Reporter: Maggie Quesada Sukiwan, Narita Indrastiti | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penghitungan penuh PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menghasilkan dampak dilematis. Dari sisi positif, HMSP menjadi pilihan baru portofolio investor.
Di sisi lain, bobot HMSP yang begitu besar menyetir pergerakan IHSG secara signifikan, padahal free float HMSP minimal. Dari data Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang tahun ini HMSP memberikan bobot 32,02% atau 65,9 poin terhadap kenaikan IHSG year to date (ytd) yang sebesar 4,48% atau 205,94 poin.
Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) 18,27% dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) 12,60%. Wajar saja jika saham berkapitalisasi pasar besar itu menyetir pergerakan IHSG.
Kemarin, sebagai contoh, harga saham HSMP naik 2,37% menjadi Rp 109.000 per saham. Alhasil, IHSG melompat naik 2,85% menjadi 4.798,95. Nah, persoalannya, jumlah saham beredar alias free float HMSP berada di batas minimum, yakni 7,5%.
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, mengatakan, jumlah saham beredar yang terbatas menyebabkan posisi bid dan offer HMSP kecil. "Kalau saham sulit bid-offer-nya, bagaimana bisa punya barang. Padahal, manajer investasi mau tidak mau harus memiliki saham itu, sementara di pasar terbatas," ujarnya.
Masih minimnya free float dan tingginya harga memicu saham HMSP volatil dan pada akhirnya berdampak ke volatilitas IHSG. Ia mengatakan, semenjak HMSP diperhitungkan penuh dalam indeks, terjadi kontraksi IHSG yang tinggi karena saham HMSP pernah tiba-tiba melonjak di akhir sesi.
David Sutyanto, Analis First Asia Capital, melihat, masuknya HMSP dan menjadi penyetir IHSG secara signifikan memang mulai kontroversial. Akan banyak investor yang tak menyukai pengaruh dominan HMSP terhadap indeks. "Free float kecil tapi pergerakannya besar. Ini jadi masalah," ujar dia.
David mencontohkan, saat saham besar lain seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan beberapa saham bank big caps turun, HMSP bisa naik sendirian dan membuat IHSG naik. Nah, hijaunya IHSG ini tak objektif. Sehingga, manajer investasi mau tak mau harus memiliki HMSP untuk mengontrol pergerakan portofolio.
Investment Director Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana sebelumnya mengatakan, sebagian besar produk reksadana saham yang beredar belum memiliki efek saham HMSP dengan bobot besar.
Padahal bobot HMSP lebih dari 10% IHSG. Itu sebab rerata reksadana saham negatif di awal tahun, bahkan performanya berada di bawah IHSG.
Senior Fund Manager BNI Asset Management Hanif Mantiq menandaskan, rendahnya performa rata-rata reksadana saham disebabkan oleh mayoritas produk yang tidak memiliki efek saham HMSP.
Menurut Satrio, sampai HMSP memperbesar free float, akan lebih baik jika sahamnya tak diperhitungkan penuh. Sehingga, IHSG bisa bergerak dengan lebih wajar.
Ia bilang, terkadang manajer investasi harus membeli saham HMSP di harga tinggi agar bisa mengejar return di atas IHSG. Dengan free float minim, saham HMSP mudah dikendalikan beberapa pihak.
Menurut David, BEI harus mampu mendorong emiten besar menambah likuiditas. Sementara menurut Satrio, akan lebih baik pula jika HMSP bisa memecah nilai saham agar posisi bid offer lebih gemuk. Bukan cuma HMSP, tapi saham lain berkapitalisasi pasar besar dengan free float terbatas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News