Reporter: Nur Qolbi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham emiten menara telekomunikasi cenderung melemah dalam beberapa bulan terakhir. Padahal, kinerja keuangan mayoritas emiten-emiten tersebut tergolong solid.
Berdasarkan data RTI, selama enam bulan terakhir sampai dengan Senin (21/3), harga PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) merosot 24,54% menjadi Rp 1.030 per saham.
Dalam enam bulan terakhir, harga PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) stagnan, tetapi turun 6,13% ke Rp 2.910 selama tiga bulan ke belakang.
Sejak tercatat pada 22 November 2021, harga saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) juga masih lebih rendah dari harga IPO-nya, yakni Rp 785 dibanding harga IPO Rp 800 per saham.
Baca Juga: Terus Naik, Harga Minyak WTI Sentuh US$114,33 Per Barel Pagi Ini
Harga saham PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT) juga merosot 36,02% menjadi Rp 206 per saham dalam enam bulan terakhir.
Akan tetapi, emiten yang belum lama ini resmi mengakuisisi PT EPID Menara AssetCo memang mencatatkan penambahan rugi bersih per September 2021.
Harga saham PT Gihon Telekomunikasi Indonesia (GHON) minus 7,86% menjadi Rp 2.110 per saham dalam enam bulan terakhir. Hanya PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI) yang menorehkan kenaikan harga dalam enam bulan terakhir, yakni sebesar 10,42%. Akan tetapi, dalam tiga bulan ke belakang, BALI tercatat turun 11,64% ke level Rp 795 per saham.
Analis BCA Sekuritas Mohammad Fakhrul Arifin menilai, pelemahan harga pada saham-saham menara telekomunikasi disebabkan oleh minat investor yang saat ini memang tidak condong ke saham-saham tersebut.
Sebagaimana diketahui, pelaku pasar belakangan ini sedang menggandrungi saham-saham berbasis komoditas dan perbankan.
Dari segi fundamental, Fakhrul menilai, emiten penyedia menara, terutama TOWR, TBIG, dan MTEL masih memiliki kinerja yang solid. Pendanaan dan arus kasnya juga tergolong baik.
Baca Juga: Sudah Turun Dalam, Berikut Rekomendasi Analis pada Saham GGRM, HMSP dan WIIM
Investor asing juga masih menaruh porsi saham menara telekomunikasi di portofolionya, terlihat dari rasio investor domestik dan luar di negeri di masing-masing perusahaan. "Jadi, pelemahan yang terjadi hanya masalah momentum saja," kata Fakhrul saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (21/3).
Bernada serupa, Analis MNC Sekuritas Andrew Sebastian Susilo berpendapat, para investor kini memang lebih tertarik dengan saham-saham cyclical.
Contohnya, adalah saham komoditas yang banyak menjadi incaran seiring dengan tingginya harga jual komoditas. Naiknya suku bunga acuan The Fed juga membuat investor lebih memilih aset-aset yang lebih aman seperti saham perbankan.
Secara teknikal, Analis MNC Herditya Wicaksana melihat, pergerakan harga saham emiten menara-menara belakangan ini memang masih dalam fase konsolidasinya. Dengan kata lain, saham-saham ini belum mampu untuk menjebol support ataupun menembus resistance-nya.
Prospek ke Depan
Fakhrul menilai, prospek saham-saham menara telekomunikasi ke depannya masih akan bagus sejalan dengan adanya beberapa katalis positif. Salah satu sentimennya adalah penggelaran jaringan 5G yang lebih luas oleh para operator telekomunikasi.
Menurut Fakhrul, pengembangan jaringan 5G akan memberikan dampak nyata secara signifikan untuk sektor menara. Langkah operator telekomunikasi untuk meningkatkan kualitas jaringan, terutama ke luar Pulau Jawa juga bakal memberikan efek positif untuk perusahaan menara.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Melemah pada Selasa (22/3)
Andrew menambahkan, sentimen positif untuk sektor menara telekomunikasi juga berasal dari permintaan data yang semakin besar. Ia mencatat, pertumbuhan trafik data meningkat hampir 20 kali lipat sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2021.
"Dengan banyaknya permintaan data ini, tentu perusahaan menara akan diuntungkan karena penyewaan dari operator juga akan bertambah," tutur Andrew.
Selain itu, rencana pengembangan jaringan berteknologi 5G juga diprediksi akan mampu mendongkrak performa perusahaan-perusahaan menara pada tahun 2022.
Sebagai contoh, Mitratel berencana untuk membangun 6.000 km fiber optic berkolaborasi dengan Alita. Andrew meyakini fiber optic tepat untuk pengembangan jaringan 5G, sebab teknologi ini mampu mengirimkan data lebih besar dengan kecepatan 1Gbps.
Oleh sebab itu, Andrew masih merekomendasikan buy MTEL dengan target harga Rp 1.000 per saham, buy TBIG dengan target harga Rp 3.500, dan buy TOWR dengan target harga Rp 1.600 per saham untuk jangka panjang.
Sementara Fakhrul merekomendasikan buy MTEL dengan target harga Rp 1.150 per saham, buy TOWR dengan target harga Rp 2.000, dan hold TBIG dengan target harga Rp 3.000 per saham untuk jangka waktu 12 bulan ke depan.
Secara teknikal, Herditya memperkirakan, pergerakan saham-saham menara berpeluang menguat selama tidak menjebol level support-nya. Yang menarik dicermati adalah TOWR dengan support- resistance Rp 1.000-Rp 1.055, MTEL Rp 760-Rp 800, dan CENT Rp 156-Rp 218.
Untuk TBIG, pergerakannya masih tertahan oleh cluster MA20 dan MA60-nya, meskipun dari sisi MACD dan Stochastic ada peluang untuk lanjut menguat. Support terdekat berada di Rp 2.830 maka TBIG lebih disarankan untuk spekulasi dulu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News