Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
BREN akan memegang 100% kepemilikan di Sidrap 1 dan 51% kepemilikan di Sidrap 2, Sukabumi Bayu Energi, dan Lombok Timur Bayu senilai US$17 juta.
Akuisisi strategis ini akan meningkatkan kapasitas energi terbarukan BREN menjadi total 1.281 MW, dengan kapasitas efektif 1.124 MW.
“Langkah BREN semakin memperkuat posisinya sebagai pemimpin industri dan mendorong perusahaan lebih dekat ke tujuan jangka menengah untuk mencapai kapasitas besar 2.000 MW,” ungkap Andreas dalam riset 24 Januari 2024.
Baca Juga: Berpotensi Terdepak dari Indeks MSCI, Simak Rekomendasi Saham Aneka ANTM Ini
Sementara itu, TPIA dinilai akan ada lebih banyak lagi akuisisi infrastruktur di masa depan. Seperti diketahui, EGCO telah menginvestasikan US$194 juta atau setara 30% saham di Chandra Daya Investasi (CDI), sebuah kendaraan bertujuan khusus untuk solusi infrastruktur.
Andreas menuturkan, investasi EGCO tersebut menjadikan nilai total CDI sebesar US$646 juta. Selanjutnya CDI akan meningkatkan kapasitasnya menjadi 300 MW dari kapasitas saat ini sebesar 120 MW.
“Perlu dicatat bahwa TPIA saat ini memiliki cadangan kas yang besar sebesar US$ 2,3 miliar yang memungkinkannya memanfaatkan peluang strategis untuk mengakuisisi aset dan bertransisi menjadi entitas induk infrastruktur energi,” imbuh Andreas.
Serangkaian langkah akuisisi tersebut diharapkan bakal memperkuat fundamental anak usaha BRPT, terutama BREN. Sebab, saham-saham grup Barito dinilai tidak memiliki prospek pertumbuhan saat harga melejit tinggi di akhir tahun lalu.
Baca Juga: Barito (BREN) Kandidat Kuat Masuk Indeks MSCI, Antam (ANTM) Berpeluang Terdepak
Asal tahu saja, BREN sempat merajai bursa dengan menyalip kapitalisasi pasar (market cap) PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pada 8 Desember 2023 lalu. Padahal, BREN baru saja bergabung ke Bursa Efek Indonesia (BEI) kurang lebih 2 bulan atau tepatnya pada 9 Oktober 2023.
Pandangan tersebut sebelumnya juga sudah disampaikan oleh JP Morgan yang melihat saham BREN dan TPIA tidak sebanding dengan perubahan substansial dalam prospek pertumbuhan keduanya. Sehingga tampak tidak adanya keberlanjutan dalam jangka waktu 12 bulan ke depan.
"Kami tidak melihat adanya perubahan penting pada prospek pertumbuhan TPIA dan BREN. Hal ini akan mengarahkan risk/reward ke sisi negatif bagi BRPT," ungkap Analis JP Morgan Sekuritas Arnanto Januri dalam riset tertanggal 12 Desember 2023.
Arnanto memperkirakan dengan spread Polyethylene (PE) / Polypropylene (PP) yang lemah akan menyebabkan pemulihan kinerja keuangan TPIA berjalan lambat.
Spread PE/PP pada tahun 2024 diperkirakan di bawah level pertengahan siklus pada level US$ 400 - US$ 420 per ton, didorong oleh penambahan kapasitas dan banyaknya permintaan.
Baca Juga: AMMN Jadi Kandidat Terkuat Masuk Indeks MSCI, Ini Rekomendasi Sahamnya dari Analis