Reporter: Rashif Usman | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi risiko investasi atawa Credit Default Swap (CDS) tenor 5 tahun Indonesia naik pada akhir Maret 2025. Berdasarkan data World Government Bonds, CDS 5 tahun Indonesia tercatat naik ke level 91,66 per Sabtu (22/3).
Dalam sepekan terakhir, nilai CDS tersebut mengalami kenaikan 11,08%, sementara dalam sebulan terakhir melonjak 28,82%. Jika dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya, kenaikannya mencapai 30,42%, dan secara tahunan meningkat 28,42%.
Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, menilai bahwa peningkatan risiko gagal bayar seiring dengan tren kenaikan CDS disebabkan oleh beberapa faktor utama.
Pertama, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat sebesar 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sementara penerimaan pajak pada Januari-Februari mengalami penurunan. Sebagai perbandingan, di tahun 2024, APBN masih mencatat surplus 0,11% terhadap PDB.
Kedua, rasio utang terhadap PDB tahun ini berpotensi mencapai 40% sesuai target pemerintah, dengan kewajiban pembayaran utang sebesar Rp 700 triliun dari Surat Berharga Negara (SBN) pada 2025.
Baca Juga: Faktor Internal Lebih Banyak Berperan Terhadap Kenaikan Risiko Investasi Indonesia
Ketiga, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sebesar 1,8% secara year-to-date (YTD), meskipun indeks dolar Amerika Serikat (AS) cenderung menurun. Hingga 19 Maret, rupiah masih berfluktuasi di atas Rp 16.500 per dolar AS.
Keempat, penurunan peringkat investasi oleh lembaga keuangan global seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs ke kategori underweight memberikan dampak negatif terhadap kepercayaan investor asing.
Kelima, aliran modal keluar capital outflow masih cukup deras, dengan total dana asing yang keluar mencapai Rp 33 triliun secara YTD.
Meskipun Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia tetap bertahan di level BBB+ dengan outlook positif dari R&I serta Baa2 dengan outlook stabil dari Moody’s, penurunan peringkat saham-saham Indonesia oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs menyebabkan berkurangnya alokasi investasi asing, yang turut mendorong capital outflow.
Audi juga menerangkan efek dari kenaikan CDS tersebut bakal berimbas bagi pasar saham. Menurutnya, para investor khususnya asing akan menjadikan indikator kestabilan ini sebagai penilaian investment grade, sehingga tekanan yang saat ini terjadi salah satu sentimennya adalah kekhawatiran tren kenaikan CDS tersebut.
"Kami berpandangan dengan tren penurunan laba per saham (EPS), khususnya dari blue chip di 2024, cenderung menjadi kekhawatiran oleh investor sehingga menurunkan kepercayaan jika masih berlanjut di 2025 ini," kata Audi kepada Kontan, Minggu (23/3).
Secara keseluruhan, Audi menerangkan pasar saham masih dihadapkan pada berbagai sentimen negatif, seperti, kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global akibat ketegangan geopolitik dan perang tarif.
Kemudian, relaksasi kebijakan moneter yang lebih lambat dari ekspektasi, di mana Federal Funds Rate (FFR) diproyeksikan hanya akan dipangkas sebanyak dua kali tahun ini.
Selanjutnya, di dalam negeri, ada tekanan terhadap rupiah, aliran modal keluar yang berlanjut, serta kebijakan strategis pemerintah yang berdampak pada APBN.
Adapun soal Danantara, Audi menyoroti bahwa spekulasi pasar akan meningkat seiring dengan kepastian terkait kepengurusannya.
Namun, dampaknya terhadap pasar saham lebih berfokus pada saham-saham BUMN yang berada di bawah pengelolaan Danantara. Kekhawatiran utama adalah kompleksitas dalam pengelolaan aset, khususnya di sektor perbankan, jika menghadapi berbagai tantangan atau permasalahan.
Di sisi lain, valuasi saham blue chip dan saham dividen saat ini sudah berada dalam kategori murah, sehingga dapat menjadi peluang investasi jangka panjang dengan outlook kinerja yang masih stabil dan positif.
Audi merekomendasikan buy saham BBCA, TLKM, BMRI dan ICBP dengan target harga masing-masing di Rp 9.250, Rp 2.830, Rp 5.450 dan Rp 14.900 per saham.
Baca Juga: Analis Beberkan Penyebab Meningkatnya Risiko Investasi (CDS) Indonesia
Selanjutnya: Ada Peluang dan Risiko bagi Emiten Kawasan Industri pada 2025, Ini Rekomendasi Analis
Menarik Dibaca: Komunitas Kampus Saham Gencar Edukasi Investasi Saham Bertanggungjawab
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News