Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski pandemi mereda, prospek PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) diyakini masih cukup cerah. Salah satu pendorong kinerja KLBF adalah peningkatan pendapatan usai mengakuisisi Aventis Pharma atau Sanofi Indonesia.
Melansir pemberitaan sebelumnya, emiten farmasi ini akan menuntaskan proses akuisisi Sanofi pada Oktober 2022. KLBF berencana mengambil alih 80% saham Sanofi Indonesia dengan membeli kepemilikan saham Sanofi Aventis Participations dan Hoechst GMBH.
Ekspansi KLBF ini diharapkan bisa meningkatkan penjualan. Analis Maybank Sekuritas Indonesia Willy Goutama menilai, akuisisi Sanofi menunjukkan ambisi KLBF untuk menjadi perusahaan terdepan dalam industri farmasi Indonesia.
Willy menaikkan perkiraan penjualan divisi obat resep (prescription) pada 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 3% dan 8% menjadi Rp 6 triliun dan Rp 7 triliun.
Baca Juga: Begini Prospek Saham Konsumer di Tengah Melonjaknya Tingkat Inflasi
Salah satu pendorong proyeksi kenaikan pendapatan divisi ini adalah akuisisi bisnis obat resep Sanofi oleh KLBF. Divisi ini juga didukung oleh perkembangan bisnis biosimilarnya.
Akuisisi ini juga dapat membuka gerbang kolaborasi research & development (R&D) dan akuisisi produk Sanofi.
Sementara itu, analis Trimegah Sekuritas Heribertus Ariando mengatakan, akuisisi Sanofi dapat meningkatkan pertumbuhan penjualan tahunan KLBF sebesar 3%-4%, menurut pengakuan manajemen.
Selain akuisisi Sanofi, KLBF juga memiliki pengembangan bisnis lainnya, diantaranya pengembangan pembuatan obat biosimilar yang berfokus pada kanker, dengan menjalin kemitraan bersama perusahaan obat asal Korea, Genexine.
Saat ini telah ada 3 obat biosimilar yang disetujui secara klinis dan 2 obat yang menjalani uji klinis. Tujuannya, akan ada 12-15 portofolio obat yang disetujui secara klinis dalam tiga tahun sampai lima tahun.
Baca Juga: Bahan Baku Impor Tinggi, Begini Upaya Kalbe Farma (KLBF) Hadapi Pelemahan Rupiah
Pasar empuk bagi segmen ini tidak hanya di Indonesia, tetapi juga wilayah Asia Tenggara lain, Australia, hingga Timur Tengah.
Menurut perkiraan data pasar, market size obat biosimilar di Asia Pasifik adalah sekitar US$ 1,3 miliar pada tahun 2022 dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk atau compounded annual growth rate (CAGR) 5 tahun sebesar 32%.
Tidak hanya segmen farmasi, kinerja KLBF juga akan ditopang oleh penjualan segmen nutrisi. Willy memproyeksi, pendapatan di segmen ini akan naik 6% dan 12% menjadi Rp 8 triliun di 2022 dan Rp 9 triliun di 2023.
Ini memperhitungkan transformasi bisnis KLBF dari bisnis susu bubuk yang memiliki pertumbuhan rendah menjadi susu UHT yang memiliki pertumbuhan cepat dan serta adanya segmen produk nabati.
Peluncuran produk susu UHT, menurut Willy, akan memungkinkan KLBF untuk menangkap kebutuhan konsumen terhadap produk yang lebih kecil dan siap untuk dikonsumsi. Kehadiran produk ini juga memperkuat eksistensi KLBF di segmen general trade.
Manajemen menyebutkan, bahwa penjualan pada Juni-Agustus relatif stabil, dan ada rencana untuk menyesuaikan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) sebesar 3% sampai 5% di paruh kedua 2022.
Dengan menimbang faktor ini, ditambah dampak positif dari bisnis Sanofi Indonesia yang akan dikonsolidasikan, Ariando menilai target pertumbuhan pendapatan penjualan yang dipasang di level 11% sampai 15% akan tercapai.
Baca Juga: Rekomendasi Saham KLBF, TOWR, ENRG, WIRG dari Samuel Sekuritas, Selasa (11/10)
Trimegah Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli saham KLBF dengan target harga Rp 2.000. “Risiko rekomendasi ini yakni pelemahan nilai tukar rupiah, pelemahan daya beli, dan permintaan biosimilar yang buruk,” tulis Ariando dalam riset.
Tahun ini, Trimegah memproyeksi KLBF akan membukukan pendapatan Rp 28,71 triliun dan akan naik menjadi Rp 32,12 triliun tahun depan. Dari sisi bottomline, KLBF diestimasikan mengempit laba bersih senilai Rp 3,55 triliun dan akan naik menjadi Rp 3,98 triliun di tahun depan.
Senada, Maybank Sekuritas Indonesia mempertahankan rekomendasi beli saham KLBF dengan target harga Rp 2.200.
Pengembangan bisnis yang dilakukan KLBF akan mengarah pada pertumbuhan earnings per share (EPS). Selain depresiasi rupiah yang signifikan, perubahan bauran penjualan (sales mixed) juga dapat mempengaruhi margin KLBF, yang menjadi risiko utama dari rekomendasi ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News