kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Saham Bakrie dulu jadi jawara, sekarang sengsara


Rabu, 03 Oktober 2012 / 12:39 WIB
Saham Bakrie dulu jadi jawara, sekarang sengsara
ILUSTRASI. Timboel Siregar, koordinator advokasi BPJS watch


Reporter: Harris Hadinata, Dessy Rosalina | Editor: Imanuel Alexander

Pergerakan harga saham emiten-emiten yang terafiliasi grup Bakrie kini semakin sulit ditebak. Alih-alih mendapat untung, akrobat saham-saham ini malah sering membuat investor rugi. Lantas, masih menarikkah investasi di saham-saham tadi?

Pekan lalu, saham-saham yang terafiliasi dengan kelompok usaha Bakrie kembali mengguncang bursa saham. Pada pembukaan perdagangan Senin lalu (24/9), hampir semua harga saham yang terafiliasi Bakrie ambruk.

Tengok saja saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Hari itu, harga BUMI amblas sekitar 19,05% ke level Rp 680 per saham. Saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) juga anjlok hingga 16,85% hingga mencapai Rp 74 per saham.

Saham lain yang terafiliasi kelompok Bakrie, yakni saham PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN), juga merosot sekitar 8,97% jadi Rp 520 per saham. Dari 11 saham yang terafiliasi dengan kelompok usaha Bakrie, hanya saham PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan saham PT Darma Henwa Tbk (DEWA) yang tidak bergerak. Maklum, kedua saham terakhir sudah mentok di level
Rp 50 per saham.

Runtuhnya harga saham-saham terafiliasi grup Bakrie ini bahkan menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Saat itu, IHSG merosot 1,03% ke level 4.244,62. “Pasar juga dipengaruhi oleh tekanan jual pada saham-saham Grup Bakrie,” sebut Purwoko Sartono, analis Panin Sekuritas.

Asal tahu saja, pada hari itu, ada enam saham terafiliasi Bakrie yang menjadi penggerus indeks. Selain BUMI, BTEL, dan BORN, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), dan PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) juga ikut menggerus indeks saham.

Ini adalah kesekian kalinya harga saham-saham yang terafiliasi konglomerasi Bakrie mengguncang pasar saham Indonesia. Sebelum ini, saham-saham yang terkait Bakrie juga sempat anjlok terkena sentimen negatif utang yang menggunung, ditambah ancaman default, serta kasus penghentian sementara perdagangan saham BTEL beberapa waktu lalu.

Kali ini, sentimen negatif yang mendera saham kelompok usaha Bakrie berasal dari Inggris. Bukan soal krisis. Sentimen negatif justru datang dari salah satu kongsi usaha milik Grup Bakrie sendiri, yakni Bumi Plc yang berdomisili di Inggris.
Senin lalu (24/9), manajemen perusahaan milik grup Bakrie yang tercatat di London Stock Exchange ini mengirim surat kepada otoritas bursa di London. Isinya adalah pemberitahuan bahwa manajemen Bumi Plc akan membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kemungkinan penyelewengan keuangan yang terjadi di anak usaha Bumi Plc, yakni PT Bumi Resources Tbk dan PT Berau Coal Energy Tbk.

Pasar langsung bereaksi negatif menyikapi langkah manajemen Bumi Plc ini. Harga saham Bumi Plc di bursa saham London saat itu juga ikut terjun bebas. Saham perusahaan patungan antara Grup Bakrie, Samin Tan, dan Nathaniel Rothschild ini anjlok 24,66% dalam sehari.

Untunglah, tekanan negatif saham-saham yang terafiliasi keluarga Bakrie ini tidak berlangsung lama. Esoknya, IHSG sudah kembali menguat.

Kapitalisasi pasar turun

Pergerakan saham-saham yang terafiliasi dengan kelompok usaha Bakrie saat ini memang lebih sering membuat investor jantungan. Padahal, sekitar lima tahun yang lalu, saham-saham tujuh samurai, istilah beken untuk tujuh saham Grup Bakrie yang sudah masuk bursa saat itu, termasuk saham yang paling digandrungi oleh para investor.

Di 2007 silam, saat busa saham Jakarta pertama kalinya mencetak nilai transaksi hingga menyentuh Rp 11 triliun, perdagangan saat itu antara lain didorong oleh dua saham emiten kelompok Bakrie, yakni saham BNBR dan ELTY. Analis pun kala itu tidak ragu memberi rekomendasi beli untuk saham-saham tersebut.

