Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah terus bergerak melemah dan berada di Rp 15.858 per dolar Amerika Serikat (AS) per Rabu (27/3). Level itu merupakan paling lemah sejak awal November 2023 atau hampir lima bulan terakhir.
Team Research Phintraco Sekuritas menilai hasil Federal Open Market Committee (FOMC) pada pekan lalu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan mata uang di Asia khususnya negara berkembang semakin terpuruk, tidak terkecuali Indonesia.
Pelaku pasar melihat bahwa Fed Funds Rate (FFR) atau suku bunga AS masih akan bertahan di level 525-550 bps dalam jangka pendek-menengah.
"Oleh karena itu, dolar diproyeksikan masih stabil ke depannya sehingga pelaku pasar lebih memilih untuk meninggalkan mata uang di negara berkembang," kata Team Research Phintraco, Rabu (27/3).
Baca Juga: Rupiah Capai Level Terendah Lima Bulan Terakhir, Intip Prediksi Hingga Tutup Tahun
Lebih lanjut, Phintraco melihat korelasi negatif antara pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dimulai pada bulan September 2023 yang lalu, USD/IDR berada di level Rp 15.369, sementara IHSG berada di level 7.016.
Namun, pada 1 November 2023 secara kumulatif IHSG melemah sebesar sebanyak 5,34% sejak 22 September 2023 ketika rupiah terapresiasi sebesar 3,64% terhadap dolar AS.
Kemudian, pola yang sama terjadi kembali pada tanggal 27 Desember 2023 hingga 26 Januari 2024. Secara kumulatif USD/IDR terapresiasi sebesar 2,52%. Sementara itu, IHSG justru mencatatkan pelemahan sebesar 1,50%.
"Ke depannya, kami memproyeksikan USD/IDR bergerak pada level Rp 15.964 sebagai resistance dan Rp 15.807 sebagai support saat ini. Pada hari Kamis (28/3) akan ada rilis data pertumbuhan ekonomi AS yang perlu diperhatikan," tutur Phintraco Sekuritas.
Apabila pasar melihat perekonomian AS masih kuat, maka ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed menurut Phintraro, mungkin saja dapat ditunda. Artinya, ini merupakan sinyal negatif bagi Rupiah karena pasar akan melihat bahwa dollar masih akan stabil ke depannya.
Sepanjang periode pelemahan rupiah terhadap dolar AS, dari pasar surat utang, Phintraco melihat adanya tren kenaikan harga untuk obligasi pemerintah jangka pendek.
Namun, adanya perbedaan tren harga untuk obligasi pemerintah jangka menengah-panjang (IndoGb 05Y dan 10Y) cenderung mengalami pelemahan. Hal ini mengindikasikan bahwa pelemahan Rupiah terhadap Dollar memberikan hasil yang variatif bagi pasar surat utang Indonesia.
"Sementara itu, kami melihat bahwa kondisi Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia masih dalam tren naik per kuartal III-2023. Namun, perlu dicermati bahwa data ini masih tertinggal selama 6 bulan," lanjutnya.
Baca Juga: Rupiah Melemah Ke Level Terendah Lima Bulan Terakhir, Infovesta: Efek Buruk Ke IHSG
Dari pasar saham, khususnya bagi emiten yang tedampak eksposur penguatan dolar akan meningkatkan beban-beban yang didenominasi dalam mata uang dolar. Namun, penguatan ini akan memberikan dampak positif bagi emiten dengan kegiatan bisnis yang penerimaan penjualannya didenominasi dalam dolar.
Alhasil, pelemahan nilai tukar rupiah ini memberikan dampak yang beragam terhadap sektor-sektor dalam perekonomian. Salah satu sektor yang umumnya diuntungkan adalah sektor atau emiten yang bersinggungan dengan komoditas.
Hal ini disebabkan oleh harga komoditas yang umumnya dihargai dalam dolar AS, sehingga ketika nilai tukar rupiah melemah, harga komoditas dalam rupiah naik, meningkatkan pendapatan dan keuntungan perusahaan yang bersinggungan dengan komoditas.
Namun, pelemahan rupiah juga merugikan sektor-sektor tertentu, seperti importir dan perusahaan dengan utang valas tinggi. Para importir akan merasakan dampak langsung dari kenaikan harga bahan baku dan barang impor lainnya, meningkatkan biaya produksi dan menurunkan keuntungan.
Sementara itu, perusahaan dengan utang valas tinggi akan terbebani oleh nilai utang valas yang meningkat dalam rupiah, meningkatkan beban keuangan dan risiko perusahaan.