kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.335   -60,00   -0,37%
  • IDX 7.167   24,52   0,34%
  • KOMPAS100 1.045   4,88   0,47%
  • LQ45 815   2,85   0,35%
  • ISSI 224   0,76   0,34%
  • IDX30 426   1,90   0,45%
  • IDXHIDIV20 505   1,29   0,26%
  • IDX80 118   0,58   0,49%
  • IDXV30 120   0,61   0,51%
  • IDXQ30 139   0,24   0,17%

Selain Sritex (SRIL), Deretan Saham Ini Berpotensi Delisting dari Bursa


Kamis, 22 Mei 2025 / 22:16 WIB
Selain Sritex (SRIL), Deretan Saham Ini Berpotensi Delisting dari Bursa
ILUSTRASI. Sejumlah saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga memiliki potensi untuk delisting dari bursa


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya membuka peluang untuk menghapus (delisting) saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Ketidakpastian atas nasib saham SRIL dapat merugikan investor, apalagi masih ada beberapa emiten lain yang nasibnya juga tak menentu di tengah rencana delisting.

Seperti yang diketahui, saham SRIL telah disuspensi BEI sejak 18 Mei 2021 atau telah berjalan selama 4 tahun. Di atas kertas, BEI sudah bisa melakukan delisting paksa atau forced delisting terhadap saham SRIL. Berdasarkan POJK 3/2021, perusahaan yang delisting wajib buyback saham.

Namun, alih-alih melakukan buyback, SRIL justru terjerat utang jumbo kepada sejumlah bank kreditur. Total kewajiban atau liabilitas SRIL hingga akhir September 2024 mencapai US$ 1,61 miliar. Angka ini melampaui nilai aset perusahaan tersebut yang hanya US$ 594,01 juta.

Masalah SRIL memuncak ketika Komisaris Utama emiten tersebut Iwan Setiawan Lukminto ditangkap Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Selasa (20/5) atas dugaan kasus pemberian kredit dari sejumlah bank.

Baca Juga: BEI akan Bawa Perusahaan Besar untuk IPO, Begini Saran Pelaku Pasar

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, seiring suspensi atas saham SRIL yang telah berlangsung selama lebih dari 24 bulan dan status pailit yang tersemat pada emiten ini, maka kondisi tersebut membuat SRIL memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan delisting.

"Atas hal tersebut, bursa senantiasa melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait proses delisting dan status perubahan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup (go private) sebagaimana diatur dalam POJK 45 tahun 2024," ungkap dia dalam keterangan tertulis, Kamis (22/5).

Nyoman menambahkan, mengingat SRIL telah resmi dinyatakan pailit, saat ini tanggung jawab manajemen emiten tersebut telah beralih kepada Kurator. 

"Dengan demikian terkait pemberitaan mengenai penetapan Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka korupsi, Bursa telah menyampaikan permintaan penjelasan kepada Kurator," lanjut dia.

Di luar SRIL, BEI pernah mengumumkan rencana delisting 10 emiten yang akan efektif pada 21 Juli 2025. Di antaranya adalah PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), PT Nipress Tbk (NIPS), PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX), dan PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW).

Delapan dari 10 saham tersebut akan di-delisting lantaran pailit. Sementara HDTX dan JKSW akan di-delisting karena mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat dan karena telah mengalami suspensi efek paling kurang selama 24 bulan terakhir. Perkembangan terbaru, baru kedua emiten yang disebut tadi saja yang menyampaikan rencana buyback.

Baca Juga: Bagikan Dividen Rp 1,7 Triliun, Simak Rekomendasi Saham Kalbe Farma (KLBF)

VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menilai, jika emiten terpaksa delisting karena mengalami pailit, hal ini jelas menyulitkan investor yang sahamnya nyangkut di emiten tersebut. Mau tidak mau, investor hanya bisa berharap adanya exit plan dari emiten yang bersangkutan. “Jika tidak ada, maka investor akan mengalami kerugian,” kata dia, Kamis (22/5).

Lantas, pihak regulator seperti BEI mesti mengambil langkah preventif untuk melindungi investor. BEI harus bisa melihat indikasi atas timbulnya risiko pailit atau kasus hukum yang menimpa suatu emiten, termasuk melakukan intervensi penyebaran informasi kondisi emiten kepada investor secara publik.

“Kami meyakini jika informasi diketahui oleh publik, maka investor dapat melakukan perhitungan ulang terhadap emiten tersebut,” tutur Audi.

Senada, Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo mengatakan, pihak stakeholder dapat melakukan beberapa cara untuk melindungi investor, seperti mengumumkan informasi lebih dini dan masif kepada publik jika ada saham berpotensi force delisting.

“Selain itu, stakeholder mungkin dapat mengkaji untuk membentuk suatu dana perlindungan investor,” imbuhnya, Kamis (22/5).

Agar tidak terjebak dengan saham bermasalah, Praska juga mengingatkan agar investor saham pemula harus mengenal emiten secara utuh, baik dari sisi kinerja, kondisi bisnis, hingga produk emiten tersebut. Selain itu, investor juga harus memastikan emiten tidak memiliki rekam jejak negatif, seperti Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

“Investor harus cek secara berkala laporan kenanga emiten, ada keterlambatan pelaporan atau tidak,” tandas dia.

Selanjutnya: QRIS Cross Border Kian Ngebut, Giliran Jepang dan China Jadi Sasaran

Menarik Dibaca: KAI Buka Lowongan di Job Fair Nasional Naker Fest 2025, Ini Daftar Posisinya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×