Bahkan, saham-saham emiten yang terafiliasi Bakrie sempat menguasai indeks saham Indonesia. Asal tahu saja, di 2008 silam, kapitalisasi pasar saham emiten yang terafiliasi Bakrie sempat mencapai 30%–40% dari total kapitalisasi pasar saham Indonesia. Beberapa saham grup Bakrie juga sempat masuk dalam daftar 25 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa saham Indonesia.

Maklumlah, secara fundamental, sebenarnya, kondisi emiten yang terafiliasi kelompok usaha Bakrie ini tidak buruk-buruk amat. Bumi Resources merupakan perusahaan batubara dengan produksi dan tambang terbesar. Jangan lupa, Bumi masih menguasai Kaltim Prima Coal dan Arutmin Indonesia, tambang batubara terbesar di Indonesia.

Bisnis Bakrieland Development juga cukup oke. Perusahaan properti ini punya proyek properti mentereng, seperti superblok Epicentrum di Kuningan. “Beberapa proyek residensial dan pengembangan superblok Epicentrum memiliki potensi pasar yang bagus,” sebut Norico Gaman, Kepala Riset BNI Securities.

Tapi, kini, keadaan tadi berbalik 180 derajat. Total kapitalisasi pasar 11 saham emiten yang terafiliasi Bakrie kini hanya tersisa sekitar Rp 66,88 triliun, atau sekitar 1,74% dari total kapitalisasi pasar saham. Analis pun kini kebanyakan memilih menyarankan investor menghindari saham-saham yang terafiliasi Bakrie.

Maklumlah, alih-alih menggemukkan pundi laba investor, saat ini, rata-rata saham emiten yang terafiliasi Bakrie justru menggerus kantong investor.

Pasalnya, banyak sentimen negatif yang membayangi saham-saham tersebut. Ambil contoh saham Bakrie & Brothers. Menurut data Bloomberg, sepanjang tahun ini, rugi investasi bila Anda menempatkan dana di saham BNBR mencapai sekitar 1,96%.
Sementara, bila Anda sudah menempatkan dana di saham BNBR selama lima tahun terakhir, kerugian investasi Anda mencapai 38,92% per tahun. Ini dengan asumsi bila perusahaan membagi dividen, dividen tersebut kembali diinvestasikan.

Ini belum apa-apa. Bandingkan dengan kinerja PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG). Bila Anda berinvestasi di saham ini, sepanjang tahun ini, Anda sudah merugi 49,44%.

Rugi investasi pada saham Bumi Resources lebih dahsyat lagi. Sepanjang tahun 2012 ini saja, investasi di saham BUMI sudah merosot 66,02%. Sementara bila dihitung sejak lima tahun lalu, kerugian investasi mencapai 26,18% per tahun (lihat tabel di halaman 8).

Faktor negatif utama yang patut diwaspadai dari saham-saham emiten yang terafiliasi Bakrie ini adalah faktor utang perseroan ini. Analis AM Capital Janson Nasrial menuturkan, rata-rata tingkat utang terhadap earning before interest, tax, depreciation and amortization (EBITDA) emiten yang terafiliasi grup Bakrie mencapai 5 kali hingga 7 kali. Artinya, rata-rata emiten yang terafiliasi grup Bakrie membutuhkan waktu antara 5 tahun hingga 7 tahun untuk melunasi seluruh kewajiban utangnya. “Saat ini rasio debt over EBITDA IHSG hanya 0,09 kali. Jadi emiten Bakrie sangat buruk,” tandas Janson.

Para analis menilai, kondisi tersebut merupakan dampak buruknya pengelolaan perusahaan di kelompok usaha Bakrie. “Pemicu utama penurunan harga saham Bakrie karena gaya kelola perusahaan yang buruk. Banyak sekali informasi yang seharusnya diketahui publik tapi tidak dibuka secara transparan, khususnya soal tata kelola utang,” sebut Norico.

Padahal, selama ini, emiten-emiten itu giat menggelar ekspansi dengan mengandalkan skema utang. Di sisi lain, pengelolaan manajemen BUMI dan kawan-kawan dalam hal pemenuhan kewajiban utang juga buruk. “Jika sudah mendekati jatuh tanggal jatuh tempo utang, investor seharusnya mengetahui langkah apa yang akan ditempuh perusahaan,” imbuh Norico.

