Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas emiten anggota indeks LQ45 telah merilis laporan keuangan kuartal I-2025. Namun, ada beberapa emiten penghuni LQ45 mencatatkan kinerja keuangan yang kurang memuaskan, baik dari sisi top line maupun bottom line.
Berdasarkan data yang dihimpun Kontan, kinerja emiten-emiten LQ45 yang bergerak di sektor energi atau pertambangan tampak memerah.
Misalnya, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) yang mengalami penurunan pendapatan 22,33% year on year (yoy) menjadi US$ 381,62 juta serta laba bersih turun 52,27% yoy menjadi US$ 76,70 juta pada kuartal I-2025.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Ini Gencar Divestasi Anak Usaha, Cek Rekomendasi Analis
Begitu juga dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang mengalami koreksi laba bersih 50,50% yoy menjadi Rp 391,45 miliar pada kuartal I-2025. Namun, pendapatan emiten pelat merah tersebut masih mampu tumbuh 5,84% yoy menjadi Rp 9,96 triliun.
Sementara itu, hampir seluruh emiten LQ45 di sektor perbankan mencatatkan kenaikan kinerja, terutama dari sisi laba bersih. Misalnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang meraih laba bersih Rp 14,1 triliun pada kuartal I-2025 atau tumbuh 9,80% yoy, serta PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang laba bersihnya meningkat 3,94% yoy menjadi Rp 13,20 triliun.
Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mengalami penurunan laba bersih 13,92% yoy menjadi Rp 13,67 triliun pada kuartal I-2025.
Sejumlah emiten LQ45 di sektor Fast Moving Consumer Good (FMCG) dan ritel juga mampu membukukan kinerja keuangan positif pada tiga bulan pertama 2025.
Baca Juga: Sektor Properti Tersengat Sentimen Positif Penurunan BI Rate, Cek Rekomendasi Analis
Ambil contoh pada duo emiten milik Grup Salim, yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang meraih kenaikan pendapatan 2,48% yoy menjadi Rp 31,55 triliun dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang mencetak kenaikan pendapatan 1,32% yoy menjadi Rp 20,18 triliun pada kuartal I-2025.
Laba bersih INDF dan ICBP juga mampu tumbuh dua digit sepanjang kuartal I-2025 yakni masing-masing 11,20% yoy menjadi Rp 2,72 triliun dan 12,95% yoy menjadi Rp 2,65 triliun.
Di sisi lain, kinerja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) masih lesu lantaran pendapatannya turun 6,09% yoy menjadi Rp 9,46 triliun dan laba bersihnya anjlok 14,60% yoy menjadi Rp 1,23 triliun pada kuartal I-2025.
Baca Juga: Laba AKR Corporindo (AKRA) Susut 5% pada Kuartal I-2025, Cek Rekomendasi Analis
Di sektor ritel, dua emiten Grup MAP sanggup membukukan pertumbuhan laba bersih dua digit. PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) meraih kenaikan laba bersih 14,07% yoy menjadi Rp 472,26 miliar, sedangkan PT Map Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA) mencatatkan kenaikan laba bersih 20,81% yoy menjadi Rp 339,98 miliar pada kuartal I-2025.
Hasil ini diikuti oleh pertumbuhan pendapatan, yang mana MAPI meraih kenaikan pendapatan 5,82% yoy menjadi Rp 9,3 triliun sementara MAPA meraih kenaikan pendapatan 16,95% yoy menjadi Rp 4,31 triliun.
Emiten ritel barang konsumen primer, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) turut meraih pendapatan 11,75% yoy menjadi Rp 32,77 triliun dan laba bersih tumbuh 9,52% yoy menjadi Rp 975,11 miliar pada kuartal I-2025.
Lebih lanjut, emiten di sektor telekomunikasi mencatatkan kinerja yang relatif negatif. Misalnya, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang mengalami pelemahan pendapatan 2,11% yoy menjadi Rp 36,63 triliun dan koreksi laba bersih 4,01% yoy menjadi Rp 5,81 triliun pada akhir kuartal I-2025.
Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo mengatakan, kinerja emiten yang terdaftar dalam indeks LQ45 memang masih menunjukkan pelemahan, namun masih sesuai dengan ekspektasi pasar.
Baca Juga: Kinerja Emiten Bahan Kimia Kurang Menggembirakan, Cek Rekomendasi Analis
Pelemahan kinerja terjadi di beberapa sektor, khususnya yang bersinggungan langsung dengan komoditas energi dan pertambangan.
“Pendapatan yang turun akibat harga komoditas yang lesu, serta biaya-biaya yang cukup tinggi lantaran kurs yang lemah, telah menekan margin emiten di sektor tersebut, kecuali untuk emiten komoditas emas,” ungkap dia, Jumat (2/5).
Secara umum, emiten-emiten LQ45 jelas terdampak oleh kondisi ekonomi global yang tak menentu akibat kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
Belum lagi, kondisi ekonomi domestik juga cukup menantang seiring pelemahan daya beli masyarakat, suku bunga acuan yang masih di level tinggi, serta pelemahan kurs rupiah.
