Reporter: Dina Farisah | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Rupiah terkulai lemah. Kemarin, kurs rupiah di pasar spot melemah 0,14% menjadi Rp 9.654 per dollar AS. Ini adalah level terendah sejak 29 Oktober 2009! Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), kemarin, rupiah turun 0,05% ke posisi Rp 9.643 per dollar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menengarai, BI sengaja membuat rupiah melemah. Tujuannya agar defisit neraca pembayaran Indonesia (NPI) tidak semakin jeblok. Maklum, kuartal I 2012, Indonesia mencatatkan defisit NPI sebesar US$ 1,03 miliar. Defisit NPI ini melebar pada kuartal II 2012 menjadi US$ 2,8 miliar.
Di kuartal III 2012, NPI memang mencatatkan surplus US$ 800 juta. Namun itu, belum cukup menambal defisit neraca pembayaran. Pada kuartal IV, NPI harus surplus US$ 2,5 miliar agar defisit tak semakin lebar. "Ini tentu harus ditopang masuknya dana asing dan penanaman modal asing (PMA)," kata Lana.
Edi Masrianto, Kepala Tresuri Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengatakan meski rupiah cenderung tertekan saat ini, bulan Desember nanti, kurs rupiah akan menguat. Permintaan dollar AS di akhir tahun biasanya tidak terlalu banyak. Hanya, krisis utang di zona Eropa bisa menjadi ancaman bagi rupiah.
Saat ini, pelaku pasar masih menunggu kepastian bailout untuk Yunani. Edi yakin, Yunani tidak akan dibiarkan keluar dari Uni Eropa. Jika keyakinan ini benar, rupiah akan mendapatkan sentimen positif, seiring dengan penguatan nilai tukar euro.
Director Chief Economist Mandiri Group, Destry Damayanti, menyatakan tidak khawatir terhadap pelemahan rupiah saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi mencapai 6,5%, tingkat inflasi 5% serta suku bunga 5,75% di tahun ini bisa menjadi bahan bakar rupiah. Ia memprediksi, akhir Desember, rupiah akan berada di Rp 9.670 per dollar AS.
Adapun Edi memperkirakan, di pengujung tahun ini, rupiah bisa menembus ke posisi Rp 9.550 per dollar AS. Rupiah berpotensi menguat di awal tahun 2013. Sampai medio 2013, kurs rupiah bakal bergerak di kisaran Rp 9.500-Rp 9.600 per dollar AS.
Optimisme ini didasari kondisi ekonomi Indonesia yang cukup stabil. "Ketika ekonomi Eropa dan AS tidak stabil, investor melirik negara-negara Asia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik seperti China, India dan Indonesia," kata Edi.
Meski cenderung melemah, Lana melihat, BI akan tetap melakukan intervensi. "Tampaknya, opsi BI menambah dollar," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News