Tidak terbukanya Grup Bakrie dalam pengelolaan utang ini membuat investor gamang. Apalagi, investor sendiri memandang gunungan utang sebagai hal yang merugikan bisnis perusahaan di masa mendatang. “Kalau sudah begini, yang dirugikan investor publik, karena ekspektasi mendapat dividen menipis,” sebut Norico lagi.

Emiten-emiten yang terafiliasi dengan kelompok usaha Bakrie memang terbilang pelit dividen. Menurut data Bloomberg, hanya tiga emiten dari kelompok usaha Bakrie yang masih memberikan dividen dari laba tahun lalu. Berau Coal masih memberikan imbal hasil atau yield dividen yang lumayan besar, yakni 4,2%. Setelah itu, Bakrie Sumatra Plantation memberikan dividen dengan yield 3,28%. Terakhir, Bumi Resources masih memberi dividen dengan yield 1,96%.
Masih ada yang oke
Memang, meski banyak sentimen negatif yang membayangi saham-saham yang terafiliasi dengan Bakrie, bukan berarti pelaku pasar tidak bisa mencopet laba dari saham-saham tersebut. Pelaku pasar bisa mencoba mencuil cuan dari saham-saham yang terafiliasi grup Bakrie dengan cara trading.
Cuma, kalau Anda berniat melakukan ini, Anda harus siap menanggung rugi. Maklumlah, analis memandang risiko menempatkan duit di saham-saham tersebut sangat tinggi. “Sentimen negatif dari luar perusahaan sangat banyak, jadi emiten grup Bakrie ini sulit dianalisa secara fundamental, juga secara teknikal,” tutur Viviet S. Putri, analis BNI Securities.

Karena itulah, kebanyakan analis memilih merekomendasikan investor untuk menjauhi saham-saham yang terafiliasi dengan Bakrie untuk saat ini. Janson, misalnya, menyarankan investor mengurangi portofolio yang berbau grup Bakrie. “Cut loss atau sell di harga berapa pun,” tandas dia.

Meski begitu, para analis tidak menutup mata, secara fundamental, ada beberapa saham yang terafiliasi Bakrie yang masih menarik di masa mendatang. Para analis khususnya menyoroti saham-saham yang berbasis komoditas.
Janson menilai, saham BORN masih punya prospek. Alasannya, pemegang saham mayoritas di Borneo adalah Samin Tan. “Dia niat bayar utang dan kondisi keuangan Borneo sebelum akuisisi Bumi Plc juga sebenarnya bagus,” papar dia.

Ia juga menilai positif niat Borneo mendivestasi asetnya. “Ini sentimen bagus, karena terlihat ada niat bagus untuk mengurangi utang, yang berujung ke perbaikan kinerja,” tegas dia. Sekadar info, Borneo berniat melego 20% saham di Asmin Koalindo Tuhup. Rencana ini sebenarnya sudah tercatat di prospektus IPO BORN.

Janson menuturkan, investor bisa melakukan akumulasi beli saat ini. Ia menaksir harga BORN dalam 6 bulan–9 bulan mendatang bisa meraih Rp 750.

Namun, analis Bahana Securities Irwan Budianto merekomendasikan tahan untuk BORN. Sebab, harga BORN di Rp 540 saat ini sudah mendekati target harga Irwan di Rp 480.

Saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) juga masih mendapat rekomendasi positif dari analis. Yualdo T. Yudoprawiro, analis Samuel Sekuritas, merekomendasikan beli saham BRMS dengan target harga Rp 790 per saham.

Yualdo beralasan, emiten pertambangan ini memiliki cadangan mineral yang besar. Ambil contoh, cadangan tembaga di konsesi Sungai Mak, Gorontalo, yang mencapai 292 juta ton. Selain itu, BRMS memiliki Newmont Nusa Tenggara.

Norico juga menilai fundamental saham-saham pertambangan yang terafiliasi grup Bakrie sebenarnya menarik. Namun, ia menyarankan, investor saat ini sebaiknya wait and see, sembari menunggu krisis di grup Bakrie usai. Nah, mau beli atau tidak, terserah Anda.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 52  XVI 2012, Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×