Senada, VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menyampaikan, kinerja emiten-emiten LQ45 dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal.
Baca Juga: Kinerja Emiten Bahan Kimia Kurang Menggembirakan, Cek Rekomendasi Analis
Mulai dari depresiasi rupiah yang membuat beban impor membengkak, suku bunga acuan yang tinggi sehingga membebani cost of credit, pelemahan harga komoditas minerba, hingga permintaan global yang melemah sehingga berdampak pada penurunan ekspor.
Dia juga menilai, hasil kinerja keuangan biasanya berkorelasi dengan pergerakan harga saham emiten yang bersangkutan di pasar. Sebagai gambaran, kekhawatiran beban pembiayaan kredit yang meningkat berdampak negatif bagi emiten perbankan, di mana hal ini diikuti oleh respons pelaku pasar yang cenderung negatif.
“Capital outflow terbesar saat ini terjadi emiten perbankan dan berdampak pada pergerakan indeks LQ45 karena memiliki bobot terbesar,” ujar Audi, Jumat (2/5).
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menambahkan, rilis laporan keuangan tentu dapat memicu volatilitas harga saham emiten LQ45 dalam jangka pendek, terutama bagi emiten yang mencatat kinerja negatif.
Namun, pengaruh hasil kinerja keuangan ini terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak bisa dilihat dari satu sisi saja.
“Beberapa emiten besar seperti ANTM, BRIS, BBCA, dan JSMR justru mencatatkan pertumbuhan laba dan menjadi penyeimbang di tengah tekanan kinerja dari emiten lainnya,” tutur dia, Jumat (2/5).
Baca Juga: Mayoritas Emiten LQ45 Telah Rilis Kinerja Kuartal I-2025, Cek Rekomendasi Analis
Ditambah lagi, valuasi IHSG secara keseluruhan kini berada di level yang relatif murah, yang mana Price to Earning Ratio (PER) IHSG sudah menyentuh kisaran saat pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, Ekky menganggap tekanan akibat laporan kuartal I-2025 emiten LQ45 relatif bersifat jangka pendek dan terbatas.
Untuk kuartal-kuartal berikutnya, lanjut Ekky, kinerja emiten LQ45 sangat tergantung pada kondisi makroekonomi domestik dan global.
Jika daya beli masyarakat membaik, pertumbuhan ekonomi nasional kembali solid, serta ketegangan geopolitik seperti perang dagang mulai mereda, maka peluang pertumbuhan kinerja keuangan emiten LQ45 pada kuartal kedua dan seterusnya akan lebih terbuka.
“Dalam kondisi pasar yang masih penuh ketidakpastian seperti saat ini, kami menyarankan investor untuk bersikap lebih reaktif dan responsif terhadap perkembangan sentimen makro,” imbuh dia.
Baca Juga: Emiten Migas Catat Kinerja Positif di Kuartal III-2024, Cek Rekomendasi Analis
Ekyy menyebut ada beberapa emiten LQ45 yang baru menunjukkan momentum dan layak dicermati oleh investor.
Di antaranya adalah AMRT yang memperlihatkan rebound yang cukup kuat dengan target harga jangka pendek di level Rp 2.700 per saham, lalu CTRA yang harga sahamnya berpeluang bergerak ke level Rp 1.100 per saham dengan didukung oleh sektor properti yang mulai bergerak, serta CPIN yang mulai terlihat pulih dengan tren rebound dengan target harga terdekat di level Rp 5.000 per saham.
Sementara itu, Audi berpandangan peluang perbaikan kinerja emiten LQ45 hingga akhir 2025 masih akan bergantung oleh beberapa sentimen seperti relaksasi kebijakan suku bunga acuan, penguatan kurs rupiah, stabilitas harga komoditas, dan perkembangan tensi perang dagang AS-China.
Dia pun merekomendasikan beli beberapa saham, seperti BBCA dengan target harga Rp 9.250 per saham, TLKM dengan target harga Rp 2.830 per saham, BMRI dengan target harga Rp 5.400 per saham, serta ICBP dengan target harga Rp 14.900 per saham.
Baca Juga: Cermati Prospek dan Rekomendasi ICBP dan INDF Pasca Rilis Kinerja Kuartal I-2025
Praska menyebut, peluang penurunan suku bunga acuan oleh BI membuat emiten LQ45 di sektor perbankan memiliki peluang perbaikan kinerja.
Selain itu, komoditas logam mulia juga memiliki prospek menjanjikan di tengah ketidakpastian ekonomi terkini. Alhasil, ia menyarankan investor untuk mencermati saham ANTM, MDKA, BMRI, BBCA, BBNI, dan BBRI.
Selanjutnya: Bursa Asia Sebagian Besar Libur, Indeks ASX Anjlok di Pagi Ini (5/5)
Menarik Dibaca: Weak Hero Class dan 5 Rekomendasi Serial Tentang Kenakalan Remaja di Netflix
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News