kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Rupiah Kian Terbebani Hengkangnya Dana Asing dari Pasar Modal Indonesia


Kamis, 18 April 2024 / 20:35 WIB
Rupiah Kian Terbebani Hengkangnya Dana Asing dari Pasar Modal Indonesia
ILUSTRASI. Rupiah Masih Jeblok-Karyawan beraktivitas di konter penukaran uang asing di Jakarta, Selasa (16/4/2024). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/17/04/2024


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah diproyeksi masih akan terjerembab di atas level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Nilai tukar rupiah semakin terbebani tren keluarnya dana asing dari pasar modal Indonesia.

Berdasarkan data RTI Business, investor asing masih melakukan transaksi jual bersih (net sell) saham Rp 724 miliar di seluruh pasar Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4). Ini memperpanjang tren net sell, sejak perdagangan kembali dibuka pada Selasa (16/4), sehingga aliran dana investasi asing di saham berkurang menjadi Rp13.68 triliun.

Sementara itu, aliran dana asing keluar terpantau semakin deras di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Per 17 April 2024, kepemilikan Non Residen di pasar SBN tercatat hanya sekitar Rp 804,55 triliun dibandingkan Rp 842,55 triliun di awal tahun 2024. Ini artinya terjadi dana keluar (outflow) sekitar Rp 38,27 triliun sejak awal tahun di pasar surat utang Indonesia.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengamati bahwa hengkangnya dana asing kemungkinan menuju pasar Amerika Serikat. Hal itu tercermin dari tren penguatan dolar AS (USD) dan naiknya yield US Treasury belakangan ini.

Baca Juga: Pelemahan Rupiah Pengaruhi Tambahan Beban Pembiayaan Utang Pemerintah

Mata uang dolar dan US Treasury dianggap sebagai pelarian utama dari kondisi yang tengah berkecamuk di Timur Tengah. Investor cenderung mengamankan investasi di aset lindung nilai (safe haven) seperti dolar dan obligasi AS, sementara emas dipandang tidak mencatatkan lonjakan yang begitu signifikan.

Fikri melihat, saat ini terjadi penghindaran terhadap aset berisiko tinggi menyusul tekanan sentimen global dari perang geopolitik, ditambah lagi adanya ekspektasi penundaan pemangkasan suku bunga The Fed. Dengan demikian, investor lebih mengutamakan keamanan daripada keuntungan (risk averse).

Terlepas dari itu, aktivitas pembelian asing yang terjadi di pasar modal Indonesia dianggap masih lebih kecil pengaruhnya daripada faktor suku bunga tinggi dan tensi geopolitik yang meningkat di Timur Tengah. Ditambah lagi, aktivitas libur panjang lebaran membuat aktivitas perdagangan pasif di Indonesia.

“Hampir semua negara mengalami tekanan yang sama seperti rupiah. Jadi saya lihat masih wajar tekanan rupiah saat ini,” jelas Fikri kepada Kontan.co.id, Kamis (18/4).

Menurut Fikri, dalam jangka pendek 1-2 minggu ke depan, rupiah masih akan berada dalam rentang Rp 15.800 – Rp 16.400 per dolar AS. Sebab, dampak dari situasi pasar terkini mengenai prospek suku bunga tinggi, serta perang antara Israel- Iran baru akan terasa mengingat pasar baru kembali aktif pascalibur lebaran idul fitri.

Fikri menyoroti bahwa rupiah akan bergantung data neraca perdagangan ekspor impor yang dirilis awal pekan depan, Senin (22/4). Sebab, data ini akan menjadi fundamental penting sektor rill yang bisa menopang rupiah nantinya.

“Apabila neraca perdagangan surplus masih di atas US$ 3 miliar, maka kemungkinan positif untuk rupiah. Sedangkan, apabila nilai surplus lebih rendah atau bahkan defisit, maka saya pikir bakal ada tekanan lanjutan bagi rupiah ke 16.500,” imbuh Fikri.

Baca Juga: Ekonom Beberkan Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Utang Pemerintah

Selain itu, Fikri berharap rupiah akan lebih baik apabila perekonomian mitra dagang semakin pulih seperti China dan India. Dengan ekonomi yang lebih bagus, maka seharusnya perdagangan antara mitra lebih intensif, sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

Perlu adanya juga intervensi dari Bank Indonesia (BI) ataupun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tidak hanya open market operation, tetapi bisa menawarkan berbagai instrumen yang bisa menarik minat investasi asing. Instrumen surat utang global dalam bentuk dolar AS ataupun mata uang lainnya diperlukan seperti Samurai Bond, Kimchi Bond, Euro Bond dan lain- lain.

Fikri memandang bahwa dengan asumsi risiko di pasar keuangan global mereda, Fed berpotensi pangkas suku bunga di akhir Juni atau awal Juli, maka rupiah seharusnya berada di Rp 14.800 – Rp 15.500 per dolar AS pada semester I-2024. Sementara apabila pemangkasan bunga Fed masih dilanjutkan 2-3 kali di semester kedua, kemudian BI melakukan intervensi yang sama, maka rupiah diharapkan bisa di level Rp 15.200 per dolar AS di akhir 2024.

Sebaliknya, rupiah bisa lebih rendah lagi apabila perang geopolitik berkepanjangan, tidak adanya pemangkasan bunga The Fed, ditambah lagi India yang tengah berada di musim kampanye sehingga ekonomi bakal cenderung stagnan. Hal terburuk yang diperkirakan, rupiah bisa terperosok ke level Rp 16.200 – Rp 16.700 per dolar AS di semester I-2024 dan kemungkinan di area Rp 16.400 – Rp 17.000 di akhir tahun 2024.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menambahkan bahwa prospek rupiah sangat berat hingga akhir tahun ini. Proyeksi itu seiring kemungkinan The Fed tidak jadi memangkas suku bunga yang bisa menahan harga komoditas naik, sehingga akhirnya menurunkan nilai ekspor dan neraca perdagangan Indonesia.

Bank Indonesia memang bisa terus melakukan intervensi, tetapi di saat bersamaan akan menggerus cadangan devisa (cadev) meski didukung oleh revisi Peraturan Pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Lukman berujar, saat ini tidak sedikit pihak yang meyakini kemungkinan The Fed akan mulai menurunkan suku bunga tahun 2024. Sedangkan, perang di Timur Tengah membuat investor untuk menghindari aset dan mata uang berisiko.  Pada akhirnya, keluarnya dana asing di pasar modal Indonesia akan membebani rupiah sebagai mata uang free float.

“Mengerek suku bunga pun bisa menekan pertumbuhan ekonomi. Maka, semua tergantung pada inflasi AS yang sampai saat ini masih bertahan jauh di atas target the Fed,” tutur Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (18/4).

Adapun rupiah ditutup pada posisi Rp 16.719 di perdagangan hari ini, Kamis (18/4). Lukman memperkirakan berpotensi lanjutkan tren penguatan terbatas oleh harapan kenaikan suku bunga BI. USD/IDR diperkirakan bergerak dalam rentang Rp 16.100 – 16.250 di perdagangan Jumat (19/4).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×