Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar Rupiah diperkirakan melemah di perdagangan awal pekan, Senin (24/6). Pasar mata uang masih dipengaruhi oleh arah kebijakan suku bunga global.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Lukman Leong mengatakan, investor akan mengantisipasi data inflasi Price Consumption Expenditure (PCE) AS, seiring absennya data ekonomi penting dari domestik.
Data PCE AS diperkirakan akan kembali termoderasi, namun investor belum sepenuhnya bisa optimis ketika pejabat the Fed masih bernada hawkish.
“Tidak ada data penting pada hari Senin, jadi investor wait and see terhadap data PCE AS pekan depan,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Minggu (23/6).
Baca Juga: Rupiah Melemah 0,23% Dalam Sepekan, Simak Proyeksinya untuk Pekan Depan
Terlebih, Lukman menambahkan, data Indeks Manajer Pembelian (PMI) AS dari S&P Global menunjukkan aktivitas ekonomi tetap kuat di kedua sektor pada bulan Juni yang dirilis Jumat (21/6). Sehingga, rupiah diperkirakan masih akan tertekan penguatan dolar AS.
Data PMI AS yang menunjukkan PMI Manufaktur S&P Global meningkat menjadi 51,7 pada Juni dari 51,3 pada Mei, sementara PMI Jasa naik menjadi 55,1 dari 54,8 sebelumnya. Kedua hasil tersebut lebih tinggi dari ekspektasi analis, menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS tetap kuat.
Lukman menjelaskan, pelemahan rupiah saat ini tidak lepas dari tekanan dari solidnya dolar AS. The Greenback menguat seiring pernyataan hawkish para pejabat The Fed yang mengabaikan data ekonomi AS sebenarnya telah membaik.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa para pejabat The Fed membiarkan kebijakannya tidak berubah pada pertemuan mereka di bulan Juni. Selain itu, Bank Sentral Amerika itu memangkas proyeksi sebelumnya untuk pemotongan tiga perempat poin tahun ini menjadi satu, bahkan ketika inflasi telah mereda dan pasar tenaga kerja telah melemah.
“Kemudian, pedagang tetap mewaspadai tanda-tanda intervensi berkelanjutan oleh Bank of Japan (BoJ) untuk meningkatkan mata uang yang mencapai posisi terendah dalam 34 tahun pada akhir April,” ungkap Ibrahim dalam risetnya, Jumat (21/6).
Ibrahim memaparkan, sebelumnya Bank Sentral Inggris (BoE) mempertahankan suku bunganya, dan beberapa pembuat kebijakan mengatakan keputusan mereka untuk tidak melakukan pemotongan adalah seimbang.
Baca Juga: Rupiah Makin Mendekati Rp 16.500 Per Dolar AS
Sementara itu, Swiss National Bank memangkas suku bunga untuk kedua kalinya, serta Bank of England (BoE) membuka kemungkinan pelonggaran pada bulan Agustus setelah mempertahankan suku bunga tetap stabil.
Dari domestik, Ibrahim menuturkan, pasar terus memantau ketidakpastian arah kebijakan fiskal yang meningkatkan risiko fisikal sebagai salah satu faktor pelemahan mata uang rupiah. Hal itu seiring proyeksi defisit anggaran yang cukup besar sekitar 2,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB), mendekati batas atas level 3% dari PDB.
“Sebenarnya rupiah tidak perlu mengalami pelemahan yang panjang jika pasokan dolar dari surplus neraca perdagangan mengalir ke pasar. Pelemahan rupiah, merupakan anomali karena Indonesia masih mencatatkan surplus neraca perdagangan yang cukup baik,” ujar Ibrahim.
Oleh karena itu, Ibrahim memperkirakan rupiah akan ditutup melemah di rentang Rp 16.440 – Rp 16.510 per dolar AS di perdagangan Senin (24/6). Sedangkan, Lukman memproyeksi rupiah akan ditutup melemah di rentang Rp 16.400 – Rp 16.550 per dolar AS.
Pada Jumat (21/6), rupiah spot ditutup pada level Rp 16.450 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah spot melemah sekitar 0,23% dan melemah sekitar 0,12% secara harian.
Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) terpantau ikut melemah. Jumat (21/6), Rupiah jisdor ditutup pada posisi Rp 16,458 per dolar AS, melemah sekitar 0,51% secara mingguan dan 0,23% secara harian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News