dinilai masih cukup baik.
“Secara risiko, obligasi pemerintah juga relatif aman,” kata Guntur kepada Kontan.co.id, Kamis (8/6).
Menurut Guntur, pengalokasian aset begitu menantang di situasi ketidakpastian. Maka dari itu, salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan diversifikasi pada berbagai kelas aset yang dibarengi dengan memperhatikan perkembangan pasar secara berkala.
Kenaikan suku bunga mencapai puncak mungkin masih akan menyisakan potensi upside dalam berinvestasi di obligasi. Sebab, adanya hubungan terbalik antara suku bunga dan harga obligasi. Namun perlu dicermati pula terkait kondisi pasar suku bunga yang rentan berubah.
Sementara pasar saham diproyeksikan baru cukup menarik di semester kedua 2023 dan secara jangka panjang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diharapkan bisa berbalik menguat (rebound) seiring kondisi pasar yang cukup resilien dan perekonomian yang cukup baik.
Tetapi apabila market kembali diselimuti ketidakpastian, maka emas cocok sebagai investasi yang memiliki lindung nilai (safe haven). Emas juga cocok sebagai alat diversifikasi portofolio investor yang prospeknya dalam jangka panjang dinilai cerah.
Baca Juga: Strategi Pengelolaam Aktif Jadi Resep Batavia AM Kelola Reksadana Saham
Tentunya, Guntur mengingatkan kembali bahwa perlu memperhatikan tujuan investasi, aspek risiko, dan jangka waktu berinvestasi. Berinvestasi harus sesuai dengan profil risiko investor.
Bagi investor konservatif bisa melirik instrumen reksadana pasar uang yang memiliki tingkat risiko termasuk di level paling kecil dan juga secara umum reksadana pasar uang memiliki tingkat likuiditas yang cukup tinggi.
Untuk investor moderat dan agresif, sangat penting untuk membangun portofolio investasi dari berbagai jenis instrumen reksadana seperti reksadana saham, reksadana obligasi ataupun reksadana pasar uang.
Berinvestasi reksadana pasar uang bisa fokus terhadap saham-saham yang memiliki strategi pemilihan underlying stocks yang berkualitas, probabilitas margin yang solid, target pasar yang kuat dan emiten yang dapat membebankan peningkatan biaya kepada konsumen.
“Karakter underyling saham seperti ini lebih rentan dan defensif pada saat kenaikan inflasi dan lebih tangguh dalam menghadapi risiko resesi,” imbuh Guntur.
Sedangkan, jika berinvestasi reksadana berbasis obligasi, perlu melihat strategi durasi yang dinamis dan taktis. Dengan kata lain, investor menyesuaikan dengan potensi pergerakan tingkat suku bunga secara dinamis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News