Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Peningkatan credit default swap (CDS) Indonesia yang mencerminkan persepsi risiko investasi domestik disebut semata-mata akibat eskalasi geopolitik global yang sedang tinggi. Dus, pasar surat berharga negara (SBN) dinilai masih bakal solid dengan dorongan sejumlah sentimen positif domestik.
CDS 5 tahun Indonesia berada di level 76,99 pada Selasa (17/6). Dalam sepekan, meningkat hingga 5,08%. Sejalan dengan itu, yield SBN 10 tahun naik tipis ke level 6,70% dari 6,66% pada akhir pekan lalu.
Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin menilai faktor negatif dari eksternal negara menjadi penyebab utama meningkatnya CDS 5 tahun Indonesia.
“Eskalasi geopolitik meningkat sejak terjadi aksi saling serang antara Israel dan Iran. Peningkatan geopolitik ini kemudian mendorong investor global risk off, terutama dari negara berkembang,” kata Ahmad kepada Kontan, Selasa (17/6).
Di luar itu, Ahmad bilang, sentimen eksternal relatif memberi angin segar bagi Indonesia, dengan yield US treasury yang turun menjadi 3,878% untuk tenor 2 tahun dan 4,326% untuk tenor 10 tahun per 13 Juni, seiring peningkatan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
Baca Juga: Risiko Investasi (CDS) Indonesia Naik, SBN Diyakini Tetap Diburu
Dus, hingga akhir tahun, Ahmad melihat, prospek SBN masih akan tetap solid. Pasalnya, pasar SBN juga mendapat dorongan dari ekspektasi pemangkasan suku bunga yang bakal turut mengerek harga SBN.
“Di tengah siklus pemangkasan suku bunga saat ini, investor memburu obligasi untuk mengejar capital gain, agak sedikit berbeda dari sebelumnya yang mengandalkan kupon tinggi saat suku bunga masih berada di puncaknya,” sebut Ahmad.
Lagipula, Ahmad menambahkan, sejauh ini aliran dana asing ke pasar domestik masih menunjukkan tren positif, dengan catatan beli neto Rp 7,79 triliun pada bulan April yang kemudian meningkat tiga kali lipat hingga Rp 24,09 triliun pada bulan Mei.
Namun bukan berarti pasar SBN bebas tantangan. Ke depannya, Ahmad menilai tetap ada risiko terkait arah aliran dana asing di pasar domestik termasuk SBN.
Terkait itu, sentimen eksternal masih bakal menjadi salah satu perhatian pasar SBN, termasuk eskalasi geopolitik serta kebijakan moneter dan ekonomi AS.
“Arus masuk saat ini mengandung risiko, yakni pembalikan modal asing, terutama oleh spekulan. Saat ini, investor juga meningkatkan porsi tenor pendek, yang mana memungkinkan mereka memiliki likuiditas yang cukup untuk mengambil keuntungan ketika sentimen menjadi lebih buruk,” kata Ahmad.
Di samping itu, defisit anggaran pemerintah juga menjadi perhatian. Defisit anggaran yang lebih tinggi dan jatuh tempo utang yang lebih besar bakal mendorong lebih banyak pasokan surat utang pemerintah baru ke pasar.
Dus, sebagaimana hukum permintaan dan penawaran, peningkatan pasokan akan menyebabkan harga turun.
Baca Juga: Kenaikan Credit Default Swap (CDS) Picu Imbal Hasil Utang Pemerintah RI Meningkat
Terakhir, Ahmad menyoroti risiko substitusi. Di tengah siklus penurunan suku bunga, investor akan mulai meningkatkan alokasi investasi ke aset yang lebih berisiko seperti saham dan obligasi korporasi untuk mengejar imbal hasil yang lebih tinggi.
“Situasi ini pada akhirnya meningkatkan risiko substitusi,” imbuhnya.
Selanjutnya: Produksi Rekor, ESI Dorong Perusahaan Batubara RI Segera Lakukan Transisi Energi
Menarik Dibaca: Ada Diskon Tiket Kereta 30%, 952.639 Tiket Sudah Terjual
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News