Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, sentimen higher for longer bakal suku bunga AS bisa melemahkan posisi rupiah. Namun Bank Indonesia (BI) kemungkinan besar bakal berupaya untuk menghindari pelemahan terjadi ke Rp 16.500 per dolar AS.
Rully menilai, Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan untuk memperlebar selisih (spread) antara BI rate dan Fed Fund Rate (FFR) yang bisa meredam pelemahan nilai tukar. Sebab rupiah secara fundamental sebenarnya cukup solid, tetapi tidak mampu meredam sentimen eksternal dari Amerika.
“Saya rasa perbankan merupakan sektor defensif saat ada koreksi pasar cukup dalam. Itu karena bank memiliki risk management sangat baik dan highly regulated, sehingga akan selalu menjadi andalan saat ketidakpastian pasar,” ungkap Rully dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Saham Bank Kompak Anjlok, Analis Rekomendasikan Akumulasi Beli Saham Bank Big Caps
Rully optimistis sektor perbankan masih akan menjanjikan karena pertumbuhan kredit di sektor perbankan akan tetap tumbuh tinggi, sejalan dengan proyeksi BI yang di kisaran 10 – 12%.
Pertumbuhan DPK juga mulai membaik pada bulan di bulan Januari dan Februari, masing-masing sebesar 5,8% YoY dan 5,7% YoY, setelah tiga bulan terakhir di tahun 2023 tumbuh di bawah 4% YoY.
Rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) juga masih relatif terjaga di bawah 85%, dan tingkat kredit tidak lancar (NPL) yang masih terbilang rendah. Sehingga, masih terbuka ruang peningkatan pertumbuhan kredit perbankan.
Rully melihat bahwa kondisi tersebut merupakan hasil dari kebijakan makroprudensial pemerintah yang pro-growth. Pertumbuhan kredit pada bulan Januari 2024 tercatat cukup tinggi mencapai 11,8% YoY, tertinggi pada hampir 5 tahun terakhir.
Baca Juga: Optimisme Emiten Ritel di Tahun 2024, Idul Fitri Jadi Sentimen Positif di Awal Tahun
Sedangkan, pertumbuhan kredit pada bulan Februari 2024 sedikit lebih rendah tapi tergolong tetap tinggi sebesar 11,3% YoY.
“Kami memandang bahwa dengan kebijakan makroprudensial yang longgar dan disertai dengan likuiditas yang masih memadai, pertumbuhan kredit masih akan tetap kuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, meski di tengah berbagai tantangan di sepanjang tahun 2024,” imbuhnya.
Namun demikian, Rully turut memperhitungkan adanya risiko yang harus dimitigasi ke depan agar stabilitas sektor keuangan tetap terjaga. Perbankan sepertinya memang akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit mengingat kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak COVID-19 telah berakhir per tanggal 31 Maret 2024.
Saat ini Loan at Risk (LaR) perbankan masih cukup tinggi yaitu 11,56% per Februari 2024. Sementara, Gross NPL pada periode yang sama tetap rendah yaitu 2,35%.
Di samping itu, fundamental ekonomi Indonesia sebenarnya masih solid di awal tahun ini berkat sentimen pemilu, momentum ramadan dan lebaran idul fitri yang mungkin menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% pada kuartal I-2024.
Tren surplus neraca perdagangan semestinya juga membuat rupiah bisa terjaga di bawah Rp 16.000 per dolar AS. Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari sampai dengan Maret 2024 mencapai US$ 7,31 miliar.
Baca Juga: Direksi Bank Mandiri Kompak Borong Saham BMRI Saat Harga Sahamnya Terkoreksi