Reporter: Kenia Intan | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepekan terakhir, lembaga pemeringkat Fitch Ratings dan Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memberikan outlook atau prospek negatif ke sejumlah emiten, di antaranya PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN).
Berdasar penelusuran kontan, outlook negatif pada CTRA menggambarkan tantangan signifikan yang akan dihadapi ke depan. Adapun Fitch Ratings mempertimbangkan prapenjualan teratribusi CTRA yang kemungkinan besar masih berada di bawah Rp 5 triliun. Asal tahu saja, sepanjang tahun 2013 hingga tahun 2018 yang berada di kisaran Rp 5 triliun hingga Rp 7 triliun.
Baca Juga: Kuartal I 2020, laba bersih Global Mediacom (BMTR) turun 46,83% jadi Rp 140,2 miliar
Pandemi Covid-19 meningkatkan resiko yang dihadapi berbagai pengembang properti hingga 18 bulan ke depan. Hal ini juga akan memperlambat CTRA untuk meraih prapenjualan minimum Rp 4 triliun tahun 2020 ini. Sebagai catatan, CTRA perlu mencapai prapenjualan minimum itu sehingga bisa mencapai batas Rp 5 triliun dalam jangka menengah.
Asal tahu saja, Fitch Ratings menetapkan Jangka Panjang Issuer Default Rating CTRA di rating BB-. Untuk anak usahanya, PT Ciputra Residence (CTRR), Peringkat Nasional Jangka Panjang diturunkan menjadi A dari sebelumnya A+.
Sementara itu, Pefindo tercatat menurunkan peringkat PT Modernland Realty Tbk (MDLN) dan obligasi berkelanjutan I 2015 seri B menjadi idBBB- dari sebelumnya idBBB. Adapun outlook MDLN dipasang di CreditWatch dengan implikasi negatif.
Asal tahu saja, penurunan peringkat obligasi itu lantaran Modernland pada 7 Juli 2020 mendatang memiliki obligasi jatuh tempo senilai Rp 150 miliar.
Baca Juga: Analis: Kinerja mentereng TOWR didorong oleh pertumbuhan organik dan anorganik
Untuk kebutuhan dana yang cukup besar itu, MDLN akan bergantung dari dana eksternal. Akan tetapi hingga 11 Juni 2020, MDLN belum mengantongi fasilitas pinjaman. Padahal, untuk mendapat failitas kredit di tengah kondisi seperti ini tidaklah mudah mengingat sektor perbankan lebih selektif dalam membrikan fasilitas kredit.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menilai review yang diberikan lembaga pemeringkat di atas dipicu kondisi sektor properti di Indonesia yang sulit. Sebenarnya pengelolaan pendapatan CTRA masih cukup baik, akan tetapi kondisi yang lesu membuat peningkatannya tidak signifikan.
Untuk MDLN, kekhawatiran pasar memang terletak pada utang jatuh tempo yang dinilai cukup memberatkan kesediaan kas. Padahal, lanjut Chris, MLDN memiliki kinerja yang tidak buruk sejauh ini.
Walau begitu, outlook yang cenderung negatif dari lembaga pemeringkat menjadi sentimen negatif yang memberatkan pergerakan saham CTRA dan MDLN. "Investor sudah melihat dari sisi utang, CTRA dan MDLN, cenderung akan lebih berat," jelas Chris Rabu (17/6).
Baca Juga: Schroders prediksi IHSG akhir tahun ini bakal ditutup di kisaran 5.200, ini faktornya
Sementara itu, Analis Pilarmas Investindo Okie Ardiastama menambahkan, sebenarnya pemerintah telah memberikan relaksasi penurunan suku bunga kredit, maupun kemudahan dalam pembelian properti.
Akan tetapi, stimulus ini belum belum akan berpengaruh pada kinerja emiten di sektor properti dalam waktu dekat ini. "Dalam kuartal II dan III tahun ini kemungkinan emiten properti masih cukup tertekan," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (17/6).
Ia juga berpendapat review dari lembaga pemeringkat akan menjadi pandangan negatif bagi pelaku pasar, khususnya pemegang surat utang emiten itu.
Viabilitas rating Bank Danamon ikut turun
Tidak hanya sektor properti, Fitch Ratings juga menurunkan peringkat emiten perbankan seperti PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN). Berdasar catatan Kontan.co.id, meskipun outlook-nya masih dipasang di stabil, peringkat viabilitas rating (VR) BDMN menurun menjadi BB dari sebelumnya BB+.
Baca Juga: Ini tiga skenario harga penutupan IHSG pada 2020 versi Mirae Asset sekuritas
Walau menurun, VR ini masih menunjukkan profil perusahaannya yang memuaskan, termasuk waralaba keuangan konsumen yang kuat. Salah satunya, anak usaha BDMN, PT Adira Finance Multi Dinamika Tbk yang memiliki peringkat stabil.
"Kualitas aset dan profitabilitas bank akan berada di bawah tekanan yang signifikan sebagai hasil dari pandemi corona virus, tetapi permodalan di atas rata-rata peer-nya," seperti yang tertulis dalam laman resmi Fitch Ratings.
Lebih lanjut dijelaskan, likuiditas BDMN masih ditopang oleh induk, Mitsubishi UFJ Financial Group, Inc. (MUFC), sehingga risiko ini tetap dapat dikelola oleh bank.
Baca Juga: Ini 15 saham di indeks LQ45 yang punya PER paling rendah
Chris menganggap prospek ke depan yang berat merupakan hal yang wajar, mengingat sektor perbankan menjadi yang terdampak pandemi Covid-19. Ia masih menyarankan buy saham BDMN dengan target Rp 3.200. "Secara fundamental BDMN cenderung cukup murah, dan kuartal I tercatat labanya masih meningkat cukup baik," jelasnya.
Rekomendasi serupa juga berlaku untuk emiten properti CTRA dengan target harga Rp 900. Adapun untuk MDLN, Chris cenderung menyarankan wait and see.
Okie menambahkan, agar investor memperhatikan kualitas aset BDMN. Hal ini menjadi antisipasi apabila non performing loan (NPL) pada kuartal dua masih belum sesuai ekspektasi. Adapun ia cenderung wait and see saham BDMN. Rekomendasi yang sama juga berlaku untuk CTRA dan MDLN.
Baca Juga: Pergerakan IHSG Kamis (18/6) dibayangi hasil RDG BI, begini rekomendasi analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News