kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.380.000   40.000   1,71%
  • USD/IDR 16.676   -36,00   -0,22%
  • IDX 8.522   -48,37   -0,56%
  • KOMPAS100 1.180   -7,88   -0,66%
  • LQ45 857   -6,19   -0,72%
  • ISSI 299   -0,47   -0,16%
  • IDX30 443   -3,74   -0,84%
  • IDXHIDIV20 513   -5,47   -1,05%
  • IDX80 133   -0,97   -0,73%
  • IDXV30 136   -0,47   -0,35%
  • IDXQ30 142   -1,30   -0,91%

Sektor Batubara Masih Suram, Begini Prospek Kinerja dan Saham Rekomendasi Analis


Selasa, 25 November 2025 / 19:06 WIB
Sektor Batubara Masih Suram, Begini Prospek Kinerja dan Saham Rekomendasi Analis
ILUSTRASI. Foto udara suasana bongkar muat di tempat penampungan sementara batu bara, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (25/11/2025). Tekanan yang melanda industri batubara tak hanya menyengat pihak produsen saja, melainkan juga emiten yang bergerak di bidang jasa kontraktor pertambangan.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan yang melanda industri batubara tak hanya menyengat pihak produsen saja, melainkan juga emiten yang bergerak di bidang jasa kontraktor pertambangan.

Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas Abida Massi Armand menyampaikan, produksi batubara nasional diprediksi mengalami penurunan 11% year on year (yoy) menjadi 739,5 juta ton pada 2025, jauh di bawah target Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

Belum lagi, pada 2026 nanti pemerintah memperkirakan produksi batubara nasional akan berada di bawah 700 juta ton.

Tren produksi yang negatif ini terjadi bersamaan dengan harga batubara yang cenderung melandai di kisaran US$ 100—US$ 130 per ton, sehingga menciptakan sentimen negatif yang kuat.

Baca Juga: Rekomendasi Saham United Tractors (UNTR): Tantangan Batubara & Peluang Diversifikasi

Bagi emiten jasa pertambangan, penurunan volume produksi berpotensi mengurangi backlog pekerjaan dan menekan stripping rasio di lokasi tambang.

“Hal ini berisiko menyebabkan penurunan tingkat utilisasi alat berat yang menjadi kerugian bagi kontraktor dengan biaya tetap modal yang tinggi,” ujar dia, Senin (24/11).

Sentimen negatif ini diperparah oleh kenaikan biaya operasional akibat rencana mandatori penggunaan B50 untuk alat berat pertambangan yang diperkirakan dapat mengerek biaya operasional hingga US$ 2 per ton.

Kenaikan biaya ini menekan margin EBITDA emiten jasa pertambangan, terutama ketika harga batubara lemah yang mana pemilik tambang cenderung menolak penyesuaian tarif jasa.

Menurut Abida, emiten jasa pertambangan yang masih sangat terikat dengan segmen batubara termal domestik dan kurang efisien akan sangat rentan terhadap kombinasi risiko volume produksi yang melemah dan tekanan biaya yang membengkak.

Baca Juga: Harga Batubara Tembus US$111 per Ton, Begini Proyeksinya Sampai Akhir Tahun

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty menilai, secara keseluruhan, kinerja emiten jasa pertambangan berisiko melemah karena adanya tekanan kontrak dari pemilik tambang, baik dalam bentuk pengurangan volume kerja maupun renegosiasi tarif.

Untuk mengantisipasi pelemahan harga dan produksi batubara, emiten jasa pertambangan perlu menerapkan beberapa strategi secara konsisten.

Pertama, penyesuaian kontrak untuk memastikan bahwa komponen biaya seperti BBM, suku cadang, dan biaya pemeliharaan dapat diimplementasikan lewat skema cost-plus atau pass-through agar margin laba tetap terjaga.

Kedua, emiten perlu lebih selektif dalam memilih produk dengan fokus pada pelanggan yang memiliki cadangan batubara besar, biaya produksi rendah, dan ketahanan finansial ketika harga komoditas tersebut terkoreksi.

Ketiga, diversifikasi bisnis menjadi langkah strategis emiten, misalnya ekspansi ke jasa tambang nikel, bauksit, emas, ataupun jasa infrastruktur pertambangan. 

"Diversifikasi ini akan mengurangi ketergantungan pada siklus batubara dan menciptakan sumber pendapatan yang lebih stabil,” jelas Arinda, Selasa (25/11).

Arinda melanjutkan, peluang bagi emiten jasa pertambangan untuk kembali mencetak pertumbuhan pendapatan dan laba bersih tetap terbuka pada 2026 meski kondisi pasar batubara melemah.

Emiten dengan skala besar, efisiensi tinggi, dan portofolio kontrak jangka panjang dinilai masih dapat menjaga utilisasi alat berat maupun stabilitas arus kas.

Di sisi lain, emiten yang memiliki diversifikasi bisnis, misalnya PT United Tractors Tbk (UNTR) yang punya segmen emas, konstruksi, hingga energi terbarukan atau PT Petrosea Tbk (PTRO) yang mulai aktif masuk ke segmen mineral dan migas, diperkirakan lebih unggul karena punya buffer pendapatan ketika salah satu segmen bisnis melemah.

Sementara menurut Abida, prospek di segmen jasa pertambangan cenderung lebih eksklusif berpihak pada emiten yang memiliki pendorong pertumbuhan yang spesifik.

Baca Juga: Kinerja Pendapatan dan Laba ABM Investama (ABMM) Terkikis pada Kuartal III-2025

Hal ini terlihat dari beberapa emiten yang sedang bertransformasi, misalnya PTRO yang memproyeksikan peningkatan pendapatan di atas 40% per tahun selama 2025—2026 atau PT Darma Henwa Tbk (DEWA) diproyeksikan mencatat pertumbuhan laba bersih yang agresif berkat didorong oleh peningkatan margin struktural dari in-house contracting.

“Emiten dengan lini diversifikasi bisnis yang beragam relatif akan lebih unggul, karena mereka mampu memitigasi risiko ganda, yaitu risiko penurunan volume nasional dan risiko harga komoditas yang lemah,” terang dia.

Abida menyebut, rekomendasi saham emiten jasa pertambangan saat ini bersifat sangat selektif.

PTRO direkomendasikan beli dengan target harga di level Rp 10.000 per saham berkat dukungan strategi pertumbuhan anorganik, peningkatan margin yang massif dari proyek Engineering, Procurement, and Construction (EPC), serta ekspansi global.

Baca Juga: Harga Batubara Koreksi, Laba BUMI Ambles 76,1% pada Kuartal III-2025

Rekomendasi beli juga disematkan pada saham UNTR dengan target harga Rp 32.200 per saham. UNTR dipandang sebagai saham defensif yang menarik bagi investor jangka panjang.

Di lain pihak, Arinda menyebut saham UNTR dan DEWA dapat dicermati oleh investor dengan target harga masing-masing di level Rp 30.750 per saham dan Rp 490 per saham.

Selanjutnya: Strategi Unifam Menyambut Nataru dan Memacu Penjualan pada Kuartal IV-2025

Menarik Dibaca: Promo Indomaret Beli 1 Gratis 1 dan Beli 2 Gratis 1, Berlaku sampai 26 November 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×