Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah ditutup melemah tipis pada perdagangan hari ini, Kamis (9/11). Sentimen buruknya ekonomi China menambah kekhawatiran mengenai arah suku bunga The Fed.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, nilai tukar rupiah bersama mata uang Asia lainnya cenderung menguat terbatas di hadapan dolar AS pada awal perdagangan hari ini. Penguatan rupiah seiring masih berlanjutnya pelemahan Indeks Dolar AS (DXY) sekitar 0,01% ke level 105,58.
Hingga sesi pertama, nilai tukar rupiah diperdagangkan dalam rentang yang terbatas di level Rp 15.635 – Rp 15.650 per dolar AS. Hal itu mengingat pelaku pasar masih menantikan pidato gubernur bank sentral AS Jerome Powell pada hari Kamis ini waktu AS.
“Gubernur Federal Reserve AS akan membahas tantangan kebijakan moneter pada panel IMF,” ucap Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (9/11).
Baca Juga: Lesu, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.649 Per Dolar AS Pada Kamis (9/11)
Josua menyoroti bahwa imbal hasil obligasi AS bertenor 30 tahun turun ke level terendah lebih dari satu bulan di sesi sebelumnya. Sementara dari regional Asia, China tercatat kembali mengalami deflasi 0,1% YoY di bulan Oktober, yang mengindikasikan upaya pemerintah untuk menjaga momentum ekonomi domestik dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.
People's Bank of China (PBoC) juga mengurangi langkah-langkah stabilisasi terhadap Yuan karena mata uangnya cenderung stabil. Deflasi juga memberikan sinyal bahwa permintaan konsumen di Tiongkok masih sangat terbatas.
“Kekhawatiran tersebut mendorong sentimen risk-off di pasar kembali mendominasi, sehingga mendorong Rupiah kembali melemah,” imbuh Josua.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, kelemahan di China menjadi pertanda buruk bagi pasar Asia yang lebih luas, mengingat China memiliki posisi penting sebagai mitra dagang. Data pemerintah menunjukkan bahwa inflasi konsumen dan produsen China menyusut pada bulan Oktober.
Ibrahim menuturkan, dinamika perlambatan dan meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan global berdampak cukup signifikan pada hampir seluruh negara emerging market, termasuk Indonesia. Efeknya bisa terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan III 2023 tercatat hanya 4,94% dari kuartal sebelumnya tumbuh 5,17%, terutama akibat menurunnya kinerja ekspor barang dan jasa.
“Tren perlambatan global diperkirakan berlanjut dan berpotensi menggeret pertumbuhan triwulan IV kembali berada di bawah 5%. Sehingga, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 berisiko di bawah 5%,” ungkap Ibrahim dalam riset harian, Kamis (9/11).
Menurut Ibrahim, pekan ini pasar diliputi ketidakpastian terkait arah suku bunga The Fed. Sejumlah pejabat Fed memperingatkan minggu ini bahwa suku bunga AS akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, dan pasar harus berhati-hati dalam bertaruh pada penurunan suku bunga lebih awal.
Baca Juga: Bergerak Tipis, Rupiah Spot Ditutup Melemah ke Rp 15.655 Per Dolar AS Hari Ini (9/11)
Josua melihat, pelaku pasar akan menantikan rilis data Initial Jobless Claim AS yang diperkirakan kembali meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perkiraan data Intial Jobless Claim AS pada pekan pertama bulan November 2023 berkisar 218.000 dari pekan sebelumnya sebesar 217.000.
Oleh karena itu, Josua memperkirakan rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp 15.600-15.700 per dolar AS di perdagangan besok, Jumat (10/11). Sedangkan Ibrahim memprediksi rupiah akan fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.640 - Rp 15.740 per dolar AS.
Menurut Bloomberg, Rupiah ditutup melemah 0,03% ke level harga Rp 15.655 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Kamis (9/11). Sementara pelemahan rupiah Jisdor sekitar 0,04% hari ini menuju level harga Rp.15.649 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News