Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah berhasil melanjutkan tren penguatan dengan masih berada di bawah Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan nilai tukar rupiah disokong oleh sentimen dovish Federal Reserve, serta data positif dari domestik.
Mengutip Bloomberg, Kamis (8/8), rupiah spot menguat sekitar 0,88% ke level Rp 15.893 per dolar AS. Senada, rupiah Jisdor Bank Indonesia ditutup menguat 0,92% ke level Rp 15.952 per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan rupiah hari ini disokong oleh pelemahan dolar AS. Investor sedang gundah gulana melirik prospek perekonomian AS seperti tingkat pengangguran yang masih tinggi, juga inflasi yang belum kunjung mereda, hingga kekhawatiran resesi.
Investor pun mengharapkan The Fed untuk segera menurunkan suku bunga acuan. Investor meningkatkan posisinya pada potensi The Fed untuk menurunkan suku bunga, setelah pertemuan bank sentral akhir Juli lalu mengindikasikan pemangkasan suku bunga di September mendatang.
“Pernyataan tersebut kemudian diikuti rilis data pasar tenaga kerja yang lemah pada hari Jumat dalam pekan yang sama. Saat ini, pasar nilai tukar memperkirakan penurunan suku bunga The Fed hampir 50 bps pada September 2024,” ungkap Ibrahim dalam risetnya, Kamis (8/8).
Baca Juga: Jika Ekonomi AS Terus Melambat, Ekonomi RI Bisa Ada di Kisaran 4,9%-5% Pada 2025-2026
Di Asia, Ibrahim melihat, rupiah didukung kabar dari pejabat Bank of Japan (BoJ) yang masih melihat ruang untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut, dan bahwa suku bunga harus mencapai sekitar 1% untuk mencapai tingkat yang netral bagi perekonomian. Di sisi lain, data surplus perdagangan Tiongkok yang menyusut telah membatasi sentimen positif bagi rupiah.
Pengamat Mata Uang Lukman Leong mencermati, rupiah dan mata uang regional pada umumnya hari ini menguat terhadap dolar AS yang bergerak melemah. Terkhusus rupiah, mata uang garuda masih didukung oleh aliran dana masuk (inflow) asing ke Indonesia.
“Investor merespons baik data-data positif akhir-akhir ini seperti cadangan devisa (cadev), inflasi dan indeks kepercayaan konsumen,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (8/8).
Adapun posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2024 tercatat sebesar US$ 145,4 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2024 sebesar US$140,2 miliar. Data cadev tersebut menambah tren positif inflasi Indonesia yang melandai sebesar 2,13% YoY di bulan Juli, lebih rendah dari bulan sebelumnya 2,51% YoY.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Menguat ke Rp 15.800 Per Dolar AS, Asal Kondisi Global Membaik
Selain itu, Indeks Keyakinan konsumen (IKK) sedikit meningkat pada Juli 2024, bila dibandingkan dengan Juni 2024. Hasil survei konsumen Bank Indonesia (BI) menunjukkan, indeks keyakinan konsumen bulan Juli sebesar 123,4,7, naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 123,3.
Lukman menuturkan, investor sangat mengantisipasi data klaim pengangguran AS yang akan dirilis Kamis (8/8) malam ini. Hal tersebut seiring kekhawatiran resesi Amerika baru-baru ini yang terindikasi dari pelemahan besar pada sektor tenaga kerja AS.
“Walau rupiah masih dalam tren positif, namun penguatan tajam belakangan ini berpotensi memicu aksi profit taking (ambil untung),” imbuhnya.
Ibrahim menambahkan, peran tradisional dolar AS sebagai aset safe-haven juga dapat selalu muncul, jika pasar terus goyah atau ancaman geopolitik di Timur Tengah meningkat. Begitu pula dengan kembalinya fenomena Trump trade, yaitu menaruh dana pada aset seperti dolar AS atau Bitcoin yang pada akhirnya dapat menguatkan aset-aset tersebut apabila Trump terpilih.
Untuk perdagangan besok, Jumat (9/8), Ibrahim memperkirakan, rupiah kemungkinan masih akan menguat di rentang Rp 15.820 per dolar AS–Rp 15.920 per dolar AS. Sementara Lukman memproyeksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 15.850 per dolar AS–Rp 16.000 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News