Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspansi yang dilakukan oleh penghuni Indeks LQ45 tahun ini menciut. Salah satu indikatornya adalah alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) yang lebih rendah dari tahun lalu.
Sejumlah emiten pun merevisi target serapan capex tahun ini. Sara K. Loebis, Sekretaris Perusahaan PT United Tractors Tbk (UNTR) mengatakan, alokasi capex tahun ini diestimasikan sekitar US$ 230 juta–US$ 250 juta. Jumlah ini menurun dibandingkan alokasi capex yang semula dianggarkan hingga US$ 450 juta.
Sara juga memperkirakan bahwa target kinerja operasional yang dipatok UNTR pada awal tahun akan mengalami penyesuaian, termasuk target penjualan emas dari tambang Martabe. “Melihat perkembangan saat ini, bisa jadi ada penyesuaian. Kami masih memonitor terus,” terang Sara.
Baca Juga: Mayoritas laba bersih emiten retail anjlok pada kuartal I-2020
Hal serupa juga dilakukan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang merevisi alokasi capex dari semula Rp 1,4 triliun menjadi Rp 1,1 triliun. Meski demikian, jumlah capex ini masih sedikit lebih tinggi dari tahun 2019 yang sebesar Rp 1 triliun.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga mengalokasikan capex yang lebih rendah tahun ini. Kontan.co.id mencatat, tahun lalu emiten produsen nikel ini mengalokasikan belanja modal sekitar US$ 166 juta. Tahun ini, alokasi belanja modal dipatok US$ 140 juta–US$ 150 juta.
“Alokasi capex terbesar adalah untuk pembelian pelabuhan dan lahan sebagai bagian proyek pengembangan di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Capex juga dialokasikan untuk furnace rebuild dan untuk peremajaan alat-alat tambang,” ujar Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto kepada Kontan.co.id, Rabu (7/1). Untuk target produksi, INCO menargetkan jumlah produksi nikel matte yang hampir sama dengan realisasi tahun lalu, yakni 71.000 metrik ton.
Baca Juga: Kinerja emiten-emiten ini diproyeksikan akan pulih pada semester II-2020, apa saja?
Aria Santoso, Presiden Direktur CSA Institute menilai, keputusan sejumlah emiten untuk memangkas dan merevisi belanja modal merupakan strategi yang tepat. Sebab, pertumbuhan bisnis di tahun ini masih diperkirakan belum cukup signifikan atau bahkan tidak ada pertumbuhan sama sekali. Emiten lebih baik untuk fokus pada efisiensi untuk menjaga kinerja.
“Fokus utama adalah melakukan efisiensi dari sisi operasional agar emiten bisa menjaga earning tetap bisa tumbuh positif,” ujar Aria kepada Kontan.co.id, Rabu (1/7).
Baca Juga: Tiga emiten bakal melantai di Bursa Efek Indonesia pada pekan depan
Senada, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta juga menilai, keputusan sejumlah emiten untuk mengurangi belanja modal sudah tepat. Sebab kinerja pertumbuhan ekonomi sedang dalam keadaan yang kurang kondusif.
Bahkan, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan ekonomi dunia akan kontraksi alias turun 4,9% tahun ini. Proyeksi ini lebih rendah 1,9 % jika dibandingkan dengan proyeksi pada bulan April 2020 yang memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global mengalami kontraksi 3%.
“Jika perekonomian sudah mulai kondusif, maka barulah emiten bisa meningkatkan belanja modal untuk ekspansi bisnis,” ujar Nafan, Rabu (1/7).
Baca Juga: Laba naik di kuartal I, simak rekomendasi saham Indocement (INTP)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News