Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham PT Indofarma Tbk (INAF) terancam didepak atau delisting dari daftar emiten tercatat di bursa saham Indonesia. Hal ini imbas serangkaian masalah yang menimpa emiten pelat merah tersebut.
Beberapa waktu lalu, INAF bersama anak perusahaannya sempat disorot publik terkait kasus manipulasi laporan keuangan. Perusahaan farmasi ini juga dikabarkan pernah menunggak pembayaran gaji karyawannya pada Maret 2024.
Secara kinerja keuangan pun, di kuartal pertama 2025, INAF masih mencatatkan rugi bersih Rp 25,10 miliar dari rugi Rp 53,94 miliar di kuartal l tahun 2024.
Baca Juga: Gelar RUPST, Indofarma (INAF) Ganti Jajaran Komisaris dan Direksi
Bila dirinci, penjualan bersih INAF turun 15,75% (YoY) menjadi Rp 36,76 miliar pada kuartal I 2025 dari Rp 43,63 miliar pada kuartal I 2024.
Penurunan penjualan ini dialami seluruh segmen. Misalnya, segmen penjualan obat tercatat anjlok 80,88% YoY menjadi Rp 20,28 miliar dari Rp 106,15 miliar.
Segmen penjualan alat kesehatan juga terjun lebih dalam 84,19% YoY menjadi Rp16,47 miliar dari Rp104,22 miliar.
Susutnya penjualan ini diiringi penurunan beban pokok penjualan sebesar 2,26% YoY menjadi Rp 42,36 miliar dari Rp43,34 miliar.
Liabilitas INAF di kuartal l 2025 tercatat sebesar Rp 1,36 triliun. Pada 31 Desember 2024, liabilitasnya sejumlah Rp 1,76 triliun.
Ekuitas INAF di periode tersebut juga tampak defisit Rp 788,95 miliar dari sebelumnya defisit Rp 1,14 triliun.
Baca Juga: Anak Usaha Dinyatakan Pailit, Indofarma (INAF) Pastikan Operasional Tidak Terganggu
Dengan begitu, total aset INAF di kuartal l 2025 sebesar 574,07 miliar, turun dari posisi Rp 618,15 miliar di posisi 31 Desember 2024.
Adapun sejak 22 Juli 2022 hingga suspensi sahamnya di akhir Juni 2024, saham INAF telah anjlok 88,67% dari Rp 1.130 ke level Rp 126 per saham.
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, sinyal pemburukan kinerja INAF mulai tertangkap pasca perusahaan tersandung kasus skandal fraud dan pemalsuan keuangan.
“Sejak saat itu, kepercayaan investor terhadap emiten ini perlahan menghilang,” ujar Ekky saat ditanya Kontan, Kamis (23/7).
Padahal menurut Ekky, INAF sempat menjadi salah satu pilihan utama emiten di sektor kesehatan, khususnya kala pandemi Covid-19 dengan peran yang diembannya sebagai distributor alat kesehatan dan vaksin.
Turunnya performa keuangan INAF juga turut memperburuk kondisi operasional dan pada akhirnya menyebabkan INAF masuk ke dalam radar emiten yang berpotensi delisting.
Baca Juga: Indofarma Global Medika, Anak Usaha Indofarma (INAF) Resmi Menyandang Status Pailit
“Suspensi saham oleh Bursa Efek Indonesia terjadi sebagai respons terhadap kondisi keuangan yang memburuk dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan signifikan,” terang Ekky.
Analis Korean Investment and Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi juga sepakat, masalah struktural internal, penurunan kinerja keuangan, dan isu tata kelola terus mendorong INAF ke arah potensi delisting di bursa saham.
“Minim sinergi juga dalam ekosistem BUMN farmasi lainnya,” ujarnya.
Untuk memoles kembali kinerjanya, INAF menurut Wafi perlu restrukturisasi bisnis dan memperbaiki tata kelola.
Ekky juga mengamini, INAF perlu melakukan langkah-langkah pemulihan seperti restrukturisasi utang, efisiensi operasional, dan mencari pendanaan baru.
“Namun, mengingat kondisi keuangan INAF yang sangat terbatas serta tingkat kepercayaan pasar yang rendah, proses pemulihan akan sangat menantang dan membutuhkan komitmen yang luar biasa dari manajemen dan pemegang saham utama,” kata Ekky.
Dari sisi investor, Ekky bilang saat ini ruang geraknya memang terbatas.
Baca Juga: Indofarma Ekspor Produk Farmasi ke Afghanistan
Dalam kondisi seperti ini, investor kata dia harus menyadari bahwa berinvestasi di saham yang sedang bermasalah memang membawa risiko besar, termasuk kemungkinan kehilangan likuiditas dan potensi nilai investasi yang tergerus habis.
Namun perlu dicatat, BEI menurut Ekky sudah menjalankan perannya secara tepat dengan terus memberikan peringatan dini melalui papan pemantauan khusus dan mewajibkan keterbukaan informasi dari emiten yang menghadapi masalah serius.
Sebagai informasi, saham INAF saat ini digenggam PT Bio Farma (Persero) sejumlah 2,50 miliar saham atau mencakup 80,66%.
Sisanya, masyarakat sebanyak 371,73 miliar saham atau setara 11,99% dan PT Asabri (persero) sebanyak 227,53 miliar atau setara 7,34%.
“Ini menjadi pengingat bagi investor untuk selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian, termasuk memperhatikan aspek tata kelola perusahaan, transparansi, dan keberlanjutan model bisnis sebelum mengambil keputusan investasi,” pungkas Ekky.
Baca Juga: Anak Usaha Pailit, Bisnis Indofarma (INAF) Tetap Berjalan Normal
Adapun saran Wafi, investor bisa mempertimbangkan untuk merealisasikan kerugiannya (cut loss) atau menunggu hingga proses delisting betul-betul dilakukan.
Selanjutnya: Harta Kekayaan Prabowo Subianto Capai Rp 2 Triliun di LHKPN 2025
Menarik Dibaca: Fitur Lifestyle Hadir di PLN Mobile, Perluas Layanan ke Ranah Hiburan dan Gaya Hidup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News